12/22/09

Media Rakyat

Pada masyarakat pedesaan dimana sebagian besar mereka adalah masyarakat tradisional terdapat berbagai media sosial sebagai sarana efektif saling berinteraksi. Media ini telah sejak lama tumbuh dan berkembang bersama masyarakat dan menjadi media sosialisasi nilai-nilai antar warga masyarakat, bahkan dari generasi ke generasi. Media ini dikenal sebagai media rakyat.
Media sosial adalah wahana komunikasi atau pertukaran informasi yang telah terpola dalam kehidupan sosial suatu komunitas masyarakat. Media sosial menuntut keterlibatan secara fisik individu dalam proses komunikasi (Sigman;124). Media sosial menggunakan komunikasi tatap muka dalam bentuk komunikasi antar personal maupun komunikasi kelompok. Disini proses keterlibatan anggota menjadi sangat penting. Media rakyat ini digambarkan sebagai media yang murah, mudah, bersifat sederajat, dialogis, sesuai dan sah dari segi budaya, bersifat setempat, lentur menghibur dan sekaligus memasyarakat juga sangat dipercayaoleh kalangan masyarakat pedesaan yang kebetulan menjadi kelompok sasaran utama (Oepen;hal 88).

Media rakyat sering muncul dalam bentuk kesenian daerah atau kebudayaan tradisonal daerah. Kesenian atau budaya daerah digunakan sebagai wahana untuk memperkenalkan dan memberikan pesan-pesan pembangunan kepada masyarakat pedesaan. Karena warga masyarakat pedesaan masih menyukai dan membutuhkan budaya atau kesenian tradisional sebagai sebuah bentuk hiburan maka media ini juga menjadi sarana yang sangat tepat sebagai media tranformasi nilai-nilai, termasuk pesan-pesan pembangunan dari pemerintah. Pesan-pesan pembangunan disisipkan secara implisit dan kreatif sehingga terasa menyatu dengan media rakyat (Yuni Setyaningsih ;2000).
Ada banyak macam media rakyat yang selama ini tumbuh, berkembang di masyarakat, namun banyak pula yang hilang karena ditinggalkan penggemarnya dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman. Pemilihan media rakyat yang mana yang bisa digunakan untuk menyebar luaskan ide-ide pembangunan adalah sangat penting untuk mendukung efektifitas pesan. Pilihan hendaknya dijatuhkan pada media rakyat yang paling disukai oleh sebagian besar masayarakat setempat (Colleta dan Kayam ; hal 235).
Media rakyat dalam bentuk seni rakyat (folk culture) diyakini dapat lebih mudah digunakan sebagai sarana menyebar luaskan informasi pembangunan karena media tersebut telah ada dan dekat dalam kehidupan masyarakat setempat. Dengan media rakyat, masyarakat akan ikut serta merasa memiliki atau terlibat dalam pembuatannya, sehingga memungkinkan tersampaikannya pesan-pesan pembangunan secara lebih efektif. Induksi nilai-nilai yang sifatnya evolutif dan menyatu dengan masyarakat dapat membuat masyarakat merasa tidak dipaksa untuk mengadopsi nilai-nilai baru.
Upaya penyebaran informasi pembangunan yang disampaikan melalui media melalui media yang ada bagi setiap masyarakat bangsa berbeda-beda disebabkan oleh struktur dan sistem masyarakat yang berbeda pula. Bagi masyarakat bangsa yang sudah linier dalam arti pengertian berbagai masalah sudah diketahui dan dimiliki oleh bagian terbesar anggota masyarakat, komunikasi melalui media massa modern akan lebih menguntungkan, namun bagi masyarakat yang mempunyai struktur dan sistem sosial yang majemuk, penyebaran informasi melalui media massa masih memerlukan upaya dengan media tradisional yang ada dalam masyarakatnya (Rogers 1971 : 165).
Dalam komunikasi tradisional di pedesaan, penggunaan pertunjukan rakyat sebagai media komunikasi mempunyai potensi besar untuk mencapai rakyat banyak, terutama sekali karena media tersebut memiliki daya tarik yang sangat kuat dan berakar di tengah-tengah masyarakat. Media tradisional merupakan alat komunikasi yang sudah lama digunakan di suatu tempat (bersifat lokal) yaitu sebelum kebudayaannya tersentuh oleh teknologi modern dan sampai sekarang masih digunakan di daerah itu. Media ini akrab dengan massa khalayak, kaya akan variasi, dengan segera tersedia, dan berbiaya rendah. Media ini dengan segala kelebihannya memeiliki potensi yang dimiliki oleh pertunjukan rakyat dan sangat efektif untuk menyampaikan pesan-pesan komunikasi pembangunan, palagi ketika dikhususkan pada saat otonomi daerah diberlakukan.
Bila melihat tujuan komunikasi pembangunan yang tidak sekedar bagaimana terciptanya perubahan sikap, pendapat atau perilaku individu atau kelompok, melainkan perubahan masyarakat atau perubahan sosial (AS Achmad : 1997). Untuk itu, diperlukan berbagai sarana yang bisa memerankan posisi yang sangat penting tersebut, termasuk penggunaan media rakayat tradisional yang sudah ada. Disini, pemerintah diharapkan tanggapan yang positif untuk memelihara dan mempertahankan setiap media rakyat ini bukan sekadar digunakan untuk fungsi hiburan masyarakat saja, tetapi dapat dimanfaatkan secara lebih optimal dalam tujuan pembangunan nasional di negara kita.
Otonomi Daerah
Menurut AW.Widjaya sesuai UU no 5 tahun 1974 pengertian otonomi daerah bagi suatu daerah bermakna :
a. berinisiatif sendiri (menyusun kebijaksanaan daerah dan menyusun rencana dan pelaksanaanya)
b. memiliki alat pelaksnan sendiri yang qualified
c. membuat pengaturan sendiri
d. menggali sumber-sumber keuangan sendiri, menetapkan pajak, restribusi dan lain-lain usaha yang sah sesuai dengan peraturan yang berlaku
Dengan syarat-syarat di atas otonomi daerah dapat dijelaskan sebagai cara untuk mewujudkan secara nyata penyelenggaraan pemerintah yang efektif, efisien dan berwibawa guna mewujudkan pemberian pelayanan kepada masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan otonomi daerah, juga merupakan keterikatan yang kuat antara daerah yang satu dengan yang lainnya, disamping menumbuhkan kembangkan semangat kebersamaan dalam simpul negara kesatuan Republik Indonesia.
Ada lima variabel untuk mengukur kemampuan suatu daerah mampu berotonomi menurut Marzuki Nyakman dan Ryaas Rasjid :
1. kemampuan keuangan daerah, ditentukan oleh berapa besar peranan pendapatan asli daerah terhadap jumlah total pembiayaan daerah
2. menyangkut kemampuan aparatur berapa ratio jumlah pegawai terhadap jumlah penduduk, masa kerja pegawaio, golongan kepegawaian, pendidikan formal dan pendidikan fungsional aparat
3. partisipasi masyarakat, bagaimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa yang menyangkut kesehatan dan pelayanan sosial
4. variabel ekonomi di daerah dengan mengukur indikator seperti nilai rata-rata pendapatan per kapita dalam lima tahun terakhir, berapa persentase (%) sektor-sektor pertanian, pertambangan dan pemerintahan terhadap PDRB
5. variabel demografi, indikasinya berapa jumlah pendapatan penduduk, pertumbuhan penduduk, jumlah penduduk yang buta aksara, ratio ketergantungan, tempat pendidikan penduduk, usia muda, pendidikan yang diutamakan dan kemungkinan tersedianya lapangan kerja
Kedudukan media massa modern dewasa ini seolah-olah merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat. Dengan didukung perkembangan teknologi media yang demikian canggih, informasi sedemian mudah diakses. Bahkan perkembangan komunikasi ini mendapat pengesahan dari seorang pakar komunikasi bernama Everett Rogers dengan mengatakan “telah usangnya paradigma lama komunikasi pembangunan”. Dengan maksud dengan memberikan penekanan pada “elemen kognitif” komunikasi yaitu permasalahan dapat dipecahkan dengan adanya informasi dan pengetahuan yang semakin banyak, dengan fungsi penyampaian secara vertikal dan persuasif pesan yang telah dibakukan dan dirancang secara terpusat akan lebih memungkinkan masyarakat tradisional dengan budaya lisannya dapat “lepas landas” menuju masyarakat modern yang berorientasi pada media (Lerner 1958). Dengan meminjam istilah Freire sejumlah kecil sumber informasi yang menonjol memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai mereka kepada massa penerima yang awam, dan mereka, apabila menerima, memperoleh imbalan berupa barang-barang dan gaya hidup modern. Aspek struktural dari proses pembangunan seperti kekuatan-kekuatan politik dan ekonomi, kaitan kultural, pengawasan media dan sebagainya sangat diabaikan. Sebaliknya, yang ditekankan adalah perubahan psikologis individu dan sosial yang didorong oleh lembaga-lembaga luar melalui teknologi media yang canggih (Freire 1971).
Sayangnya, pendekatan ini mendapat tantangan ketika pembangunan yang lebih mandiri dan adil bagi masyarakat lapisan bawah secara terdesentralisasi, yang berarti menghajatkan peran komunikasi yang sama sekali berbeda dengan strategi “atas bawah” (top-down) yang sudah umum. Bahkan, pada akhirnya diharapkan dimunculkan kembali penghargaan atau apresiasi kembali terhadap komunikasi antar individu dan komunikasi horizontal, “agen perubahan” dari teori difusi (Rogers 1963) yang sekarang disebut sebagai ”media rakyat” atau “motivator pribumi”.
Secara tegas Colin Frasser menyebutkan bahwa masalahnya bukan pada teknologi. Keajaiban teknologi media atau peralatan terbaru dalam metodologi pendidikan benar-benar tidak mampu mengganti ketiadaan komitmen politik yang akan menangani masalah-masalah yang timbul, yaitu di tingkat kelompok masyarakat, dan ketiadaan pertimbangan dimensi kemanusiaan, yakni aspek sosial budaya dari pembangunan.
Kondisi sekarang mengharuskan adanya arus dua tahap dalam komunikasi kepada masyarakat tradisional. Bahkan pengakuan akan pentingnya peran komunikasi antar individu mau tidak mau harus diberikan. Sebuah arus komunikasi dari media massa ke para pemimpin pembentuk pendapat umum (opinion leaders) dan mereka melalui komunikasi antar individu disalurkan kepada masyarakat umum. Demikian juga tentang penerimaan terhadap pesan, lebih sering ditentukan olek kaitan sosial budaya dan kepercayaan terhadap sumber informasi daripada oleh isi dan bentuknya. Khususnya bila menyangkut masyarakat pedesaan. Media massa pada dasarnya tidak dikenal atau anonim dan meskipun media massa dapat menari dan mempesona orang banyak, namun pengalaman menunjukkan bahwa kadarnya hanya kebanyakan bersifat menghibur.
Di Indonesia sendiri, perubahan sudut pandang tentang pentingnya dicari sebuah media alternatif yang bisa menggerakkan partisipasi masyarakat bisa dilihat dari kontradiktifnya pendapat menteri penerangan Harmoko pada 5 dan 24 September 1984 pada koran Jakarta Post. Dia mengungkapkan di awal dengan menjelaskan kepada media massa tentang perlunya pengenalan teknologi komunikasi mutakhir yaitu DBS (direct broadcasting by satellite) dengan menyatakan bahwa “kemajuan tidak boleh dihambat”, tetapi kemudian disangkal sendiri dengan mengaskan bahwa tater tradisional (wayang) dapat merupakan perisai budaya, guna menangkal pengaruh asing yang disiarkan antara lain melalui sistem DBS.
Ditemukannya budaya sebagai suatu dimensi baru dari pembangunan dalam strategi perubahan sosial pada tahun 1970-an memberikan penekanan pada pentingnya soailisasi budaya dan aspek aktif dari budaya yang didefinisikan sebagai pemahaman bersama yang dikomunikasikan melalui lambang-lambang serta dimanifestasikan dalam nilai-nilai, norma dan lembaga-lembaga fungsional yang memberikan identitas pribadi sebagai anggota kelompok masyarakat dalam wilayah geografis yang terbatas (Colleta 1975). Kekuatan budaya terletak pada potensi kreatifnya untuk mempertahankan keseimbangan dan pelestarian tradsisi dalam penyesuaian terhadap perubahan sosial (Gaulet 1979).
Ini berarti menurut Colleta, merujuk kasus Indonesia, memelihara tipe pembangunan yang lahir dari lembaga-lembaga budaya yang ada, bukannya tipe pembangunan sebagai hasil injkesi unsur-unsur asing. Ini melengkapi pendekatan ‘paradigma baru’ yang menghendaki orientasi pada lapisan rakyat paling bawah, desentralisasi, partisipasi dan pengembangan diri. Karena dalam banyak hal, sebuah perubahan sosial selalu berarti menimbulkan banyak persoalan, maka partisipasi dar rakyat atau masyarakat yang terkena atau dipengaruhi oleh perubahan dalam pelbagai kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi penilaian. Pada kasus Indonesia menunjukkan jaringan komunikasi tradisional antar orang perorang terbukti merupakan dasar atau basis tidak hanya untuk hubungan sosial tetapi juga untuk informasi pembangunan yang khusus serta perubahan yang diarahkan, bahkan juga di daerah-daerah dimana media massa telah mempengaruhi kehidupan mereka (Adhikarya 1974; Sartono 1984).
Orientasi tingkah laku pada masyarakat tradisional memungkinkan untuk menonjolkan komunikasi dua arah antara perencana proyek dan mereka yang akan menerima amnfaat dari proyek itu dengan tujuan untuk bisa mendorong partisipasi aktif mereka dalam proyek itu. Dalam pada itu, sebagai suatu sektor khusus strategi media massa dapat dihentikan dan sebagai gantinya komunikasi diintegrasikan secara langsung dengan apa yang dianggap sesuai dengan kondisi budaya masyarakat setempat, media tradisonal atau media rakyat yang ada.

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN ILMU FORENSIK DALAM HUKUM PIDANA

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada pros...