A. Peran
Alat Bukti Dalam Pembuktian Perkara Pidana
Berlakunya
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana di Indonesia yang
masih menganut sistem pembuktian secara Negatief Wettelijk dalam
pembuktian sebuah perkara pidana di Indonesia yang pada dasarnya adalah demi
mencari kebenaran materil dan kepastian hukum pidana yang semakin nyata
dibutuhkan di dalam suatu masyarakat. Hal ini haruslah dijalankan berdasarkan
aturan-aturan yang telah dibuat, yaitu aturan yang menentukan
perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh, yang dilarang, dengan disertai
ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar
larangan tersebut, serta menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka
yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenai atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan dan menentukan dengan cara bagaimana
pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
melanggar larangan tersebut.
Bahwa di
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak
dijelaskan secara eksplisif mengenai pengertian pembuktian dalam pasal-pasal
tertentu, namun mengenai pengertian pembuktian ini tersebar pada satu bab
khusus mengenai pembuktian dan putusan dalam acara pemeriksaan biasa, yaitu
yang terdapat di dalam Pasal 183 sampai dengan Pasal 202 KUHAP. Hal ini
mengisyaratkan kepada kita bahwa pentingnya pembuktian didalam penyelesaian
suatu perkara pidana di Indonesia.
Suatu pembuktian
menurut hukum merupakan suatu proses menentukan substansi atau hakekat adanya
fakta-fakta yang diperoleh melalui ukuran yang layak dengan pikiran yang logis
terhadap fakta pada masa lalu yang tidak terang menjadi fakta yang terang dalam
hubungannya didalam perkara pidana. Hukum pembuktian pada dasarnya merupakan
ketentuan yang mengatur mengenai proses pembuktian.
Di dalam
Pasal 183 KUHAP menjelaskan tentang apa apa yang diharuskan di dalam suatu
pembuktian perkara pidana di Indonesia diantaranya perlunya minimal dua alat
bukti yang sah yang memperoleh keyakinan hakim bahwa telah terjadinya suatu
tindak pidana dan terdakwalah pelakunya, hal ini sangat penting karena menjadi
patokan dalam proses pembuktian di Indonesia, gunanya adalah tidak lain dari untuk
mencari suatu kebenaran materil. Hal ini sejalan dengan tujuan hukum acara
pidana yang antara lain dapat dibaca didalam pedoman pelaksanan KUHAP yang
dikeluarkan oleh Menteri kehakiman sebagai berikut :
“ Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari
dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil, ialah
kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan
ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari
siapakah pelaku yang dapat di dakwakan melakukan suatu pelangaran hukum, dan
selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan
apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang
di dakwakan itu dapat di persalahkan.”
Prinsip
batas minimal pembuktian yang terdiri sekurang-kurangnya dua alat bukti, bisa
terdiri dari dua orang saksi atau saksi di tambah satu alat bukti yang lain,
hal ini merupakan batasan pembuktian yang lebih ketat dari pada dahulu yang di
atur di dalam HIR yaitu pada Pasal 292 sampai dengan Pasal 322 tentang
permusyawaratan, bukti dan putusan hakim, hal ini sangat berdampak pada suasana
penyidikan yang tidak lagi main tangkap dulu baru nanti di pikirkan pembuktian,
namun metode kerja penyidik menurut KUHAP haruslah di balik yaitu lakukan
penyidikan dengan cermat dengan teknik dan taktis investigasi yang mampu
mengumpulkan bukti yakni alat-alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP dan
termasuk bukti lain yang berasal dari barang-barang bukti hasil kejahatan. Dari
bukti bukti tersebut baru dilakukan pembuktian.
Mengenai barang-barang bukti yang dimaksud yaitu
diatur didalam Pasal 39 KUHAP tentang apa apa yang dapat dikenakan tidakan
penyitaan oleh penyidik di tempat kejadian perkara yang dapat dikatakan sebagai
barang bukti. Di pengadilan barang bukti tersebut dipergunakan pada saat
pemeriksaan barang bukti guna dilakukanya pengesahan terhadap barang bukti
tersebut yang dilakukan dengan cara memperlihatkan langsung kepada terdakwa
maupun saksi, lalu diberikan pertanyaan baik kepada terdakwa maupun saksi yang
berhubungan dengan barang bukti yang dihadirkan didalam persidangan guna terang
dan ditemukannya fakta-fakta mengenai kesalahan terdakwa atau ketidaksalahan
tedakwa sendiri (guilty or not guilty). Hal ini mengisyaratkan kepada
kita bahwa pentingnya adanya pemeriksaan barang bukti di pengadilan guna
mengungkapkan suatu peristiwa pidana.
Membuktikan
mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa,
sehingga dapat diterima oleh akal terhadap kebenaran suatu peristiwa tersebut.
Dalam proses acara pidana sangat diperlukan adanya pembuktian yang memegang
peranan penting didalam sistem pembuktian yang dianut di Indonesia. Bahwa di
dalam Pasal 183 KUHAP ini diisyaratkan pula bahwa segala pembuktian haruslah
didasarkan atas adanya keyakinan hakim terhadap minimum alat bukti yang diatur
di dalam undang-undang ini. Pembuktian ini juga diatur di dalam aturan yang
dahulu diatur HIR pada Pasal 294 yaitu sebagai berikut :
“Tidak seorangpun boleh dikenakan hukuman, selain jika
hakim mendapatkan keyakinan dengan alat bukti yang sah, bahwa benar telah
terjadi perbuatan yang dapat dihukum dan bahwa orang yang dituduh itulah yang
salah tentang perbuatan itu.”
Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa didalam sistem
pumbuktian di Indonesia baik dahulu yang di atur di dalam HIR maupun sekarang
yang diatur di dalam KUHAP mengisyaratkan pentingnya keyakinan hakim dalam
pembuktian perkata pidana.
“Menurut Subekti, ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid)
dan kesewenang-wenangan (willekeur) akan timbul apabila hakim, dalam
melaksanakan tugasnya tersebut, diperbolehkan menyandarkan putusan hanya atas
keyakinannya, biarpun itu sangat kuat dan sangat murni. Keyakinan hakim itu
harus didasarkan pada sesuatu, yang oleh undang-undang dinamakan alat bukti”.
B. Tahap-tahap pengumpulan
alat bukti serta kendala-kendala dalam peninjauan barang bukti pembuktian
perkara pidana di Pengadilan
No comments:
Post a Comment