9/10/09

CHARAKTER BUILDING I

Sebagai calon alumni perguruan tinggi, mahasiswa akan dituntut untuk mampu memenangkan peluang kerja. Sebagian persyaratan yang menjadi persyaratan kerja, antara lain adalah kemampuan seseorang untuk mampu mengaktualisasikan diri, kemampuan menyampaikan pendapat, kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain, kemampuan bekerja sama, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan mengantisipasi situasi. Kemampuan-kemampuan tersebut masuk ke dalam klasifikasi softskills dan menjadi ketrampilan yang tak bisa lagi ditawar-tawar dalam menghadapi tuntutan dunia kerja. Softskills merupakan tuntutan yang diperlukan selain ketrampilan-ketrampilan yang masuk kategori hardskills, seperti: tingkat intelegensi, IPK, dan potensi akademik .
Program CB diberikan dengan untuk lebih Memahami Diri Sendiri dan memahami Hubungan dengan Tuhan, Sesama, dan Lingkungan. Pada CB I, topik materinya meliputi Who Am I, Visi dan Misi Pribadi, Kelebihan dan Kelemahan Diri, God and Religion, Hati Nurani, dan New Habitus. Selain itu dalam CB I juga diberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk mengenal dan menyelami berbagai profesi yang ada, seperti dosen, satpam, tukang ojek, dan pengelola warung nasi.
Maksud dan tujuan CB adalah memberikan bekal bagi mahasiswa untuk siap menghadapi dinamika yang terjadi di lingkungan dengan pembelajaran di kelas yang merupakan hardskills dan pembekalan ketrampilan yang menjadi nilai tambah yang dapat diklasifikasikan sebagai softskills. Dengan demikian, diharapkan mahasiswa akan mempunyai daya juang, daya tahan, dan daya pikat.
Program CB I tsb dilakukan setiap hari Selasa dan Jum’at selama bulan Februari 2009 masing-masing sesi berlangsung selama 120 menit. CB I diadakan di R. Seminar di unit V lt. 6, R. Makan di unit III lt. 7, dan R. Auditorium di unit III lt. 1. CB difasilitasi oleh para fasilitator dengan berbagai latar belakang ilmu dan pendidikan: Ekonomi, Informatika, Administrasi Publik, dan Psikologi.

Kelulusan CB didasarkan pada nilai-nilai ujian (UTS & UAS), penugasan, dan jumlah kehadiran. Dari evaluasi, didapatkan data bahwa 91% peserta CB I mengatakan bahwa CB I sangat bermanfaat dan dibutuhkan materi-materi pendalaman dan pengayaan.
Beberapa waktu belakangan ini "karakter" disebut-sebut sebagai pertimbangan dalam menyeleksi eksekutif. “Dia punya karakter," demikian kata orang, dan tentunya konotasi ungkapan itu terarah positif.

Wajar bila kita juga kemudian berespons dalam hati: “Apakah saya punya karakter?” Atau, “Saya ingin ber- ‘karakter’, tapi tidak tahu cara mengembangkannya.”

Kita sudah punya karakter sejak lahir, karena karakter adalah kumpulan kualitas dan reaksi dalam diri individu. Permasalahannya adalah apakah ada ciri khas yang membuat karakter kita menonjol dan lebih berarti ketimbang orang lain? Bila ada, maka orang lain bisa dengan mudah menggambarkan karakter kita.

Orang yang berkarakter tidak sama dengan orang baik. Salah seorang dosen saya, misalnya, selalu ramah dan baik hati. Namun, cara berjalan-nya seperti layang-layang putus. Bila berjabat tangan terasa jabatan yang tidak menggenggam, tidak “berarti". Setelah mengenal lebih lanjut, ternyata ibu dosen ini dalam pekerjaannya tidak tegas, tidak membuat perubahan, konformis tanpa sikap kritis sehingga di bawah pimpinan-nya, bagiannya sama sekali tidak berkembang.

Orang yang dikatakan berkarakter biasanya dikenali sebagai orang yang dikagumi dan direspek, bisa membedakan hal baik dan buruk dengan tegas, serta menjadikan lingkungannya lebih baik. Di Amerika, diperkenalkan sejak dini 6 pilar karakter, yaitu: bisa dipercaya, respek, tanggungjawab, bersikap fair, peduli, dan menjadi warga negara yang baik. Pengenalan 6





pilar inidiikuti dengan seperangkat do’s , don’ts , sehingga mudah digunakan bagi mereka yang ingin jadi orang berkarakter. Apakah cukup sampai di sini? Tentu tidak. Membangun karakter membutuhkan “exercise”, tempaan, cobaan, tantangan tiada henti, yang memberi kesempatan bagi individu untuk memperkeras kepribadiannya.

"I will be what I will to be"

"Choose your attitude” Tantangan pertama adalah mendesain gambaran pribadi Anda sendiri. Apakah ingin menjadi orang yang “low profile", rendah hati, halus? Ataukah agresif, senang tantangan dengan ‘exposure” tinggi. Kita perlu memiliki visi hidup yang jernih sehingga bisa mengarahkan pembentukan karakter.

Karakter berasal dari “habit”

Bila ingin berkarakter menonjol, kita perlu mempermudah orang lain untuk mengenali kekhasan kita. Kesamaan reaksi, gaya bicara dalam menghadapi situasi apapun, dari waktu kewaktu, perlu konsisten. Penting juga untuk menjaga konsistensi antara apa yang kita katakan dan yang kita lakukan. Jalan pikiran, perasaan dan reaksi, perlu relevan satu sama lain. Seperti halnya kita tidak bisa tertawa terbahak-bahak pada saat sedih.

Secara otomatis, konsistensi akan membentuk habit, yaitu kebiasaan bereaksi pada tiap momen dalam hidup kita. Kenalan dekat saya mempunyai kebiasaan marah dalam setiap situasi yang dihadapinya. Bila anak jatuh, isteri sakit, terjerumus ke lubang, atau berhadapan dengan orang yang sulit, reaksinya satu, yaitu marah. Tidak pelak lagi, ia kemudian dikenal berkarakter pemarah. Habit yang terbentuk inilah yang menghasilkan “kekuatan pribadi” dan memancarkan aura yang lebih kuat dibanding habit yang tidak terbentuk karena tidak konsistennya reaksi individu.





Kompetensi membentuk karakter

Sering terjadi reaksi individu “pekewuh", ragu, tidak cermat, karena ia tidak bisa, atau tidak tahu harus berbuat apa dalam menghadapi situasi yang sulit. Untuk itulah kita perlu berambisi untuk senantiasa memperkuat kompetensi kerja kita.

Kompetensi perlu dikembangkan tidak sebatas pada keterampilan dan pengetahuan saja, tapi juga sikap profesional dan prinsip. Galilah prinsip profesional dari orang-orang yang lebih berpengalaman, pertemuan profesi, buku, jurnal, dan pelatihan.

Seorang engineer pengeboran tidak akan begitu saja menyetujui instruksi atasan bila menghadapi situasi berbahaya, bila ia berpegang pada pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman profesionalnya. Walaupun ditekan oleh atasan, kompetensi, harga diri, dan keputusan moralnya akan mendukung kepercayaan dirinya untuk mengambil sikap. Akhirnya pembentukan karakter dan kompetensi memang seperti lingkaran malaikat, semakin kompeten semakin mudah karakter ditonjolkan.

Tingkatkan kepekaan

Dalam pertemuan kelompok, bila individu ditanya: “Apa yang bisa Anda kontribusikan ke tim untuk memperbaiki kinerja?" Ia akan menggagap bila ia tidak peka tentang keberadaanya dalam situasi tersebut. “Positioning” diri sendiri dalam situasi sosial memerlukan kejelasan dan kepekaan setiap saat, sehingga reaksi yang dibentuk selalu bisa disadari dan dikontrol. Hanya dengan kontrol kuat terhadap reaksi kita, maka kita bisa membentuk reaksi yang relevan.





1. Character Building I (Relasi dengan diri sendiri)
Matakuliah ini akan mengantar mahasiswa pada perbaikan pandangan, sikap, dan perilaku terhadap dirinya sendiri yang diharapkan dicapai melalui pendalaman pokok-pokok bahasan utama: Mengenal diri sendiri menerima diri, dan mengembangkan Diri. Dalam mengenal diri sendiri: mahasiswa akan dibantu untuk mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya baik dari segi fisik maupun psikisnya. Dalam Menerima diri mahasiswa akan diantar untuk semakin bisa berdamai, puas, dan bangga dengan dirinya. Dalam mengembangkan diri mahasiswa akan diarahkan untuk mau mengembangkan potensi positif dalam dirinya yang akan mengantarkannya menjadi seorang yang sukses dalam hidupnya.

2. Character Building II (Relasi dengan sesama)
Matakuliah ini mencoba memberi mahasiswa perbaikan pandangan, sikap, dan perilaku terhadap satu sama lain dalam kehidupan bermasyarakat, melalui pendalaman pokok-pokok bahasan utama: Lingkungan Sosial, Interaksi Sosial, Sikap, dan Perilaku Sosial.

3. Character Building III (Relasi dengan Tuhan)
Matakuliah ini akan mengantar mahasiswa pada kepemilikan sikap beragama yang pluralis, inklusif dan terbuka, yang lebih menjamin tumbuh kembangnya toleransi beragama, kesediaan untuk saling menghormati dan mau bekerjasama dengan pemeluk agama lain untuk membangun dunia yang semakin menjamin kedamaian, kerukunan dan kesejahteraan bagi umat manusia. Diharapkan juga melalui pembahasan materi CB III mahasiswa memiliki wawasan yang luas dan sikap kritis dalam mengembangkan praktek penghayatan iman sesuai dengan kepercayaan masing-masing.

4. Character Building IV (Relasi dengan dunia)
CB IV akan mengantar mahasiswa pada kepemilikan sikap kritis dan bertanggung jawab dalam memperlakukan lingkungan alam sekitarnya, mau memelihara dan melestarikannya; kritis dalam menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar tetap bertindak sebagai pengendali yang penuh tanggung jawab dan bukan dikendalikan olehnya; mau bekerja atau melaksanakan profesinya sebagai seorang yang memiliki kemampuan teoritis dan keterampilan teknik yang memadai serta kepribadian baik.



No comments:

Post a Comment

PENERAPAN ILMU FORENSIK DALAM HUKUM PIDANA

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada pros...