A.
Latar Belakang Masalah
Pelanggaran
bentuk pidana apapun dalam negara Indonesia akan mendapatkan sanksi yang tegas.
Sebagai negara hukum yang mempunyai tujuan untuk melindungi masyarakat agar
menciptakan rasa aman dan nyaman dalam bermasyarakat.
Ideal sebuah negara hukum
adalah terselenggaranya kekuasaan yang berkaitan erat dengan kedaulatan hukum
sebagai kekuasaan tertinggi. Ciri penting negara hukum adalah Supremacy of
Law: Equality Before The Law: Due Process of Law.
Pembuktian
merupakan masalah yang penting dalam proses peradilan pidana di Indonesia,
karena melalui pembuktian dapat menentukan posisi terdakwa atau tersangka dalam
pemeriksaan di pengadilan apakah telah memenuhi unsur-unsur yang ditentukan
dalam hukum acara pidana. Hukum akan dapat menilai tersangka atau terdakwa
dengan mempertimbangkan fakta-fakta dan seluruh alat bukti yang ada, sehingga
pembuktian sangat memegang peranan penting untuk menyatakan kesalahan terdakwa.
Sistem
peradilan pidana sudah dianggap berhasil apabila sebagian dari laporan ataupun
yang menjadi korban kejahatan dalam masyarakat dapat diselesaikan dengan
diajukan ke muka pengadilan dan dipidana.
pemeriksaan
persidangan, ternyata tersangka atau saksi kemudian mencabut segala keterangan
yang telah ia nyatakan dalam Berkas Acara pemeriksaan (BAP) atau tidak sesuai
dengan BAP, padahal berkas tersebut adalah sebagai awal persangkaan atas tindak
pidana yang dilakukan dan digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk membuat
surat dakwaan.
Hal
yang melatarbelakangi kenapa seorang terdakwa tersebut mencabut pernyataan,
misalnya: adanya unsur ancaman atau paksaan dari pihak penyidik ketika
melakukan pemeriksaan, atau juga karena perlakuan yang semena-mena pada waktu
penyidikan sehingga dalam memberikan pernyataan, terdakwa atau saksi tidak
leluasa atau merasa tertekan, yang jelas kemudian adanya hal-hal di atas justru
penyidikan dalam rangka mencari keterangan akan tindak pidana yang dilakukan
menjadi bias atau kurang jelas. Jelas ini sangat melanggar ketentuan aturan
yang berlaku, karena sekalipun dalam proses pemeriksaan, hak-hak asasi
tersangka atau terdakwa harus tetap dilindungi.
Membuktikan
apa yang dilakukan terdakwa atas pencabutan pernyataan yang dibuat dalam BAP
tersebut, baik penuntut umum maupun hakim juga sering menghadirkan saksi dari
pihak penyidik yang bersangkutan dengan perkara tersebut. Saksi ini dalam
persidangan sering disebut dengan saksi verbalisant (saksi penyidik).
Saksi
verbalisant tidak dikenal dalam Hukum Acara Pidana Umum (KUHAP), namun
penggunaan saksi verbalisant ini memang dalam konteks hukum di Indonesia
diperbolehkan, asal tetap pada koridor hukum yang ada.
Keberadaan
saksi verbalisant dalam proses pemeriksaan di pengadilan tidak mutlak
harus ada, tergantung bagaimana proses pemeriksaan di pengadilan itu berjalan.
Jika dikehendaki atau apabila ada terdakwa mencabut apa yang ia nyatakan dalam
BAP, maka baik jaksa penuntut umum atau atas inisiatif dari hakim dapat
mengajukan saksi verbalisant atau saksi penyidik.
This is not an issue that
tracks the usual left right divide. Some of the most realous reformers of the
eyewitness identification process are lifelong conservatives who recognize that
the credibility of the whole justice system is on the line each time an
innocent man goes to jail an a quilty one walks free.5
Dalam
pemeriksaan di pengadilan, pernyataan saksi penyidik yang dinyatakan di bawah
sumpah dapat dikatakan juga sebagai suatu keterangan yang sah. Keterangan dari
saksi verbalisant ini semata-mata bukan hanya untuk menyangkal
pernyataan terdakwa, melainkan juga salah satu elemen di mana hakim membentuk
keyakinan atas dakwaan yang didakwakan pada terdakwa. Jadi sering dapat kita
jumpai pernyataan saksi verbalisant ini digunakan dalam putusan hakim
dalam memutus suatu perkara tindak pidana. Namun keberadaan atau sejauh mana
kekuatan pembuktian pernyataan saksi verbalisant dalam mempengaruhi
keyakinan hakim tidak mempunyai parameter yang pasti.
Mustenberg menggambarkan
relatif kurangnya korelasi antara kepastian seorang saksi dalam memberikan
kesaksian terhadap suatu peristiwa dan keakuratan kesaksian
Penelitian
ini bertolak dari permasalahan penggunaan saksi verbalisant (saksi
penyidik) sebagai alat bukti tindak pidana dalam proses pemeriksaan persidangan
di Indonesia, dengan objek dari penelitian ini adalah pernyataan dari saksi verbalisant
dalam proses pemeriksaan di pengadilan. Untuk selanjutnya, pembahasan
penelitian ini akan menjelaskan bagaimana pernyataan dari saksi verbalisant dapat
dijadikan alat bukti. Selain itu dari penelitian ini akan terlihat sikap aparat
penegak hukum, khususnya hakim dalam mempergunakan alat bukti yang ada.
Berawal dari permasalahan
tersebut di atas, penulis tertarik untuk mecoba mengangkatnya dalam sebuah
Penulisan Hukum dengan judul: “PERAN SAKSI VERBALISANT DALAM PEMBUKTIAN PERKARA
PIDANA PERKOSAAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klas IA Surakarta)”
No comments:
Post a Comment