1. Persenjataan pemusnah massal
Ilmu yang dikembangkan dewasa ini bukan lagi hanya digunakan untuk lebih bisa menguasai alam, dan menggunakannya demi kesejahteraan umat manusia, melainkan sudah mengarah pada ancaman bagi kehidupan manusia. Pada 2 Agustus 1939, Einstein, seorang ilmuwan Amerika Serikat, D. Roosevelt, yang berisi saran untuk pembuatan bom atom. Sebagai seorang ilmuwan, sebenarnya bias ditanyakan apa yang menjadi motivasi utamanya memberikan rekomendasi itu . Apakah hanya untuk menjawab kekhawatirannya atas kemungkinan pembuatan bom atom oleh Nazi, karena dia anti Rezim Hitler, atau sekedar memenuhi kewajibannya sebagai warga AS? Tentu saja Einstein, seorang ilmuwanyang menemukan rumus E=mc2 yang menjadi dasar bagi pembuatan bom atom yang dahsyat itu, tahu betul akan akibat saran yang dia kemukakan itu, baik secara fisik maupun secara moral .
Lepas dari berbagai motif yang menyertai pemboman di Hirosima dan Nagasaki, akibat yang sangat mengerikan dari penggunaan bom atom itu telah membuka kesadaran umat manusia akan dampak yang mengerikan dari pengembangan teknologi, terutama yang berkaitan dengan pemusnahan hidup manusia. Dalam sudut pandang etis, walaupun pembuatan bom atom tetap dapat dicari pembenarannya dari situasi bahaya itu. Pengembangan berbagai jenis persenjataan, seperti bom atom, bom neutron, nuklir dan berbagai dan berbagai persenjataan pemusnah missal, tidak bias dilepaskan dari dimensi etis yang tetap menyertainya.
2. Revolusi genetika
Dilihat dalam perspektif sejarah kemanusiaan, ilmu biasanya mempunyai punsak kecemerlangan masing-masing. Secara berturut, kimia merupakan kegemilangan ilmu yang pertama yang bertujuan mencari obat mujarab dari rumus campuran kimia untuk mendapatkan emas. Disusul fisika, yang mencapai kulminasinya pada teori fisika nuklir. Dan sekarang kita berada pada taraf perkembangan revolusi genetika. Perang Dunia I menghadirkan bom kuman sebagai malapetaka dari ilmu kimia, dan Perang Dunia II memunculkan bom atom sebagai produk fisika yang telah membawa petaka mengerikan bagi banyak orang. Lalu apa yang akan menjadi malapetaka yang dibawa serta oleh revolusi genetika bagi masa depan umat mausia? Teknik bayi tabung san cloning adalah dua langkah penting dalam dunia biomedik yang masih terus dikaji implikasi-implikasi etisnyua.
Revolusi genetika dapat dikatakan merupakan babak baru dalam sejarah keilmuan manusia, sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai obyek penelaah itu sendiri. Dalam penelitian genetika , kita tidak lagi menelaah organ-organ manusia dalam upaya menciptakan teknologi yang bermaksud memberikan kemudahan bagi kita, misalnya untuk memudahkan pengobatan. Dalam rekayasa genetika, yang dilakukan adalah manusia itu sendiri yang menjadi obyek penelaah, yang menghasilkan bukan lagi teknologi yang akan memberikan kemudahan, melainkan teknologi untuk mengubah manusia itu sendiri.
Pertanyaannya adalah: Bagaimana dengan berbagai informasi penting yang didpat dari penelaah ini dimanfatkan? Bayangan kekhawatiran selalu menyertai penelitian seperti ini bahwa manusia akan tergoda untuk memanipulasi gen-gennya sendiri, dan akhirnya berusaha menciptakan keturunan yang serba super, dan yang lainnya.
Manusia juga menghadapi masalah lain yang timbul dari rekayasa genetika, khususnya akibat dari teknik reproduksi artifisial, teknik ini memungkinkan seseorang meminjamkan rahimnya untuk mengandung janin orang lai, Metode-metode ini tentu menimbulkan masalah hukum tersendiri. Dengan metode tersebut maka paham tentang “ayah” dan “ibu” sudah tidak jelas lagi> Disini ibu yang mengandung anak tidak perlu lagi sama dengan ibu biologis. Begitu juga paham ayah menjadi kabur, karena dengan teknik pembekuan, sperma seorang pria bias disimpan lama, sehingga sesudah ia meninggal, dengan teknik inseminasi artificial ia masih menjadi ayah. Masalah-masalah inilah yang timbul menyertai kemajuan ilmu dan teknologi dibidng biomedis, yang telah mendorong lahirnya bioetika .
No comments:
Post a Comment