4/26/12

ANALISIS YURIDIS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA TERHADAP ISTRI MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004

A.    LATAR BELAKANG
Rumah tanggga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, rumah tangga juga merupakan sendiri dasar dalam membina dan terwujudnya suatu Negara. Indonesia sebagai Negara yang berlandaskan Pancasila yang didukung oleh umat beragama mustahuil bisa terbentuk rumah tangga tanpa perkawinan. Karena perkawinan tidak lain adalah permulaan dari rumah tangga. Perkawinan merupakan aqad dengan upacara ijab qobul antara calon suami dan istri untuk hidup bersama sebagai pertalian suci (sacral), untuk menghalalkan hubungan kelamin antara pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga dalam memakmurkan bumi Allah SWT yang luas ini. Dengan perkawinan terpeliharalah kehormatan, keturunan, kesehatan jasmani dan rohani, jelaslah nasab seseorang.1

Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pasal 1 ayat (1) disebutkan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga menurut Pasal 5 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat dikategorikan sebagai berikut : kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual atau penelantaran rumah tangga. Yang dimaksud dengan kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Sedangkan kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan seksual meliputi : pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Stigmatisasi bahwa pemegang kendali dalam rumah tangga adalah suami juga merupakan dampak ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam lingkungan keluarga.  Sehingga suami menganggap bahwa istri tidak perlu bekerja dan hanya bergantung kepada suami. Hal ini menjadikan suami dapat bertindak semena-mena terhadap istri. Tindakan semena-mena yang di maksud dalam hal ini adalah pemegang kendali keuangan adalah suami sedangkan istri hanya berhak menerima apa yang telah diberikan suami. Hal semacam ini kerap kali terjadi bahkan perlakuan semacam ini telah mengarah pada sebuah penelantaran terhadap istri dalam kehidupan rumah tangga.  
Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dan penelantaran dalam rumah tangga, maka penulis memilih judul penelitian Analisis Yuridis Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Istri Menurut Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2004


No comments:

Post a Comment

PENERAPAN ILMU FORENSIK DALAM HUKUM PIDANA

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada pros...