12/22/12

Bab. IV Analisis Hasil Penelitian Peran Alat Bukti Dalam Pembuktian Tindak Pidana


A. Peran Alat Bukti Dalam Pembuktian Perkara Pidana 
Berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana di Indonesia yang masih menganut sistem pembuktian secara Negatief Wettelijk dalam pembuktian sebuah perkara pidana di Indonesia yang pada dasarnya adalah demi mencari kebenaran materil dan kepastian hukum pidana yang semakin nyata dibutuhkan di dalam suatu masyarakat. Hal ini haruslah dijalankan berdasarkan aturan-aturan yang telah dibuat, yaitu aturan yang menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut, serta menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenai atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan dan menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak dijelaskan secara eksplisif mengenai pengertian pembuktian dalam pasal-pasal tertentu, namun mengenai pengertian pembuktian ini tersebar pada satu bab khusus mengenai pembuktian dan putusan dalam acara pemeriksaan biasa, yaitu yang terdapat di dalam Pasal 183 sampai dengan Pasal 202 KUHAP. Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa pentingnya pembuktian didalam penyelesaian suatu perkara pidana di Indonesia.
Suatu pembuktian menurut hukum merupakan suatu proses menentukan substansi atau hakekat adanya fakta-fakta yang diperoleh melalui ukuran yang layak dengan pikiran yang logis terhadap fakta pada masa lalu yang tidak terang menjadi fakta yang terang dalam hubungannya didalam perkara pidana. Hukum pembuktian pada dasarnya merupakan ketentuan yang mengatur mengenai proses pembuktian.
Di dalam Pasal 183 KUHAP menjelaskan tentang apa apa yang diharuskan di dalam suatu pembuktian perkara pidana di Indonesia diantaranya perlunya minimal dua alat bukti yang sah yang memperoleh keyakinan hakim bahwa telah terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya, hal ini sangat penting karena menjadi patokan dalam proses pembuktian di Indonesia, gunanya adalah tidak lain dari untuk mencari suatu kebenaran materil. Hal ini sejalan dengan tujuan hukum acara pidana yang antara lain dapat dibaca didalam pedoman pelaksanan KUHAP yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman sebagai berikut :
“ Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat di dakwakan melakukan suatu pelangaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang di dakwakan itu dapat di persalahkan.”
Prinsip batas minimal pembuktian yang terdiri sekurang-kurangnya dua alat bukti, bisa terdiri dari dua orang saksi atau saksi di tambah satu alat bukti yang lain, hal ini merupakan batasan pembuktian yang lebih ketat dari pada dahulu yang di atur di dalam HIR yaitu pada Pasal 292 sampai dengan Pasal 322 tentang permusyawaratan, bukti dan putusan hakim, hal ini sangat berdampak pada suasana penyidikan yang tidak lagi main tangkap dulu baru nanti di pikirkan pembuktian, namun metode kerja penyidik menurut KUHAP haruslah di balik yaitu lakukan penyidikan dengan cermat dengan teknik dan taktis investigasi yang mampu mengumpulkan bukti yakni alat-alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP dan termasuk bukti lain yang berasal dari barang-barang bukti hasil kejahatan. Dari bukti bukti tersebut baru dilakukan pembuktian.
Mengenai barang-barang bukti yang dimaksud yaitu diatur didalam Pasal 39 KUHAP tentang apa apa yang dapat dikenakan tidakan penyitaan oleh penyidik di tempat kejadian perkara yang dapat dikatakan sebagai barang bukti. Di pengadilan barang bukti tersebut dipergunakan pada saat pemeriksaan barang bukti guna dilakukanya pengesahan terhadap barang bukti tersebut yang dilakukan dengan cara memperlihatkan langsung kepada terdakwa maupun saksi, lalu diberikan pertanyaan baik kepada terdakwa maupun saksi yang berhubungan dengan barang bukti yang dihadirkan didalam persidangan guna terang dan ditemukannya fakta-fakta mengenai kesalahan terdakwa atau ketidaksalahan tedakwa sendiri (guilty or not guilty). Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa pentingnya adanya pemeriksaan barang bukti di pengadilan guna mengungkapkan suatu peristiwa pidana.
Membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa, sehingga dapat diterima oleh akal terhadap kebenaran suatu peristiwa tersebut. Dalam proses acara pidana sangat diperlukan adanya pembuktian yang memegang peranan penting didalam sistem pembuktian yang dianut di Indonesia. Bahwa di dalam Pasal 183 KUHAP ini diisyaratkan pula bahwa segala pembuktian haruslah didasarkan atas adanya keyakinan hakim terhadap minimum alat bukti yang diatur di dalam undang-undang ini. Pembuktian ini juga diatur di dalam aturan yang dahulu diatur HIR pada Pasal 294 yaitu sebagai berikut :
“Tidak seorangpun boleh dikenakan hukuman, selain jika hakim mendapatkan keyakinan dengan alat bukti yang sah, bahwa benar  telah terjadi perbuatan yang dapat dihukum dan bahwa orang yang dituduh itulah yang salah tentang perbuatan itu.”
Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa didalam sistem pumbuktian di Indonesia baik dahulu yang di atur di dalam HIR maupun sekarang yang diatur di dalam KUHAP mengisyaratkan pentingnya keyakinan hakim dalam pembuktian perkata pidana.
“Menurut Subekti, ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid) dan kesewenang-wenangan (willekeur) akan timbul apabila hakim, dalam melaksanakan tugasnya tersebut, diperbolehkan menyandarkan putusan hanya atas keyakinannya, biarpun itu sangat kuat dan sangat murni. Keyakinan hakim itu harus didasarkan pada sesuatu, yang oleh undang-undang dinamakan alat bukti”.

B.     Tahap-tahap pengumpulan alat bukti serta kendala-kendala dalam peninjauan barang bukti pembuktian perkara pidana di Pengadilan

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN ILMU FORENSIK DALAM HUKUM PIDANA

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada pros...