Pihak-pihak yang berhak mengajukan pembuktian dalam perkara pidana (KUHAP), yaitu sebagai berikut:
1. Penyelidik Dan Penyidik;
Ketentuan tentang penyidik dan penyelidik
dituangkan dalam pasal 1 butir 1 dan pasal 4 KUHAP, yang disebutkan sebagai
berikut :
“Penyidik adalah pejabat polisi negara
Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan tugas penyidikan”.
Selanjutnya batasan mengenai istilah
penyidikan ini dituangkan dalam ketentuan pasal 1 ayat butir 5, yang bunyinya :
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan
penyidik untuk mencari dan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya
dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang”
Dua macam badan yang berhak dalam wewenang
penyidikan ini dituangkan dalam pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yaitu:
a.
Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia;
b.
Pejabat
pegawai negeri sipil yang ditunjuk melakukan tugas penyidikan oleh suatu
Undang-undang;
Penyidik tentunya diarahkan kepada
pembuktian tersangka barulah kemudian dapat diambil tindakan untuk mendapatkan
pidananya
2. Tersangka dan terdakwa
Pengertian istilah tersangka dan terdakwa
terdapat dalam ketentuan Pasal 1 butir
15 KUHAP yang menyebutkan, bahwa tersangka adalah seorang yang karena
perbuatanya atau keadaanya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai
pelaku tindak pidana, sementara itu terdakwa adalah seorang tersangka yang
dituntut, diperiksa dan diadili disidang pengadilan,
Namun istilah tersangka dan terdakwa ini
dalam wetboek van strafvordering Belanda
tidak membedakan adanya istilah tersebut. Dua pengertian tersebut hanya dipakai
dalam satu istilah saja, yaitu. verdachte,
akan tetapi hal ini dibedakan pengertian verdachte
ini, sebelum penuntut dan penuntutan.
Pengertian verdachte, sebelum penuntutan paralel dengan pengertian tersangka
dalam KUHAP Indonesia, sedangkan untuk pengertian verdachte sesudah penuntutan paralel dengan pengertian terdakwa
seperti tersebut pada butir 15 diatas, bahwa
yang dipandang sebagai tersangka adalah orang karena fakta-fakta atau
keadaan-keadaan menunjukan ia patut diduga bersalah melakukan suatu tindak pidana Bagaimana pula pendapat para sarjana
Belanda terutama suatu dewan redaksi yang menyusun komentar atas Ned. Sv., yang sama dengan perumusan
atau definisi KUHAP adalah kata patut diduga (redelijk vermoeden), yaitu duisterwinkel
et al.
Biasanya penyidik dan penuntut umumlah yang
menafsirkan patut diduga melakukan perbuatan tindak pidana, namun dalam
penafsiran tersebut dalam penafsiran yang obyektif. Jika seorang ditahan
sedangkan menurut ukuran obyektif tidak patut dipandang telah melakukan delik
itu, maka penyidik dan penuntut umum dapat diancam pidana melanggar kemerdekaan
orang baik sengaja maupun culpa.
Pendekatan yang digunakan di dalam
pengaturan hak-hak tersangka /terdakwa didalam KUHAP ini ialah mendasarkan pada
asas keseimbangan, keselarasan dan
keserasian, dimana disuatu pihak memberikan hak kepada tersangka atau terdakwa
dan untuk merealisir hak itu undang-undang menentukan, memberikan kewajiban
dalam pemenuhanya secara maksimal.
Dari sekian banyak hak tersangka yang
dipandang perlu untuk dikemukakan disini, sebagai hal baru yang tidak diatur
sebelumnya dalam HIR, ialah hak-hak yang diberikan pada tahap penyidikan dan
penuntutan, antara lain:
1. Hak tersangka segera mendapat pemeriksaan
oleh penyidik dan selanjutnya diajukan
kepada penuntut umum (pasal 50 ayat 1 KUHAP);
2. Hak tersangka perkaranya segera diajukan
kepada penuntut umum(pasal 50 ayat 2 KUHAP);
3. Hak tersangka untuk diberitahukan dengan
jelas dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang apa yang disangkan kepadanya
pada waktu pemeriksaan dimulai (pasal 51 huruf a KUHAP);
4. Pada tingkat penyidikan tersangka berhak memberikan keterangan secara
bebas kepada penyidik (pasal 52 KUHAP);
5. Guna kepentingan pembelaan tersangka berhak
mendapat bantuan hukum dari penasihat hukumnya selama dalam waktu dan pada
setiap tingkat pemeriksaan (pasal 54 KUHAP);
6. Tersangka berhak memilih sendiri penasehat
hukumnya (pasal 55 KUHAP);
7. Kewajiban pejabat pada semua tingkat
pemeriksaan untuk menunjuk penasihat hukum dalam hal sebagaimana dimaksud
(pasal 56 ayat 1 KUHAP);
8. Hak mendapat bantuan hukum secara cuma cuma
(pasal 56 ayat 1 KUHAP);
9. Hak yang ditahan unuk menghubungi penasehat
hukumnya (pasal 57 ayat 1 KUHAP);
10.
Hak
menuntut ganti rugi dan rehabilitasi (pasal 66 KUHAP) dan hak-hak lainya yang
masih banyak lagi;
Dalam ketentuan pasal 1 butir 6, yang
menyatakan bahwa :
1. Jaksa adalah pejabat yang diberi
wewenangoleh Undang-undang ini serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
2. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi
wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim.
Secara jelas bunyi pasal 1 butir 6 KUHAP
tersebut menyatakan bahwa, penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang
dalam menjalankan tugas penuntutan juga melaksanakan putusan pengadilan yang
memperoleh kekuatan hukum tetap.
No comments:
Post a Comment