Alih fungsi hutan yang memang pengaturannya dan keberadaannya diatur dalam UU, dalam hal ini UU No. 41 Thn. 1999 tentang ”Kehutanan”, sedikit banyak sering disalahgunakan oleh oknum pihak tertentu demi kepentingan golongan dan pribadi, bahkan sering terjadi di Negara ini dimana tak sedikit dari anak Bangsa Negeri ini menggadaikan kedaulatan negara ini dengan menjual hasil kekayaan bumi Republik Indonesia kepada pihak-pihak asing sehingga amanat UUD 1945 pasal 33 dimana sejatinya segala kekayaan yang terdapat di Republik ini diperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat menjadi bias.
Masalah kasus alih fungsi hutan yang melibatkan baik kalangan eksekutif dan legislatif baik pusat maupun daerah yang terjadi di Kabupaten Bintan terdapat suatu fakta yang menarik, pertama adanya penangkapan yang dilakukan oleh KPK terhadap salahsatu anggota Dewan yang memberikan izin persertujuan alih fungsi hutan di Kabupaten Bintan karena dugaan suap yang dilakukan oleh SEKDA Bintan terhadap anggota Dewan tersebut, padahal secara prosedural perizinan pengalihan fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan dalam versi pemerintah Bintan dan Menteri Kehutanan tidak menyalahi aturan Perundang-undangan. Kedua izin yang dimintakan oleh pemerintah Kabupaten Bintan Kepada DPR untuk pengalihan fungsi hutan lindung menjadi Bandar Sri Bintan dan pengembangan kawasan wisata terjadi setelah adanya kegiatan pembangunan di lokasi yang perizinannya sedang berlangsung, sehingga menjadi satu pertanyaan besar apakah perizinan itu dimintakan untuk izin pengalihan hutan lindung atau bukan, karena dalam praktiknya sebelum izin Pengalihan Fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan itu keluar, lokasi yang dimintakan izin tersebut telah diisi beberapa pemukiman.
Pada dasarnya suatu kebijakan yang menyentuh kepentingan publik tidak dapat terjadi tanpa adanya suatu tindakan administrasi yang diwujudkan dalam suatu Putusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara. Tetapi dalam praktik sering terjadi penyalahgunaan wewenang dan manipulasi atruran sehingga sesuatu yang sifatnya ilegal menjadi legal di depan hukum karena adanya penyimpangan prosedural yang terbungkus aturan manipulatif yang melibatkan semua oknum yang berkepentingan. Dalam kesempatan kali ini kami berusaha dalam kapasitas kami untuk membahas dan meninjau secara yuridis peristiwa pengalihfungsian hutan lindung yang terjadi di Kabupaten Bintan, sehingga pada akhirnya dapat membuahkan point-point yang dapat menjawab akan kasus ini.
1.2 Perumusan Masalah
a. Bagaimana pandangan hukum mengenai perizinan terhadap pengalihan fungsi kawasan hutan lindung di Bintan yang diajukan setelah adanya pemukiman dan aktifitas komersil disana, sedangkan izin perubahan fungsi hutan lindung itu sendiri belum ada
b. Apa akibat hukumnya bilamana terbukti perizinan yang telah diberikan untuk pengalihan fungsi kawasan hutan lindung di kabupaten Bintan terbukti terdapat unsur pelanggaran hukum pada saat berlangsungnya prosedur perizinan.
No comments:
Post a Comment