[Unpad.ac.id,
10/01/2012] Masalah kedudukan dan hak perempuan sebagai ahli waris merupakan
bagian terpenting dalam Sistem Hukum Kewarisan Indonesia. Kenyataannya
saat ini, kedudukan dan hak perempuan dalam Hukum Kewarisan Adat Patrilineal
dan Hukum Kewarisan Islam (khususnya janda dan anak perempuan) masih dalam
pengaruh patriarki.
“Hal
tersebut berbeda dengan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. UU tersebut,
sudah meninggalkan alam budaya patriarki, menjadi bentuk keluarga bilateral.
Bahwa kedudukan perempuan dalam perkawinan sebelum bahkan sampai putusnya
perkawinan adalah setara dengan kedudukan dan hak laki-laki,” papar Mukhtar
Zamzami saat mempertahankan disertasinya pada Sidang Promosi Doktor Ilmu Hukum
di Ruang Sidang Pascasarjana, Lt.3 Kampus Unpad, Jln. Dipati Ukur No.35
Bandung, Senin (09/01).
Maka, tambah
Mukhtar, harus ada konsep kesetaraan dalam Sistem Hukum Kewarisan Nasional.
Dalam disertasinya yang berjudul “Kajian Hukum Terhadap Kedudukan dan Hal
Perempuan Sebagai Ahli Waris Dikaitkan dengan Asas Keadilan Dalam Rangka Menuju
Pembangunan Hukum Kewarisan Nasional”. Pria yang saat ini bekerja sebagai Hakim
Agung di Mahkamah Agung (MA ) RI ini menawarkan adanya asas keadilan bagi
kedudukan perempuan dan laki-laki.
“Ini
disebabkan juga karena adanya perubahan nilai-nilai hukum dan rasa keadilan
yang hidup dalam masyarakat,” lengkap Mukhtar dihadapan para tim promotor, tim
penguji, dan sejumlah tamu undangan. Bertindak sebagai tim promotor, dan tim
penguji dalam sidang promosi doktor ini adalah Prof. Dr. H. Lili Rasjidi, Prof.
Dr. H. Rukmana Amanwinata, Dr. Hj. Lastuti Abubakar, Dr. Supraba Sekarwati, dan
Dr. Hj. Efa Laela Fakhriah. Sementara representasi guru besar oleh Prof. Dr. H.
Ahmad M. Ramli dan Prof. Dr. Huala Adolf.
Dalam
kesempatan ini, salah satu tim penguji menyampaikan bahwa setiap temuan dan
pemikiran yang ada dalam disertasi, terutama asas kesetaraan laki-laki dan
perempuan dalam pewarisan tersebut merupakan hal yang sangat kontradiktif.
Menurut pandangan tim penguji, hal tersebut akan menuai berbagai kritik,
misalnya dari sejumlah ulama.
Menanggapi
hal tersebut, Mukthar menjelaskan bahwa dari hasil penelitiannya, banyak
anggota masyarakat Islam dan segenap lapisan masyarakat yang ternyata lebih
memilih medium hibah dan wasiat dalam pengalihan hak atas harta. Ini dinilai
masyarakat lebih menerapkan asas keadilan.
“Walaupun
dalam pandangan ualama fiqih sendiri, menghindari faraidh dengan melakukan
hibah atauuu wasiat itu disebut hilah atau hiyal al-syar’iyah yang terlarang
hukumnya. Namun, banyak anggota masyarakat yang lebih menempuh jalan ini,”kata
Mukhtar.
Maka, Sistem
Hukum Kewarisan Indonesia yang pluralistis, menurutnya dapat diakhiri dengan
pembentukan undang-undang tentang hukum kewarisan yang lebih bersifat nasional,
dengan penggunaan asas “kesetaraan terbuka” terhadap kedudukan dan hak antara
laki-laki dan perempuan. Atas disertasinya ini, Pria kelahiran Palembang, 11
September 1948 ini akhirnya lulus dengan yudisium “Cum Laude”. *
No comments:
Post a Comment