7/17/09

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR SECARA KREDIT

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan masyarakat terlihat pada lembaga yang ada pada masyarakat tersebut, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi, maupun hukum. Untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat, maka dilakukan pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan pembangunan itu tidak hanya dilakukan oleh pihak pemerintah saja tetapi juga melibatkan peran serta pihak lain, yakni pihak swasta sebagai salah satu pilar kekuatan.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan nasional di semua bidang, maka peran serta pihak swasta semakin meningkat dalam pelaksanaan pembangunan tersebut. Keadaan itu semakin baik secara maupun tidak langsung menuntut lebih aktifnya kegiatan usaha. Salah satu bidang usaha pihak swasta yang mengalami perkembangan begitu pesat adalah di bidang perdagangan otomotif. Berbagai upaya dilakukan dalam meningkatkan perdagangan otomotif, yang pada dasarnya menciptakan lebih banyak variasi system pemasaran barang yang telah ada. Pihak produsen melihat perkembangan perekonomian masyarakat sebagai peluang untuk memasarkan mobil, sementara konsumen membutuhkan kendaraan bermotor untuk mendukung kecepatan dalam mobilitasnya.

Jual beli adalah salah satu perjanjian dengan mana pihak yang pertama mengikatkan dirinya untuk menyerahkan milik atau suatu barang dan pihak yang lain membayar harga yang telah diperjanjikan.1
Sistem penjualan yang paling marak dalam perdagangan kendaraan bermotor adalah sistem beli sewa (Hire Purchase-Huurkoop), jual beli dengan angsuran ataupun sewa (Renting). Sistem ini dilaksanakan dengan cara pembeli mengangsur biaya tertentu yang telah disepakati dan uang angsuran dianggap sebagai sewa sampai akhirnya setelah pelunasan, barulah dianggap uang angsuran itu sebagai hadiah pembelian kendaraan bermotor yang dibeli sewa. Perjanjian sewa beli di Indonesia dewasa ini berkembang dengan pesat. Hal ini dapat kita lihat dalam praktek sehari-hari, banyaknya peminat dari masyarakat terhadap perjanjian tersebut, terutama dalam pemenuhan kebutuhan sekundernya.
Di Indonesia, perjanjian sewa beli ini belum diatur dalam undang-undang tersendiri, sehingga dalam praktek sering timbul masalah-masalah yang berkaitan dengan lembaga sewa beli tersebut. Dengan keadaan yang demikian ini, lembaga sewa beli dirasa kurang memberikan suatu kepastian hukum. Oleh sebab itu, maka perlu diadakannya suatu perundang-undangan yang mengatur tentang sewa beli. Kendaraan motor merupakan salah satu kebutuhan transportasi yang sangat vital, karena dengan memiliki dan menggunakan kendaraan bermotor dirasa dapat mendukung segala aktifitas manusia itu sendiri. Perjanjian sewa beli mempunyai manfaat ganda, yaitu memberi keuntungan kedua belah pihak, baik bagi penjual maupun pembeli. Bagi penjual sepeda motor untung karena kendaraannya akan lebih banyak terjual. Sedangkan keuntungan bagi pembeli adalah bahwa pembeli akan segera dapat memperoleh barang walaupun mereka belum mempunyai uang yang cukup secara kontan. Secara umum, kesepakatan perjanjian yang ada masih sangat sederhana, yaitu hanya memuat ketentuan pelaksanaan pembelian kendaraan bermotor itu sendiri yang merupakan realisasi dari perjanjian. Dapat dijelaskan pula bahwa kesepakatan yang terjadi di dealer adalah suatu perikatan yang mengikat antara kedua belah pihak.
Dari penjelasan di atas, maka hubungan hukum yang lahir antara pihak dealer dengan pembelinya merupakan suatu hubungan hukum yang lahir karena adanya suatu perjanjian. Dimana sesuai dengan asas kebebasan berkontrak, maka setiap orang dapat melakukan perjanjian yang perjanjian tersebut akan mengikat para pihak yang membuatnya, seperti yang terjadi dalam Dealer Mitra Jaya Bekasi. Kesepakatan atau perjanjian yang ada di dealer Mitra Jaya Bekasi tersebut dapat digolongkan perjanjian sewa beli, karena dalam hal ini pihak dealer akan menyerahkan hak milik sepenuhnya atas sepeda motor kepada setiap pembeli setelah mereka memenuhi dan melaksanakan kewajiban sebagai penyewa sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati bersama. Dalam praktek perjanjian sewa beli menggunakan perjanjian baku atau standar, yaitu dituangkan dalam bentuk formulir. Dari segi biaya dan waktu, bentuk perjanjian memang lebih hemat karena penjual tinggal menyodorkan formulir yang sudah dipersiapkan sebelumnya, sedang calon penyewa tinggal menyatakan kehendaknya untuk menerima atau menolak isi perjanjian tersebut. Akan tetapi, jika diamati bentuk perjanjian seperti ini akan lebih menguntungkan bagi penjual, karena mengenai isi perjanjiannya ditentukan secara sepihak yaitu oleh penjual sepeda motor. Sehingga dalam keadaan yang demikian ini, pembeli hanya bersikap pasif, yaitu tinggal menyatakan menerima atau menolak isi perjanjian yang tertera dalam formulir tersebut. Dalam artian bahwa pihak dealer menawarkan suatu ketentuan saja dan tinggal calon pembeli yang menentukan menerima atau menolak saja, beli tersebut. Maka tidak mungkin jika pengusaha dalam menentukan isi perjanjiannya lebih mementingkan hak-haknya daripada kewajibannya, dan bagi pembeli tidak ada kebebasan untuk ikut menentukan isi perjanjiannya.

Dalam perjanjian jual beli kendaraan bermotor, penyerahan hak milik akan dilakukan pada saat pembayaran angsuran terakhir/pelunasan dan pembeli dilarang untuk menjual atau mengalihkan kendaraan yang menjadi objek jual beli kepada orang lain sebelum dibayar lunas. Namun dalam kenyataan yang ada sering kita jumpai adanya pembeli sewa yang melanggar larangan tersebut.

Dari uraian di atas, maka penulis merasa tertarik dan mempunyai keinginan untuk mengetahui secara lebih mendalam lagi mengenai praktek perjanjian sewa beli sepeda motor di Dealer Mitra Jaya Bekasi. Untuk itu, dalam penulisan skripsi ini, penulis memilih judul “TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR SECARA KREDIT”.

B. Identifikasi Masalah
Dari rumusan masalah di atas, maka permasalahan yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian sewa beli di Dealer Mitra Jaya Bekasi?
2. Bagaimana penyelesaiannya apabila terjadi perselisihan antara pihak yang menyewakan (Dealer) dengan pihak penyewa yang timbul karena adanya wanprestasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Di dalam suatu penelitian pada umumnya mempunyai tujuan tertentu. Begitu juga penulis disini sudah barang tentu tidak terlepas dari adanya tujuan tersebut. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1.Untuk mengetahui lebih jelas tentang bagaimana pelaksanaan perjanjian sewa beli sepeda motor di dealer X.
2.Untuk mengetahui bagaimana cara menyelesaikan masalah antara pihak dealer dan penyewa sepeda motor apabila terjadi perselisihan yang timbul karena wanprestasi.

2. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini mempunyai manfaat bagi perkembangan ilmu hukum. Memberikan kegunaan untuk informasi kepada khalayak umum, mahasiswa-mahasiswa Fakultas Hukum dan umumnya kepada para pembaca untuk mengetahui peraturan-peraturan perundang-undangan, teori, serta asas hukum yang berkembang.

2. Manfaat praktis
a) Menambah wawasan mengenai wanprestasi dan penyelesaian dalam perjanjian sewa beli.
b) Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah skripsi ini.
c) Dapat digunakan untuk pedoman bagi peneliti-peneliti berikutnya

1 comment:

PENERAPAN ILMU FORENSIK DALAM HUKUM PIDANA

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada pros...