10/12/14

Pendapat Hukum Mengenai Leasing

Seorang karyawan sebuah leasing menarik unit sepeda motor yang dipakai oleh saudara pemohon kredit akan tetapi pembawa unit tidak mau tanda tangan berita acara serah terima penarikan kemudian melapor ke kepolisian dengan tuduhan perampasan dan perbuatan tidak menyenangkan.

Analisa hukum
Pada dasarnya sebuah perjanjian kredit adalah masuk dalam hukum perdata yang di atur dalam KUHperdata yang mana di jelaskan dalam pasal 1338 disebutkan

Pasal 1338
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik

Dari isi perjanjian tersebut di atas jelaslah bahwa ketika materi kontrak sudah di tandatangani maka perjanjian itu akan berlaku saat itu juga dan di nyatakan sah secara hukum, biasanya memang untuk kontrak yang ada di pembiayaan sepeda motor ini perjanjian di bawah tangan. Akan tetapi jangan kuatir perjanjian tersebut tetap sah apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian yaitu : adanya kedua belah pihak, adanya obyek tertentu, halalnya perjanjian ( yaitu obyek maupun materinya tidak bermasalah ) Misal perjanjian jual beli narkoba maka hal ini tidak berlaku, atau misalnya barang hasil penggelapan dll, yang terakhir : Orang atau subyek hukum harus cakap secara hukum, yang di maksud cakap adalah tidak di bawah umur, tidak gila,ataupun tidak di bawah tekanan.
Hali ini berdasarkan KUHPper
Syarat-syarat Terjadinya Suatu Persetujuan yang Sah
Pasal 1320 KUH perdata
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang.

Ada memang perjanjian dengan nominal tertentu harus di akta notariilkan lewat notaris sebagai bentuk bukti otentik sebuah perjanjian semisal gross akte notariill ( akte pengakuan hutang) utang piutang perbankkan yang mencapai milyaran. Ini untuk benda tidak bergerak semisal tanah lewat Hipotik istilah hukumnya Credit Verband ,sedangkan untuk benda bergerak dapat lewat fidusia.

Berkaitan dengan permasalahan tersebut di atas maka fidusialah yang pas untuk di bahas.
Undang-undang yang mengatur tentang fidusia di atur dalam UU fidusia nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan fidusia. ( Rekan 2 bisa baca UU nya )
Sedikit point tentang fidusia :
1. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda
yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
2. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan
benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan
Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
3. Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran.
4. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak begerak yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan atau hipotek.
5. Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
6. Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya
dijamin dengan Jaminan Fidusia.
7. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang
Indonesia atau mata uang lainnya, baik secara langsung maupun kontinjen.
8. Kreditor adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.
9. Debitor adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang.
10. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

Trus bagaimana dengan penarikan unit, tentunnya kalau memang custumer sudah melakukan cidera janji,tidak menjalankan kewajiban sebagaimana perjanjian dan atau perjanjian tersebut sudah ada akta fidusianya maka leasing berhak mengekskusi (menarik ) barang jaminan tersebut. Sebab dalam akta tersebut disebutkan di ayat aktanya "DEMI KEADlLAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". Sehingga mempunyai kekuatan ekskutorial sebagaimana mempunyai kekuatan keputusan hakim yang tetap . Ddisebutkan dalam pasal :
Pasal 16
(1) Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata"DEMI KEADlLAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".
(2) Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyaikekuataneksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri.

Jadi Jelaslah unsur pidananya tidak masuk sebab perjanjian ini masuk dalam ranah hukum perdata.

Kesimpulan dan tanya jawab
Mengapa polisi menerapkan pasal perampasan ?
Kalau memang penarikan dengan unsur paksaan dengan kekerasan yang menyebabkan cidera ataupun luka dan dapat membahayakan jiwa seseorang polisi tentunya tidak melihat segi perjanjiannya akan tetapi cara melakukan penarikannya sebab sudah mengancam jiwa seseorang maka pidanalah yang di ambil.
Bagaimana kalau tidak mau di tarik , di paksa kan sulit ?
Inilah bagian terpenting dari negosiasi kita di butuhkan, dalam undang-undang di bolehkan upaya paksa melalui prosedur yang jelas diantaranya harus ada surat serah terima barang jaminan, atau kalau memang tidak mau di bolehkan meminta bantuan polisi untuk mendampingi dan sebagai saksi maupun membantu ekskusi, hal ini di atur dalam UU fidusia.
Pasal 30
Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia.
Penjelasan pasal 30 :
Dalam hal Pemberi Fidusia tidak menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia pada waktu eksekusi
dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dan apabila pertu
dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.

Kalau tidak ada fidusianya gimana ?
Tentunya yang menjadi acuannya adalah pasal 1338 setiap perjanjian akan mengikat dan berlaku sebagai Undang-undang bagi yang membuatnya . Kembali ke azas hukum pidana lex generalis lex spesialis yang artinya Undang-undang yang lebih tinggi mengesampingkan UU yang lebih rendah berdasarkan tata urutan perundangan ketetapan MPR XX thn 1966 (Kalau tidak salah) .................
Proses ekskusi barang barang jaminan memang dalam dia atur oleh KUHper oleh juru sita lewat putusan pengadilan dimana perjanjian tersebut di tandatangani.
Dalam hal perselisihan perdata sebelum masuk litigasi ( Pengadilan) dapat deselesikan lewat non litigasi ( Arbitrase) yang mempunyai keputusan yang sama dengan pengadilan.
Kembali ke masalah penarikan unit tentunya kita tidak menarik akan tetapi kita melakukan upaya mengamankan, mengambil kembali barang jaminan sampai ada penyelesaian (memang bahasa hukum akan mengandung arti berbeda tapi intinya sama ).
Kalau memang ini masalah sengketa antara debitur dan kreditur dalam hal sengketa konsumen sebelum masuk pengadilan harus lewat lembaga yang di namakan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) , lembaga ini akan bertindak sesuai dengan tugas serta wewenang yang melekat,diantaranya konsiliasi dan mediasi kalau memang terjadi jalan buntu barulah menuju proses selanjutnya yaitu Pengadilan.
Apakah unit bisa di jual dulu ?
Karena unit yang di amankan sebagai bukti dalam sengketa konsumen kita dapat meminta putusan sela lewat BPSK untuk menjual unit dengan syarat yang disepakati dua belah pihak, apabila sengketa masuk ke pengadilan bukti surat jual beli dapat di jadikan bukti ,tentunya pengadilan akan memutus berdasarka pertimbangan putusan di BPSK. Putusan akan mengacu ke ganti rugi secara nominal.
Bagaimana tentang pasal perbuatan tidak menyenangkan ?
Pasal ini boleh di katakan dalam bahasa kalangan orang hukum adalah pasal karet,mengapa disebut demikian karena secara historis negara kita pernah di jajah negara belanda dan produk Undang-undang pidana Indonesia tentunya buatan kolonial juga khususnya KUHP, pasal ini di buat di latar belakangi untuk mengurangi ruang batas rakyat jajahan terhadap feodalisme belanda untuk menentang penjajah.
Pasal 335
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1. barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan,sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan,baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;
2 barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
(2) Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena

Nah apakah apakah perbuatan kita menarik unit mengandung unsur pidana atau unsur atas perbuatan tidak menyenangkan , pengadilan yang akan membuktikan.

Penyelesaian Kesimpulan
Semua orang saya yakin tidak mau bermasalah dengan hukum dan tentunya tidak mau berurusan dengan pengadilan, kita sudah meminimalisir hal tersebut, upaya yang dilakukan seharusnya menyelesaikan masalah dengan cara yang baik dengan non litigasi sebelum masuk ke pengadilan.
Kalau taat hukum mestinya harus menghargai proses hukum, tetapi pertanyaannya apakah hukum sudah berjalan sebagaimana mestinya, sebab hukum masih carut marut ada adagium kalau terkena masalah hukum kita lapor kehilangan ayam malah akan kehilangan sapi.
Tak ada gading yang tak retak, kritik dan saran atau diskusi koreksi saya tunggu untuk merefresh kemampuan kita.

Ditulis oleh Prasetiyo

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN ILMU FORENSIK DALAM HUKUM PIDANA

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada pros...