PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kontrol yuridis adalah merupakan bagian dari perkembangan hukum dalam kehidupan bernegara dari awal hingga abad modern ini. Pemikiran zaman dahulu sampai dengan abad ke XVIII yang lebih mengutamakan hukum alam, yang menyatakan bahwa segala-galanya berasal dari Tuhan dan alam, telah menghasilkan suatu kekuasaan yang absolut.
Dalam perkembangan berikutnya muncul reaksi terhadap absolutisme ( tirani )sehingga timbul suatu pemikiran bahwa hal itu harus di hindari, agar tidak terjadi keseweng-wenangan. Muncullah pemikiran tentang pembagian kekuasaan ( trias politica ). Kekuasaan di bagi ke dalam 3 bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan legisltaf, eksekutif dan kekuasaan yudikatif. Ismail sunny menolak pengertian pembagian kekuasaan ( seperation of powers ) dalam hal ini beliau menghendaki pengertian pembagian kekuasaan( Division of powers )
Negara kesejahteraan ( Welfare state )
Sebagai reaksi terhadap pemerintahan yang sewenang-wenang oleh raja-raja ( Monarchi ) pada abad ke 19 muncul paham laissez faire yang mengatakan bahwa negara harus membiarkan atau membebaskan warganya untuk mengurus kepentingannya sendiri, agar ekonomi negara itu tetap sehat (3). bahkan mengenai hal ini Miriam Budiharjo dalam salah satu karya tulisnya mengutip ” the lesat goverment is the best goverment ” (4) paham ini juga terkenal dengan sebutan individualisme, atau liberalisme yang melahirkan sistem kapitalisme. Negara berperan sebagai penjaga malam saja ( Nachwachterstaat ).
Dalam perkembangan selanjutnya ternyata sistem kapitalisme dalam bidang perekonomian secara perlahan-lahan menyebabkan terjadinya kepincangan- kepincangan dalam pembagian sumber-sumber kemakmuran bersama (5)
akibatnya, terjadi proses kemiskinan yang sulit di pecahkan. Hal ini menimbulkan munculnya suatu pemikiran baru yang menghendaki agar keterlibatan negara untuk mengatasi kepincangan-kepincangan yang ada di hidupkan kembali. Negara di anggap tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Negara perlu campur tangan untuk mengatur agar sumber-sumber kemakmuran tidak di kuasai oleh segilintir orang. Sehingga pada permulaan abad ke 20 peran negara sebagai penjaga malam ( Nachwachterstaat ) , berubah menjadi negara kesejahteraan ( welfarestaat ). Pada mulanya paham ini lebih di pelopori oleh aliran sosialisme yang menentang paham individualisme, liberalisme, dan kapitalisme
Konsep welfare staat berkembang di negara-negara eropa , bahkan meluas hampir keseluruh negara-negara di dunia. Pengertian konsep welfare staat secara umum sebenarnya sudah di mulai sejak abad ke XIV dan XV. PTUN adalah merupakan tuntutan dari negara modern welfare state tersebut.
Campur tangan ( intervensi ) negara terhadap bagian-bagian kemasyarakatan terjadi, seperti pelayanan sosial ( sosial securty ), kesehatan, kesejahteraan sosial, pendidikan dan pelatihan, perumahan, dan kegiatan-kegiatan yang bersifat individual maupun kolektif. Konsep welfare state di dalam perundang-undangan kita untuk pertama kali di kenal dengan istilah ”negara pengurus” (6) hal ini tercermin dalam rumusan UUD 1945 yaitu Bab XIV mengenai ” Kesejahteraan sosial” (7). Selain itu menurut Prof Jimly Asshiddiqie , SH. UUD 1945 di samping sebagai konstitusi ekonomi karena UUD 1945 mengandung ide negara kesejahteraan ( Welfare state )
Di amerika serikat Charles H koch, Jr mengatakan perlunya Administrative law review ke dalam Global Administrative karena pengaruh World trade organization ( WTO ) dan uruguay round general agreement of tariff and trade ( GATT ) telah menggeser kedaulatan nasional ke arah supra nasional. Pengabaian kan hal itu akan berakibat kepada global market.
Dalam Undang-Undang No 5 tahun 1986 sengketa administrasi di sebutkan sebagai sengketa tata usaha negara yaitu sengketa antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat di keluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian beradasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan mengenai Kompetensi tata usaha negara yang bersifat konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum.
Selanjutnya philipus hadjon berpendapat bahwa pengertian sengketa administrasi dalam Undang-Undang no 5 tahun 1986 tersebut adalah terlalu sempit sehingga perlu di perluas dengan pengertian perbuatan pemerintah yang berdasarkan wewenang publik. Sebelumnya beliau juga pernah mengemukakan bahwa tindakan hukum tata usaha negara merupakan tindakan hukum publik namun tidak semua tindakan hukum publik adalah berdasarkan hukum administrasi . sengketa administrasi itu jangan hanya sengketa yang timbul sebagai akibat keputrusan tata usaha negara yang tertulis, konkrit, individual, dan seterusnya akan tetapi hendaknya di perluas termasuk semua keputuasan pemerintah yang bersumber dari kewenangan hukum publik . dengan demikian tidak ada lagi kerancuan tentang penafsiran apakah keputusan pemerintah itu tidak termasuk wewenang PTUN atau tidak. Selian itu keragu-raguan oarng untuk menggunakan PTUN untuk memperjuangkan hak-hak yuridisnya akan semakin berkurang dan jumlah perkara di PTUN akan semakin berkembang. Perluasan wewenang tersebut sudah saatnya di lakukan.
Selain daripada itu peran PTUN dalam konteks pemberian keputusan tentang izin penggunaan kawasan lindung yang berada di daerah bintan memang secara empiris melanggar atuarn hukum yang terkait.
KEPUTUSAN DALAM KONTEKS TATA USAHAN NEGARA
Ciri ciri keputusan tata usaha negara / keputusan administratif
Keputusan administrasi merupakan suatu pengertian yang sangat umum dan abstark, yang dalam praktik tampak dalam bentuk keputusan-keputusan yang sangat berbeda. Namun demikian keputusan-keputusan administratif juga mengandung ciri-ciri yang sama, karena akhirnya dalam teori hanya ada satu pengertian ’keputusan administrasif’. Adalah penting untuk mempunyai pengertian yang mendalam tentang keputusan administratif, karena seringkali praktek-praktek keputusan-keputusan/tindakan-tindakan tertentu dapat di kategorikan sebagai keputusan administratif dan hal ini mempunyai korelasi dengan hukum administrasi negara.
Macam-macam keputusan tata usaha negara ( Beschikking )
Seringkali kita menemukan dalam literatur, perbedaan besckking. Menurut E. Utrecht beschikking berarti ketetapan, sedangkan Prajudi Atmosudirjo menyebutnya penetapan. Oleh Utrecht membedakan penetapan atas
Ketetapan positif dan negatif
Ketetapan positif mnimbulkan hak dan kewajiban bagi yang di kenai ketetapan.
Ketetapan negatif tidak menimbulkan perubahan dalam keadaan hukum yang telah ada. Ketetapan negatif dapat berbentuk; pernyataan tidak berkuasa, pernyataan tidak di terima atau suatu penolakan.
Ketetapan deklaratur dan ketetapan konstitutif
Ketetapan deklaratur hanya menyatakan bahwa hukumnya demikian (rechtsvastellende beschikking).
Ketetapan konstitutif adalah membuat hukum (rechtscheppend).
Ketetapan kilat dan ketetapan yang tetap (blijvend);
- menurut Prins, ada empat macam ketetapan kilat : ketetapan yang bermaksud mengubah redaksi (teks) ketetapan lama;
- suatu ketetapan negatif;
- penarikan atau pembatalan suatu ketetapan;
- suatu pernyataan (uitvoerbaarverklaring)
Dispensasi, izin (vergunning), lisensi dan konsesi. (E. Utrecht h. 131. s.d. 137).
Prajudi Atmosudirdjo membedakan dua macam penetapan yaitu penetapan negatif (penolakan) dan penetapan positif (permintaan dikabulkan) Penetapan negatif hanya berlaku satu kali saja, sehingga seketika permintaannya boleh diulangi lagi.
Penetapan positif terdiri atas lima golongan yaitu :
yang menciptakan keadaan hukum baru pada umumnya;
yang menciptakan keadaan hukum baru hanya terhadap suatu objek saja;
yang membentuk atau membubarkan suatu badan hukum;
yang memberikan beban (kewajiban);
yang memberikan keuntungan. Penetapan yang memberikan keuntungan adalah :
- dispensasi : pernyataan dari pejabat administrasi yang berwenang, bahwa suatu ketentuan undang-undang tertentu memang tidak berlaku terhadap kasus yang diajukan seseorang di dalam surat permintaannya;
- izin atau vergunning : dispensasi dari suatu larangan; (?)
- lisensi : izin yang bersifat komersial dan mendatangkan laba;
- penetapan yang memungkinkan konsesionaris mendapat dispensasi, izin, lisensi dan juga semacam wewenang pemerintahan yang memungkinkannya untuk memindahkan kampung, membuat jalan dan sebagainya. Oleh karena itu pemberian konsensi harulah dengan kewaspadaan, kewicaksanaan dan perhitungan yang sematang-matangnya. (Prajudi A. Dalam bukunya “Dasar-dasar Administrasi Management dan Office Management”, h. 203).
No comments:
Post a Comment