BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum bukan atas kekuasaan belaka. Hal ini berarti memberi konsekuensi negara menjamin bahwa setiap warga negara mendapatkan perlindungan dan bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan agar dapat tercipta keseimbangan dalam masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera dalam segala aspek kehidupan. Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antar masyarakat, maka diperlukan sebuah aturan hukum yang menjamin terciptanya kepastian hukum, keadilan dan keseimbangan dalam hubungan masyarakat di suatu negara. Dalam hal ini fungsi hukum adalah untuk menciptakan suasana kehidupan masyarakat yang tertib dan teratur sehingga hukum sebagai sarana pengendali tingkah laku setiap individu dalam masyarakat dapat mewujudkan ketentraman dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat.
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum bukan atas kekuasaan belaka. Hal ini berarti memberi konsekuensi negara menjamin bahwa setiap warga negara mendapatkan perlindungan dan bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan agar dapat tercipta keseimbangan dalam masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera dalam segala aspek kehidupan. Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antar masyarakat, maka diperlukan sebuah aturan hukum yang menjamin terciptanya kepastian hukum, keadilan dan keseimbangan dalam hubungan masyarakat di suatu negara. Dalam hal ini fungsi hukum adalah untuk menciptakan suasana kehidupan masyarakat yang tertib dan teratur sehingga hukum sebagai sarana pengendali tingkah laku setiap individu dalam masyarakat dapat mewujudkan ketentraman dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat.
Ketertiban dalam masyarakat dapat terwujud apabila negara dapat
menjunjung tinggi hak asasi manusia sehingga hak dan kewajiban setiap warga
negara dilindungi, dihormati dan tidak dirampas oleh negara. Untuk itulah
negara membuat aturan hukum, salah satunya dengan membuat adanya hukum acara
pidana di Indonesia. Salah satu tujuan dalam hukum acara pidana adalah untuk
mencari dan menemukan kebenaran. Dalam hal ini untuk mencari dan mendapatkan
atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan
hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan mencari pelaku yang
dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta
pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa
tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan tersebut dapat
dipersalahkan. Dengan kata lain tujuan akhir dari pemeriksaan adalah
membuktikan kebenaran. Dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa lepas dari
adanya interaksi sosial yaitu hubungan antar individu dengan individu yang
lainnya karena manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain,
sehingga manusia sering disebut sebagai makhluk sosial. Dari proses interaksi
sosial tersebut apabila antar individu terjadi suatu kesalahpahaman dapat
menimbulkan terjadinya permusuhan. Apabila permusuhan tersebut tidak segera
diselesaikan maka dapat menimbulkan terjadinya suatu kejahatan, yang antara
lain dapat menimbulkan terjadinya suatu tindak pidana pembunuhan. Pembunuhan
adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang
melanggar hukum. Pembunuhan biasanya didasari suatu motif yang bermacam-macam,
misalnya politik, kecemburuan, dendam, dan sebagainya. Pembunuhan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yang paling umum adalah dengan menggunakan
pistol atau pisau. Pembunuhan dapat juga dapat dilakukan dengan menggunakan
bahan peledak, seperti bom (http://id.wikipedia.org/wiki/Pembunuhan ). Dalam
pemeriksaan tindak pidana pembunuhan, sama seperti pemeriksaan pada umumya,
dalam perkara pidana lebih menekankan pada proses pembuktian. Pembuktian
memegang suatu peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan,
serta merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan.
Melalui pembuktian ditentukan nasib terdakwa, karena dengan pembuktian inilah
dapat diketahui apakah terdakwa benar melakukan perbuatan pidana yang
didakwakan kepadanya atau tidak. Dengan adanya pembuktian maka dapat ditentukan
pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa yang telah benar terbukti bersalah.
Karena apabila hasil pembuktian dari alat-alat bukti yang ditentukan
undang-undang tidak cukup untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan, maka
terdakwa dibebaskan dari segala hukuman dan sebaliknya jika kesalahan terdakwa
ternyata dapat dibuktikan, maka terdakwa dinyatakan bersalah dan kepadanya akan
dijatuhi hukuman pidana ( M. Yahya Harahap, 2002 : 273 ). Alat-alat bukti yang
sah dalam persidangan perkara pidana menurut Pasal 184 KUHAP adalah sebagai
berikut :
(1) Alat-alat bukti yang sah ialah :
a. Keterangan Saksi.
b. Keterangan Ahli.
c. Surat.
d. Petunjuk.
e. Keterangan Terdakwa.
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui umum tidak perlu dibuktikan. Maksud
penyebutan dan penempatan urutan alat bukti dengan urutan pertama keterangan
saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan terakhir keterangan terdakwa yaitu
untuk menunjukkan bahwa pembuktian dalam hukum acara pidana diutamakan kepada
keterangan saksi. Namun bukan berarti bahwa alat bukti yang lain tidak berperan
dalam proses pemeriksaan perkara pidana. Sebab dalam proses pembuktian pemeriksaan
di muka persidangan, hakim membutuhkan keterangan-keterangan yang akan
digunakannya dalam menilai kekuatan pembuktian serta untuk memperoleh keyakinan
yang digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menjatuhkan pidana.
Dalam proses pembuktian, apabila alat-alat bukti
yang telah dihadirkan belum cukup untuk membuktikan terdakwa bersalah atau
tidak, maka hakim dapat menggunakan kebebasannya untuk melakukan penilaian
terhadap kekuatan pembuktian dengan sebuah petunjuk dalam keadaan tertentu.
Dalam menggunakan alat bukti petunjuk hakim harus bersikap secara arif dan
bijaksana, setelah melewati pemeriksaan yang cermat dan seksama berdasarkan
hati nuraninya ( http://www.hukumonline.com ). Alat bukti petunjuk digunakan
dalam tindak pidana pembunuhan untuk menguatkan keyakinan hakim dari alat bukti
keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa karena dalam tindak pidana
pembunuhan pada umumnya keterangan saksi kurang menguatkan dapat dipidananya
seseorang. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat
penulisan hukum dalam bentuk skripsi dengan judul : ”PENERAPAN ALAT BUKTI
PETUNJUK OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ”.
No comments:
Post a Comment