Trafficking adalah kata lain dari praktek perdagangan manusia. Dan mulai dari jamannya Nabi Yusuf sampe sekarang sudah jamannya dr. Yusuf bin Sanusi, trafficking sudah menjadi masalah yang tidak dapat dipisah-pisahkan dalam kehidupan kita. Mmm… kita tau dari sejarah kalo dulu Nabi Yusuf itu dijual oleh sodara-sodaranya karena mereka iri pada perlakuan ayah mereka yang sangat meng-anak-emas-kan “si Ucup”. Lalu sejarah juga masih sering bercerita pada kita tentang perbudakan. Cerita mengenai budak-budak belia dan hamba sahaya yang dipaksa bekerja tanpa mendapatkan upah sesuai UMR. Kini… jaman sekarang… penyebab utama perdagangan manusia adalah kemiskinan.
Dari data-data tersebut dapat kita identifikasi bahwa praktek perdagangan manusia banyak terjadi di negara-negara miskin ketimbang di negara-negara maju atau pada negara sedang berkembang.
Praktek trafficking pun bervariasi. Ada yang murni kemiskinan, ada yang utang piutang, ada yang disebabkan oleh riwayat pelacuran dalam keluarga, ada yang oleh permisif dan rendahnya kontrol sosial, bahkan rasionalisasi dan stigmatisasi juga mempengaruhi praktek perdagangan manusia atau trafficking ini.
KEPEDULIAN MELALUI UNDANG-UNDANG
Lalu, satu juta million penduduk dunia sadar. Mereka mulai concern pada masalah ini. “Ini tidak dapat dibiarkan,” ujar mereka. “Kalau terus dibiarkan, mau jadi apa dunia kita ini?” Karena, lagi-lagi masih menurut mereka, tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Hehehe…. Sehingga pada tahun 1948 munculah Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia PBB 1948. Undang-undang internasional pertama yang mengatur tentang HAM. Dalam deklarasi tersebut, memuat hak-hak setiap manusia. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia ini masih belum secara tegas berkaitan dengan perdagangan orang, khususnya anak, tetapi Deklarasi ini sebagai suatu deklarasi yang menegaskan kalo setiap individu mempunyai hak bebas, yang secara mendasar juga mestinya terbebas dari trafficking.
Di Indon sendiri (gitoo kata orang Melayu), undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang diatur dalam UU No. 21 Tahun 2007. Mari kita simak dalam Pasal 1-nya mengenai apa itu trafficking:
“tindakan perekrutan, pangangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseoarang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.”
Sedangkan apa yang dimaksud eksploitasi adalah:
“tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransportasi organ dan/atau, jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immaterial.”
Disebutkan juga apa yang disebut perekrutan:
“tindakan yang meliputi mengajak, mengumpulkan, membawa atau memisahkan seseorang dari keluarga atau komunitasnya.”
Wow, banyak ya aturan-aturannya??? Padahal itu baru Pasal 1 lho. Dan dari sini, terbukti kan kalo negara kita juga sangat serius memberantas praktek-praktek perdagangan manusia.
Setelah perundang-undangan, mari kita tengok kasus-kasusnya:
Sampai sekarang, dan ini yang terlihat dan dilaporkan, data kasus trafficking pada tahun 2006 terjadi 11 kasus dengan korban 74 wanita. Sedang pada tahun 2007, sampai akhir bulan Juli, terjadi 8 kasus dengan korban 11 wanita. (Wanita oh wanita, sungguh merana nasibmu?! Masih saja dirimu yang menjadi sasaran utama.)
No comments:
Post a Comment