12/22/12

Pihak-Pihak Yang Berhak Mengajukan Pembuktian Dalam Perkara Pidana


       Pihak-pihak yang berhak mengajukan pembuktian dalam perkara pidana (KUHAP), yaitu sebagai berikut:
1.    Penyelidik Dan Penyidik;
Ketentuan tentang penyidik dan penyelidik dituangkan dalam pasal 1 butir 1 dan pasal 4 KUHAP, yang disebutkan sebagai berikut :
“Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan tugas penyidikan”.

Selanjutnya batasan mengenai istilah penyidikan ini dituangkan dalam ketentuan pasal 1 ayat butir 5, yang bunyinya :


“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan  suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang”

Dua macam badan yang berhak dalam wewenang penyidikan ini dituangkan dalam pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yaitu:
a.         Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia;
b.         Pejabat pegawai negeri sipil yang ditunjuk melakukan tugas penyidikan oleh suatu Undang-undang;

Penyidik tentunya diarahkan kepada pembuktian tersangka barulah kemudian dapat diambil tindakan untuk mendapatkan pidananya

2.      Tersangka dan terdakwa
Pengertian istilah tersangka dan terdakwa terdapat dalam ketentuan  Pasal 1 butir 15 KUHAP yang menyebutkan, bahwa tersangka adalah seorang yang karena perbuatanya atau keadaanya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana, sementara itu terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili disidang pengadilan,
Namun istilah tersangka dan terdakwa ini dalam wetboek van strafvordering Belanda tidak membedakan adanya istilah tersebut. Dua pengertian tersebut hanya dipakai dalam satu istilah saja, yaitu. verdachte, akan tetapi hal ini dibedakan pengertian verdachte ini, sebelum penuntut dan penuntutan.
Pengertian verdachte, sebelum penuntutan paralel dengan pengertian tersangka dalam KUHAP Indonesia, sedangkan untuk pengertian verdachte sesudah penuntutan paralel dengan pengertian terdakwa seperti tersebut pada butir 15 diatas, bahwa yang dipandang sebagai tersangka adalah orang karena fakta-fakta atau keadaan-keadaan menunjukan ia patut diduga bersalah melakukan suatu tindak pidana Bagaimana pula pendapat para sarjana Belanda terutama suatu dewan redaksi yang menyusun komentar atas Ned. Sv., yang sama dengan perumusan atau definisi KUHAP adalah kata patut diduga (redelijk vermoeden), yaitu duisterwinkel et al.
Biasanya penyidik dan penuntut umumlah yang menafsirkan patut diduga melakukan perbuatan tindak pidana, namun dalam penafsiran tersebut dalam penafsiran yang obyektif. Jika seorang ditahan sedangkan menurut ukuran obyektif tidak patut dipandang telah melakukan delik itu, maka penyidik dan penuntut umum dapat diancam pidana melanggar kemerdekaan orang baik sengaja maupun culpa.
Pendekatan yang digunakan di dalam pengaturan hak-hak tersangka /terdakwa didalam KUHAP ini ialah mendasarkan pada asas keseimbangan,  keselarasan dan keserasian, dimana disuatu pihak memberikan hak kepada tersangka atau terdakwa dan untuk merealisir hak itu undang-undang menentukan, memberikan kewajiban dalam pemenuhanya secara maksimal.
Dari sekian banyak hak tersangka yang dipandang perlu untuk dikemukakan disini, sebagai hal baru yang tidak diatur sebelumnya dalam HIR, ialah hak-hak yang diberikan pada tahap penyidikan dan penuntutan, antara lain:
1.    Hak tersangka segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan  selanjutnya diajukan kepada penuntut umum (pasal 50 ayat 1 KUHAP);
2.    Hak tersangka perkaranya segera diajukan kepada penuntut umum(pasal 50 ayat 2 KUHAP);
3.    Hak tersangka untuk diberitahukan dengan jelas dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang apa yang disangkan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai (pasal 51 huruf a KUHAP);
4.    Pada tingkat penyidikan tersangka berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik (pasal 52 KUHAP);
5.    Guna kepentingan pembelaan tersangka berhak mendapat bantuan hukum dari penasihat hukumnya selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan (pasal 54 KUHAP);
6.    Tersangka berhak memilih sendiri penasehat hukumnya (pasal 55 KUHAP);
7.    Kewajiban pejabat pada semua tingkat pemeriksaan untuk menunjuk penasihat hukum dalam hal sebagaimana dimaksud (pasal 56 ayat 1 KUHAP);
8.    Hak mendapat bantuan hukum secara cuma cuma (pasal 56 ayat 1 KUHAP);
9.    Hak yang ditahan unuk menghubungi penasehat hukumnya (pasal 57 ayat 1 KUHAP);
10.          Hak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi (pasal 66 KUHAP) dan hak-hak lainya yang masih banyak lagi;

Dalam ketentuan pasal 1 butir 6, yang menyatakan bahwa :
1.      Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenangoleh Undang-undang ini serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
2.      Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Secara jelas bunyi pasal 1 butir 6 KUHAP tersebut menyatakan bahwa, penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang dalam menjalankan tugas penuntutan juga melaksanakan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN ILMU FORENSIK DALAM HUKUM PIDANA

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada pros...