1/10/10

ASPEK-ASPEK PSIKOLOGI DALAM SUKSES KARIER

Oleh : Dr. A.A.Anwar Prabu Mangkunegara,M.Psi.
Pendahuluan
Pada abad ke 21, era globalisasi ini terjadi persaingan di berbagai sektor terutama bisnis sangat tajam. Untuk memenangkan persaingan tersebut, perusahaan berjuang memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) tertentu dibandingkan dengan pesaingnya. Keunggulan kompetitif perusahaan dibentuk melalui berbagai cara seperti menciptakan produk dengan desain yang unik, penggunaan teknologi modern, desain organisasi dan utilisasi pengelolaan sumber daya manusia secara efektif. Oleh karena itu pimpinan perusahaan memerlukan sumber daya manusianya (SDM) yang memenuhi kualifikasi persyaratan psikologis dengan berkualitas optimal agar mereka mampu mencapai kinerja tinggi; sehingga mampu mendudukan perusahaan pada posisi lebih kuat dibandingkan dengan kompetensi yang dimiliki pelaku bisnis pesaing.

Secara psikologis, sebenarnya pasar global terjadi oleh adanya perubahan pola kehidupan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pola kehidupan masyarakat yang sebelumnya berorientasi pada pangsa pasar (market share) menjadi pasar bebas (global market). Perubahan pola dasar tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat, sebagaimana perluasan pasar terutama dengan nilai-nilai sosial dan budaya (Granovetter dalam Dieter-Evers, 1988:78). Begitu pula Van Kessel (1996:97) berpendapat bahwa “pasar global merupakan suatu sikap, cara berpikir, suatu tatanan baru sebagai akibat terjadinya pertukaran secara bebas di bidang ekonomi, politik dan kebudayaan”. Menurut A. Sonny Kerap,(1998: 221) bahwa: “Pasar global sebagai pranata moral yang dapat memberikan keuntungan bagi semua pihak, karena moral dijadikan landasan pasar global dan merupakan modal bagi dunia bisnis untuk mempersiapkan diri agar mampu bersaing secara sehat dan fair”; sedangkan Elashmawi dan Harris, (1996:65) berpendapat bahwa “kesuksesan perdagangan pada pasar global tidak hanya mengandalkan kekuatan modal dan teknologi saja, tetapi juga kekuatan kebudayaan bangsa.” Oleh karena itu, SDM era global dipersyaratkan memiliki kualifikasi psikologis antara lain mindset global, persepsi, motivasi berprestasi, sikap mental kewirausahaan.
1. Mindset Global
Di Era global, SDM perusahaan harus memiliki mindset global yaitu memiliki kerangka berpikir global yang mampu mengantisipasi tuntutan global. Secara psikologis, SDM tersebut mampu mengintegrasikan fungsi lima kecerdasan (IQ, EQ, SQ, MQ dan AQ). Artinya SDM perusahaan tersebut tidak hanya cerdas intelektual(IQ) saja, tetapi pula cerdas bertindak bijaksana(EQ), cerdas mematuhi nilai-nilai, norma dan peraturan yang berlaku(SQ), memiliki tanggung jawab moral (MQ) dan cerdas untuk selalu bangkit dan berjuang keras dalam mencapai tujuan organisasi(AQ). Kemampuan mengintegrasikan lima kecerdasan tersebut akan membentuk SDM memiliki kepribadian dewasa mental(maturity personality). Hal ini sesuai dengan pendapat Gordon W. Allport yang berpendapat bahwa karakteristik SDM dewasa mental adalah : Pertama, Hidup dan bekerja untuk kepentingan orang banyak secara tulus (Extention of the self). Kedua, Berperilaku objektif (jujur), mampu mawas diri, evaluasi diri dan pengendalian dirinya baik (Objectivication of the self and Self of humor). Ketiga, Memiliki falsafah dan pedoman hidup yang jelas sesuai kitab sucinya (Unifying of philosophy of life). Dengan kata lain, SDM yang memiliki kompetensi sebagai manusia visioner, kerja keras dan berakhlaq mulia.
2, Persepsi Bekerja
Secara psikologis, Persepsi adalah suatu proses menyeleksi stimulus dan diartikan. Dengan kata lain persepsi merupakan suatu proses pemberian arti atau makna terhadap suatu objek yang ada pada lingkungan perusahaan. Persepsi mencakup penafsiran objek, penerimaan stimulus, pengorganisasian stimulus, dan penafsiran terhadap stimulus. Stimulus yang dimaksud adalah kehidupan perusahaan di Indonesia. Dengan demikian persepsi SDM perusahaan adalah SDM yang mampu memaknakan bekerja itu suatu kenikmatan dan mereka merasa nikmat dalam bekerja, sehingga mereka mampu mencapai kinerja kerja bahkan kinerja akherat. Sebagaimana Allah SWT menciptakan manusia dan Jin hanya untuk beribadah mencapai ridhoNya. Bekerja yang dimaknakan beribadah kepada Allah SWT akan menjadikan SDM itu bekerja keras yang dilandaskan kepada moral, guna mencapai prestasi maksimal. Mereka akan memiliki kesetiaan kepada nilai-nilai utama dalam mencapai tujuan organisasi perusahaan.
Persepsi SDM terhadap kehidupan kerja di perusahaan akan mempengaruhi motivasinya dalam berprestasi. Persepsi SDM yang negatif dalam kehidupan kerja akan menjadikan mereka menolak atau tidak termotivasi untuk berprestasi. Begitu pula sebaliknya bagi mereka yang memiliki persepsi positif akan menerima menjadi SDM itu berprestasi maksimal.

3. Motivasi Berprestasi
Motivasi berprestasi berkoperasi dapat diartikan sebagai dorongan yang ada dalam diri untuk melakukan kegiatan kerja dengan sebaik-baiknya agar mencapai tujuan organisasi perusahaan
Berdasarkan pendapat David McClelland dikemukakan bahwa karakteristik SDM yang memiliki motivasi berprestasi tinggi antara lain :a. Memiliki tanggung jawab pribadi tinggi, b. Memiliki program kerja berdasarkan rencana dan tujuan yang realistik serta berjuang untuk merealisasikannya, c. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan berani mengambil risiko yang dihadapinya dengan perhitungan,
d. Melakukan pekerjaan yang berarti dan menyelesaikannya dengan hasil yang memuaskan, e.memiliki keinginan menjadi orang terkemuka yang menguasai bidang tertentu.
Motivasi berprestasi seharusnya tumbuh pada semua lapisan masyarakat Indonesia. Hal ini karena kehidupan di Indonesia berlandaskan pada Pancasila dan diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 33. Dengan demikian jelaslah bahwa masyarakat Indonesia seharusnya mampu bekerja dengan memiliki motivasi berprestasi tinggi agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat secara sosial ekonomi.
4. Toleransi Stres Kerja
Stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari Simpton antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan. Bahkan akibat stress dapat menyebabkan terkena penyakit jantung, liver, dan strok.
Ada 4 (empat) pendekatan terhadap stres kerja, yaitu : dukungan sosial (social Support), meditasi (meditation), biofeedback, dan program kesehatan pribadi (personal wellness programs). Pendekatan tersebut sesuai dengan pendapat Keith Davis dan John W. Newstrom, (1999:490) yang mengemukakan bahwa “Four approaches that of ten involve employee and management cooperation for stress management are social support, meditation, biofeedback and personal wellness programs”.
a. Pendekatan Dukungan Sosial
Pendekatan ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan sosial kepada karyawan, misalnya bermain game, lelucon dan bodor kerja, silaturrahmi kepada tetangga, keluarga dan relasi.
b. Pendekatan Biofeedback
Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan dokter, psikiater, dan psikolog, sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan stress yang dialaminya.
c. Pendekatan Kesehatan Pribadi.
Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam hal ini karyawan secara periode waktu yang kontinyu memeriksa kesehatan, melakukan relaksasi otot, pengaturan gizi, dan olahraga secara teratur, penyaluran hobi(rekreasi, karoke, memancing, menari. Berkebun, memelihara ikan, memelihara burung.
d. Meditasi
Pendekatan ini dilakukan dengan cara melakukan konsentrasi khusus dengan pemusatan pikiran agar kerja pikiran menjadi rileks. Misalnya olah raga Yoga, olah raga pernafasan (Kalimasada) dan dzikir bersama ataupun secara individu serta sholat Tahajut.

Mendeteksi penyebab stres dan bentuk reaksinya, maka ada 3 (tiga) pola dalam mengatasi stres yaitu pola sehat, pola harmonis, dan pola psikologis.
Pola Sehat, adalah pola menghadapi stres yang terbaik, yaitu berpikir sehat dan logis dengan kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stres tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi sehat dan berkembang. Mereka yang tergolong kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga ia tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan meskipun sebenarnya tantangan dan tekanan cukup banyak.
Pola Harmonis, adalah pola menghadapi stres dengan kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dalam pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur. Ia pun selalu menghadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan memberikan kepercayaan yang penuh. Dengan demikian akan terjadi keharmonisan dan keseimbangan antara tekanan yang diterima dengan reaksi yang diberikan. Demikian juga terhadap keharmonisan antara dirinya dan lingkungan.
Pola Patalogis, ialah pola menghadapi stres dengan berdampak berbagai gangguan fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini, individu akan menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak memiliki kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang berbahaya karena bisa menimbulkan berbagai masalah-masalah yang buruk.
Untuk menghadapi stres dengan cara sehat atau harmonis, tentu banyak hal yang dapat dikaji. Dalam menghadapi stres, dapat dilakukan dengan tiga strategi, yaitu (1) Memperkecil dan mengendalikan sumber-sumber stres, (2) menetralkan dampak yang ditimbulkan oleh stres, dan (3) Meningkatkan daya tahan pribadi.
Dalam strategi pertama, perlu dilakukan penilaian terhadap situasi sumber-sumber stres, mengembangkan alternatif tindakan, mengambil tindakan yang dipandang paling tepat, mengambil tindakan yang lebih positif, Memanfaatkan umpan balik dan sebagainya. Strategi kedua, dilakukan dengan mengendalikan berbagai reaksi baik jasmaniah, emosional, maupun bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri. Dalam membentuk mekanisme pertahanan diri dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya menangis menceritakan masalah kepada orang lain, humor (melucu), istirahat dan sebagainya. Sedangkan dalam menghadapi reaksi emosional, adalah dengan mengendalikan emosi secara sadar, dan mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan. Strategi ketiga, dilakukan dengan memperkuat diri sendiri, yaitu dengan lebih memahami diri, memahami orang lain, mengembangkan ketrampilan pribadi, berolahraga secara teratur, beribadah, pola-pola kerja yang teratur dan disiplin, mengembangkan tujuan dan nilai-nilai yang lebih realistik.
Di atas semua ini, nilai-nilai agama dalam bentuk keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan pondasi yang paling utama, kecil kemungkinannya akan memperoleh dampak negatif dari stres, akan tetapi sebaliknya ia mampu mengendalikan stres ini secara lebih bermakna. Hidup bahagia adalah hidup yang memiliki keseimbangan antara banyak stres dan kurang stres, dan mengendalikannya menjadi eutres.

5. Sikap Mental Kewirausahaan
SDM perusahaan sudah seharusnya merupakan orang-orang yang memiliki sikap mental kewirausahaan. Kewirausahaan adalah sikap mental SDM yang pro aktif dengan mengambil prakarsa inovatif, berani mengambil risiko moderat yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip kerja guna mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata dan kesejahteraan hidupnya.
Karakteristik SDM yang memiliki sikap mental kewirausahaan antara lain memiliki kemampuan mewujudkan impian bisnis di perusahaannya(dream); mampu mengambil keputusan secara tepat dengan perhitungan(decisiveness); mereka tidak menunda-nunda dalam memanfaatkan peluang bisnisnya(doers); melaksanakan segala aktivitas perusahaan dengan penuh tanggung jawab dan pantang menyerah(determination); memiliki dedikasi kerja yang sangat tinggi dan bekerja tidak mengenal lelah(dedication); memiliki kegemaran mencintai bisnis dan produk yang dihasilkan(devotion); mereka tidak mengabaikan factor-faktor yang dapat menghambat bisnisnya; mereka tidak mau hidup menggantung kehidupan orang lain(destiny); mereka mengutamakan kesuksesan bisnis perusahaannya untuk peningkatan kesejahteraan (dollars); dan mampu memberikan mendestribusikan kegiatan kepada orang yang dipercaya untuk kesuksesan organisasi perusahaan.

6. Kepemimpinan Kerja
SDM Perusahaan perlu memiliki kepemimpinan kerja yang efektif “Super Teamwork atau Super Leader”agar mampu mencapai kinerja organisasi perusahaan yang maksimal. Dalam implementasinya, Pimpinan sebagai atasan menentukan fungsi bawahan secara jelas pada setiap individu SDM (Direktur, manajer, Kasubag, Ka.Seksi, Staf Karyawan) dan unit kerja dengan target yang menantang (target mingguan, bulanan, triwulan, semester, tahunan, dan 5 tahunan). Kemudian memerankan setiap unit kerja untuk berkompetisi secara sehat dalam mencapai target kerja tersebut. Pimpinan mengkondisikan agar setiap individu karyawan berpartisipasi aktif di unit kerja dengan tertanam pada diri pekerja memiliki tanggung jawab kerja, rasa memiliki (sense of belongingness) pada perusahaannya, diberi peluang untuk berkreasi, proaktif dan berinovasi; sehingga mereka mampu mencapai kinerja maksimal baik secara individu maupun organisasi perusahaannya.
Pimpinan atau atasan yang berpola kepemimpinan”Super Teamwork” menunjukkan karakteristik antara lain berlandaskan pada objektivitas dan inovatif, menetapkan tujuan yang menantang, mempunyai tanggung jawab tinggi terhadap pekerjaan, jeli melihat dan memanfaatkan peluang bisnis, menuntut karyawan berprestasi maksimal, memiliki keyakinan terhadap karyawan, berorientasi pencapaian prestasi maksimum, pengelolaan kegiatan usaha secara pro aktif, optimis dalam situasi yang kurang menguntungkan, dan mengharapkan umpan balik secepatnya terhadap kegiatannya.

7. Penerapan Budaya Organisasi

Upaya mencapai efektivitas organisasi, maka SDM perusahana perlu pula mematuhi penerapan budaya organisasi pada kehidupan perusahaan. Pengertian budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang berlaku dan dikembangkan dalam organisasi perusahaan yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi setiap individu SDM yang berfungsi untuk mengatasi permasalahan adaptasi eksternal dan integrasi internal. Adapun fungsi budaya organisasi adalah membantu mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi organisasi perusahaan. Hal Ini sesuai dengan pendapat John R. Schermerhorn dan James G. Hunt (1991:344) bahwa : “The Culture of an organization can help it deal with problems of both esternal adaption and internal integration”.
Oleh karena itu, setiap SDM perusahaan berkewajiban mematuhi seperangkat sistem nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam organisasi perusahaan, serta sistem nilai tersebut dijadikan pedoman dalam bertingkah laku di organisasi perusahaan.
Penerapan budaya organisasi sangat ditentukan oleh pimpinan organisasi yang bersangkutan. Pimpinan harus memiliki komitmen yang kuat untuk memegang teguh dan menerapkan budaya organisasi dan perlu ditanamkan terlebih dahulu kepada pimpinan, setelah itu baru dapat disosialisasikan kepada karyawan. Penerapan Budaya organisasi tersebut mematuhi dan mengimplementasikan visi dan misi, memegang teguh nilai-nilai utama, norma, peraturan, integritas, system penghargaan yang adil, jalur karier yang jelas dan terprogram, adanya manajemen konflik, pengambilan keputusan yang bijak dan efektif serta pola komunikasi kerja yang efektif.
Penulis berpendapat bahwa banyaknya perusahaan yang hancur dan rusaknya citranya dalam kehidupan masyarakat Indonesia, karena SDM perusahaan yang tidak memegang teguh budaya organisasi. Pada umumnya mereka lupa pada landasan, tujuan , misi didirikannya dan tujuan bekerja di perusahaan.

Kesimpulan

Di Era globalisasi, SDM perusahaan yang memiliki mindset global, persepsi luas, motivasi berprestasi, toleransi stress, berjiwa wirausaha, mampu memimpin kerja dan menerapkan budaya organisasi akan mampu mencapai kinerja maksimal dan berkarier di perusahaannya.


Daftar Pustaka

Anwar Prabu Mangkunegara. 1994. Psikologi Perusahaan. Bandung : Penerbit PT. Trigenda Karya.

Anwar Prabu Mangkunegara. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung : Penerbit Remaja Rosdakarya.
Anwar Prabu Mangkunegara.2005. Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung : Penerbit Refika Aditama.
McClelland, David. 1961. The Achieving Society. New Jersey : Van Nonstrand Company, Inc.
Schermerhorn, R., John, Hunt, G., James and Richard, N., Osborn. 1991. Managing Organization Behavior. New York : John Publishing Inc.

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN ILMU FORENSIK DALAM HUKUM PIDANA

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada pros...