Melihat kenyataan di atas, penulis menyadari bahwa bagi kebanyakan kita, komputer baru berfungsi sebagai mesin ketik yang lebih canggih, yang tidak memerlukan tenaga dalam menekan tuts-tuts keyboard-nya, tidak memerlukan kertas karbon untuk membuat rangkapannya dan tidak memerlukan tip-ex untuk menghapus kesalahan. Walau pun sudah menggunakan komputer, sistem informasi semacam ini masih digolongkan dalam sistem informasi manual.
Sebagai suatu mesin pengolah data, komputer merupakan alat bantu yang tepat bila ada pekerjaan yang dilakukan secara berulang, yang tentunya akan membosankan bila dilakukan oleh manusia. Di kantor penulis misalnya, menyusun surat pengantar bagi mahasiswa yang akan melaksanakan Kerja Praktek adalah salah satu pekerjaan rutin yang selalu berulang. Dalam surat pengantar itu, yang berubah hanya nomer surat, tanggal, nama dan nomer stambuk mahasiswa yang akan melaksanakan Kerja Praktek serta nama dan alamat perusahaan tujuan Kerja Praktek tersebut. Tentu saja akan menghabiskan waktu dan sangat membosankan bila surat seperti itu setiap kali harus diketik ulang. Demikian juga, pada hakekatnya sama saja dengan mengetik ulang sebenarnya jika surat tersebut setiap kali harus di-copy dan di-paste ke halaman baru. Jika sistem informasinya sudah benar-benar berbasis komputer, maka yang perlu diketik masuk hanya nomer stambuk mahasiswa dan nama perusahaan tujuan Kerja Praktek saja. Nomer surat, tanggal, nama mahasiswa dan surat itu sendiri mestinya secara otomatis tinggal dicetak keluar setelah nomer stambuk mahasiswa dan nama perusahaan tujuan Kerja Praktek diketik masuk dengan menggunakan satu form tertentu. Bukan itu saja, suatu sistem informasi yang benar-benar berbasis komputer mestinya bisa secara otomatis dapat mengeluarkan daftar surat pengantar Kerja Praktek yang sudah dikeluarkan, baik berdasarkan urutan nomer surat dan tanggal, atau berdasarkan nomer stambuk mahasiswa, misalnya.
Tentu saja banyak lagi dalam bidang administrasi yang bisa dibantu oleh komputer selain membuat surat. Semua pekerjaan yang secara rutin dilakukan berulang-ulang, semua pekerjaan yang memerlukan ingatan kuat dan kalkulasi yang akurat, pekerjaan-pekerjaan yang membosankan dan selalu membuka peluang kesalahan manusiawi, semua ini akan lebih mudah dan lebih sederhana jika dikerjakan dengan bantuan komputer. Tapi, harus diingat bahwa tidak semua memang pekerjaan menjadi lebih baik dan lebih mudah jika dilaksanakan dengan bantuan komputer. Pekerjaan yang memerlukan tanggungjawab dan akuntabilitas tidak akan lebih baik jika diserahkan kepada komputer untuk mengerjakannya. Sebab komputer tidak bisa mempertanggung-jawabkan pekerjaan yang dilakukannya, komputer tidak bisa dimutasi, diberi sanksi atau diberhentikan dengan tidak hormat, komputer tidak bisa dihukum karena kesalahannya. Sebagai contoh misalnya ketika terjadi kesalahan atau gangguan pada sistem komputer suatu Bank sehingga terjadi kekacauan dalam pencatatan saldo rekening ATM (Automatic Teller Machine), maka komputer jelas tidak bisa mengganti uang nasabah yang hilang, atau uang Bank yang hilang, bahkan vendor yang men-supply peralatan komputer itu pun tidak bisa dituntut untuk mengganti uang yang hilang akibat kesalahan sistem. Perlu diingat bahwa tidak ada sistem komputer yang bebas kesalahan (error free), yang ada adalah sistem yang punya toleransi terhadap kesalahan (fault tolerant).
Penulis teringat dengan instansi-instansi pelayanan publik seperti PT. PLN dan PDAM yang biasa menyalahkan komputer-nya jika terjadi kesalahan dalam pencatatan jumlah tagihan kepada pelanggan. Padahal semua orang tahu, bukanlah komputer yang mendatangi rumah-rumah pelanggan untuk mencatat meteran listrik dan meteran air, melainkan petugas. Kita semua tahu bahwa komputer hanya berfungsi sebagai alat bantu, ketika manusia terlalu lelah atau terlalu bosan untuk mengerjakan suatu pekerjaan, maka bagian yang melelahkan dan membosankan dari pekerjaan itulah yang diserahkan kepada komputer, dengan tanggungjawab sepenuhnya tetap ada pada petugas atau pejabat yang menggunakan komputer tersebut. Kita semua mengenal konsep “garbage in - garbage out”, sampah dimasukkan ke komputer, sampah pula yang akan dihasilkannya!
Alangkah baiknya jika para penentu kebijakan dapat menimbang-nimbang dengan baik sebelum menerapkan otomatisasi atau komputerisasi di tempat pekerjaannya. Seyogyanya terlebih dahulu dipilah-pilah dengan cermat, mana bagian-bagian dari pekerjaan yang akan lebih cepat, lebih rapih, lebih teliti dan lebih akurat jika dikerjakan oleh tangan-tangan manusia yang trampil dan cekatan secara manual saja, dan mana pekerjaan yang akan lebih baik jika dikerjakan dengan bantuan komputer. Penulis sendiri pernah mengalami dua jam menunggui seorang sekretaris di sebuah kantor instansi yang terpandang di Makassar ini mencoba membuat print-out alamat di atas amplop sebuah surat yang penulis perlukan. Seandainya sang sekretaris menggunakan mesin ketik manual, mungkin dua menit saja sudah selesai, atau jika sang sekretaris mengenali fasilitas “Envelopes and Labels” yang ada dalam paket pengolah kata (Word Processor)-nya, tentu amplop itu selesai dalam bilangan detik saja. Tapi nyatanya penulis telah menunggu amplop itu selesai tercetak selama dua jam. Untung ketika itu hujan deras di luar, dan kantor tempat sang sekretaris bekerja cukup nyaman untuk bersabar menunggu.
No comments:
Post a Comment