9/4/09

ANALISA KELAYAKAN INVESTASI USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) (Studi Kasus Pada CV. Bersaudara Jaya)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perekonomian merupakan sektor yang sangat penting dan menjadi salah satu
fokus pemerintah dalam membuat berbagai kebijakan untuk mencapai kesejahteraan.
Sedemikian pentingnya sektor perekonomian ini sehingga dalam setiap pembuatan
kebijakan harus mempertimbangkan segala aspek yang mungkin dapat
mempengaruhinya baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif (Saleh,
1986:1).
Menurut Rustian Kamaluddin (1999:159), pembangunan pada hakekatnya adalah
proses perubahan yang terus menerus yang menuju kearah perbaikan cita-cita yang
ingin dicapai oleh suatu bangsa, atau pembangunan ekonomi suatu bangsa ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat. Dalam membangun bangsa dan
negara di berbagai bidang tersebut peranan pemerintah adalah sangat penting sekali,
yaitu diantaranya melalui perencanaan pembangunan. Bagi Indonesia melalui
pembangunan, ingin dicapai masyarakat adil dan makmur yang merata materill dan
spiritual. Dengan perkataan lain, yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia adalah
adanya keseimbangan pembangunan dalam arti fisik (materill) dan pembangunan
dalam arti rohaniah (mental/spiritual). Tujuan pembangunan ini tidaklah akan dicapai
dalam waktu satu atau dua tahun saja, melainkan memerlukan waktu yang cukup
panjang, yang akan ditempuh melalui serangkaian tahap-tahap.
Sejak awal dasawarsa tujuhpuluhan secara tajam mulai disadari, bahwa meskipun
mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat, namun kebanyakan negara
berkembang belumlah berhasil menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi
angkatan kerja pada umumnya, baik ditinjau dari segi tingkat pendapatan, ataupun
dari kesesuaian pekerjaan terhadap keahlian. Harapan bahwa pertumbuhan yang pesat
dari sektor industri modern akan dapat menyelesaikan masalah kemiskinan dan
pengangguran secara tuntas ternyata masih berada pada rentang perjalanan yang
panjang. Bertolak dari kenyataan inilah maka eksistensi Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM), telah mengambil tempat penting dalam masalah kesempatan
kerja dan ketenagakerjaan di negara-negara berkembang (Saleh, 1986:1).
Krisis ekonomi membuka cakrawala bangsa Indonesia tentang rapuhnya sistem
ekonomi yang dibangun hanya dengan segelintir konglomerasi. Sebelum terjadi krisis
di era Orde Baru, ekonomi Indonesia dikuasai oleh 0,1% perusahaan besar yang
hanya menyerap 2% dari angkatan kerja. Sedangkan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) yang mampu menampung 95% angkatan kerja, yakni tak kurang
110 juta orang, ternyata hanya menguasai sedikit sumber daya (Sumodiningrat,
2005:33).
Fokus perekonomian Indonesia pra krisis yang lebih menitikberatkan
“konglomerasi usaha” terbukti telah menyeret perekonomian kita ke jurang krisis
yang semakin dalam. Demikian pula pada saat Indonesia mengalami puncak krisis
moneter pada tahun 1997, yang menyelamatkan perekonomian adalah kontribusi dari
Small Medium Enterpries (Usaha Mikro Kecil Menengah, selanjutnya disingkat
UMKM). UMKM terbukti kebal terhadap krisis ekonomi dan menjadi katup
pengaman bagi dampak krisis, seperti pengangguran dan pemutusan hubungan kerja
(Sumodiningrat, 2005:33). UMKM merupakan salah satu sektor informal yang cukup banyak mengatasi
masalah pengangguran. Bahkan lewat sektor ini diharapkan 10 juta pengangguran
akan terkurangi. Badan Pusat Statistik (2003) menyebutkan bahwa jumlah UKM
tercatat 42,3 juta atau 99,90 % dari total jumlah unit usaha.UKM menyerap tenaga
kerja sebanyak 79 juta atau 99,40 % dari total angkatan kerja.Kontribusi UKM dalam
pembentukan PDB sebesar 56,70 %. Kemudian sumbangan UKM terhadap
penerimaan devisa negara melalui kegiatan ekspor sebesar Rp 75,80 triliun atau 19,90
% dari total nilai ekspor. Sampai saat ini perekonomian Indonesia mayoritas ditopang
oleh sektor ini. Setidaknya, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah tersebut mampu
menyerap sekitar 70 % tenaga kerja informal. Sisanya, 30 % bergerak di bidang
formal. UMKM juga telah menyumbang produk ekspor sampai 16 %. Sehingga,
sektor usaha ini perlu dibina dan diberdayakan, karena merupakan penggerak
perekonomian dan pengembang ekonomi kerakyatan. Potensi itu terlihat tahun 2003,
UMKM telah menyerap sebanyak 42,4 juta unit usaha dan 79 juta tenaga kerja
dengan 56,7 % dari PDB nasional. Sampai awal tahun 2005, jumlah angkatan kerja
adalah sebanyak 105,8 juta orang atau naik sekitar 1,8 juta dibandingkan dengan
tahun 2004. Namun, lapangan kerja baru yang tercipta hanya sebesar 1,2 juta. Dari
jumlah tersebut, hanya sekitar 200 ribu tenaga kerja baru yang diserap oleh kegiatan
ekonomi formal, sementara sisanya yang sebesar 1 juta tenaga kerja diserap oleh
kegiatan ekonomi informal. Pekerja pada kegiatan ekonomi informal mengalami
kenaikan dari sebesar 65,3 juta orang atau 62,8% dari seluruh angkatan kerja pada
tahun 2004 menjadi 62,7% atau 66,3 juta orang pada tahun 2005. Sebagian besar
pekerja Indonesia bekerja di kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)
yang menyerap sebanyak lebih dari 99,5% dari jumlah tenaga kerja, dengan tingkat
produktivitas tenaga kerja yang jauh lebih rendah dibanding produktivitas usaha
besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 77,68 juta orang
tenaga kerja terserap oleh UMKM atau 96,77 persen dari total tenaga kerja nasional.
Selama periode 2004 hingga 2006, koperasi mengalami peningkatan sebesar 5,88
persen dari 130.730 unit pada 2004 menjadi 138.411 unit pada 2006. Pertumbuhan ini
dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah koperasi, jumlah anggota, penyerapan
tenaga kerja, permodalan, volume usaha, dan nilai sisa hasil usaha (SHU). Sementara
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tercatat hampir 45 juta unit atau 99,9
persen dari pelaku usaha nasional. Sebanyak 45 juta unit UMKM tersebut, 44,3 juta
unit merupakan usaha mikro dan kecil serta sebanyak 700.000 unit dari usaha
menengah Untuk mencapai sasaran di tahun 2007, kebijakan umum pemberdayaan
koperasi dan UMKM diarahkan terutama untuk mendukung pelaksanaan prioritas
pembangunan yaitu: (1) peningkatan kesempatan kerja, investasi, dan ekspor; dan (2)
upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam rangka upaya peningkatan kesempatan
kerja dan peningkatan ekspor. Kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM
difokuskan kepada peningkatan produktivitas dan akses UKM kepada sumberdaya
produktif (Anonim, 2006).
Masalah klasik dalam pembahasan sektor UMKM selama ini yaitu tertuju pada
persoalan Permodalan dan Pasar. Kedua faktor tersebut selama ini menjadi keluhan
bagi UMKM dalam berinvestasi. Saat ini Perhatian pemerintah terhadap UMKM
sangat gencar dilakukan. Demikian besar perhatian pemerintah pada faktor
permodalan dan pasar, kemudian mendorong pemerintah melalui Kementrian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berupaya semaksimal mungkin untuk
meningkatkan sumber-sumber pendanaan bagi pengusaha skala mikro, kecil, menengah, dan koperasi dan membuat kebijakan untuk mempermudah pengusaha
UMKM dalam mengakses pasar. Permodalan bagi UMKM erat kaitannya dengan
perputaran uang untuk berkembang dengan baik pada hari-hari berikutnya. Modal dan
pasar merupakan dua faktor yang memiliki hubungan sangat erat (Anonim, 2006).
Dalam perkembangannya hadirnya pasar swalayan dan supermarket, merupakan
dampak positif bagi UMKM, yaitu kemudahan dalam mengakses pasar. Dalam
wadah tersebut tidak perlu di cemaskan lagi mengenai hubungannya dengan
konsumen, karena pasar sudah tersedia. Namun dilain sisi dengan adanya kepastian
adanya pasar tersebut, terdapat kelemahan yaitu perputaran modal. Pihak penyedia
pasar mengambil kebijakan untuk tidak mencairkan secara langsung kepada UMKM
atas barang yang terjual. Investor jasa ini juga ingin mengambil keuntungan dalam
kegiatan ini. Dengan dana tunai yang tertampung, maka bisa digunakan untuk
memutar uang untuk berinvestasi, selain itu juga mendapat profit dari sistem bagi
hasil antar kedua elemen. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa UMKM menjual secara
kredit kepada konsumen. Uang tunai bisa dicairkan kepada UMKM setelah beberapa
hari sesuai dengan kebijakan setempat. Adanya waktu luang ini yang menjadi
permasalahan bagi UMKM yaitu perputaran uang untuk berproduksi kembali.
Di beberapa negara maju seperti Jepang, Korea, Italia, dan Negara-negara
anggota Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), perhatian pemerintah terhadap
perkembangan UMKM sangat besar dan kemitraan terjalin karena adanya suatu
kebutuhan. Kemitraan itu timbul karena adanya tuntutan pasar, tanggung jawab
bersama, mengurangi pengangguran, tumbuhnya usaha mikro kecil dan menengah,
serta dalam rangka meningkatkan daya saing usaha nasionalnya. Dukungan terhadap
UMKM terbukti memperkokoh sistem perekonomian mereka. Hal itu dapat dilihat
dari sedikitnya pengaruh krisis ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi kedua
negara. Besarnya manfaat dan efek berganda yang dihasilkan dari pemberdayaan
UMKM sesungguhnya dapat dilihat dari tertopangnya 68% sektor ekonomi nasional
semasa Orde baru. Sumbangan sektor UMKM juga dapat dilihat dari Produk
Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan antara tahun 1997 – 2001 berkisar 54,74% -
57,68%. Jadi lebih separuh dari Pendapatan negara disumbang oleh pengusaha kecil
dan menengah. Tidak diragukan lagi, keberpihakan pada pengembangan sektor
UMKM harus dijadikan acuan dalam memulihkan dan membangkitkan kembali
perekonomian nasional. Untuk itu perlu diperhatikan lima sumberdaya pokok yang
saling terkait dan harus dikelola secara integral, yaitu: sumberdaya material, manusia,
finansial, teknologi, dan informasi. Kelima faktor inilah yang menentukan
berkembang tidaknya sebuah usaha (Sumodiningrat, 2005:37).
Pengembangan sektor UMKM bertumpu pada mekanisme pasar yang sehat dan
adil. Langkah strategis yang perlu ditempuh demi keunggulan UMKM adalah sebagai
berikut : Pertama, sumberdaya lokal (local resources) harus dijadikan basis utama,
karena salah satu karakter UMKM adalah melakukan proses efisiensi dengan
mendekatkan sumber bahan baku. Kedua, pembentukan infrastruktur pendamping
yang dapat membantu pelaku UMKM menghadapi lembaga pembiayaan, mengadopsi
teknologi, dan mengakses pasar luas. Pusat inkubasi bisnis dapat dimulai masyarakat,
tapi harus didukung penuh pemerintah. Ketiga, hadirnya lembaga penjamin kredit
merupakan pilihan tepat, karena rendahnya aksesibilitas UMKM terhadap lembaga
pembiayaan berpangkal dari ketiadaan agunan. Keempat, penggunaan teknologi yang
berbasis pengetahuan lokal (indigenous knowledge) dilakukan pemerintah
bekerjasama dengan perguruan tinggi. Ketergantungan terhadap teknologi asing yang
berbiaya tinggi harus segera diakhiri. Terakhir, penyediaan informasi bagi pelaku
UMKM terkait dengan peluang pasar dan pemanfaatan teknologi. Kelima,
meningkatkan promosi produk dalam negeri di arena perdagangan lintas negara.
Pelaku UMKM yang terdiri dari kelompok pengrajin, pengusaha tekstil, pengolah
bahan pangan, pedagang eceran sampai asongan telah membuktikan diri sanggup
bertahan di masa krisis. Pemerintah patut berterima kasih, karena selama ini UMKM
tidak memberatkan beban anggaran negara. Jika ada UMKM yang terlibat kredit
macet, maka nilainya tak sebesar utang konglomerat yang telah merusak fundamental
ekonomi nasional. Karena itu, Indonesia harus bangkit dengan basis ekonomi yang
lebih mandiri (Sumodiningrat, 2005:37).
Suatu kegiatan usaha yang akan dilaksanakan tentunya akan memerlukan modal
sebagai faktor produksi dengan harapan mendapatkan manfaat berupa keuntungan
dikemudian hari yaitu setelah jangka waktu tertentu dimana usaha tersebut
dilaksanakan. Harapan tersebut tidak selalu menjadi kenyataan atau tidak selalu
berjalan lancar meskipun dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Telah disadari pula bahwa modal dan faktor
produksi lainnya seperi sumber daya alam dalam bentuk tanah dan bahan baku
lainnya tidak selalu tersedia, namun sering dalam keadaan terbatas sehingga
penggunaannya harus secara hati-hati. Sehubungan dengan hal itu, maka sebelum
keputusan diambil untuk melaksanakan kegiatan usaha tersebut, terlebih dahulu harus
direncanakan dengan matang, kemudian diadakan perhitungan-perhitungan
pendahuluan yang didasarkan pada perbandingan (ratio) antara manfaat yang akan
diperoleh (benefit) dengan biaya yang akan atau harus dikeluarkan (costs) selama
usaha tersebut berlangsung (Anonim, 2003).
Pada umumnya usaha mikro, kecil dan sebagian besar sangat lemah dalam
bidang administrasi. Sementara usaha menengah lebih baik, mereka jarang
mendasarkan diri pada rencana yang sistematis karena mereka kurang mampu dalam
menuangkan pikiran-pikiran mereka dan juga belum sadar akan arti pentingnya
rencana. Dan juga para pengusaha pribumi jarang berpengalaman dalam tata cara
pengajuan dan mendapatkan kredit. Mengingat hal-hal tersebut di atas, beberapa
lembaga keuangan lainnya mempersyaratkan agar pemohon bantuan keuangan
melengkapi permohonannya dengan proposal rencana dan atau studi kelayakan oleh
konsultan yang tentunya memerlukan biaya dan belum tentu proposal yang diajukan
disetujui (Anonim, 2003).


Kegiatan perusahaan pada umumnya dimulai dan bermuara pada masalah
keuangan. Dengan kata lain kinerja bisnis tersebut akan tergambar pada kinerja
keuangan perusahaan. Manajemen keuangan bertujuan mengelola keuangan
perusahaan, agar tercapai “profit maksimum dan resiko minimum”. Agar dapat
mencapai profit maksimum dan resiko minimum tersebut, maka pengelolaan
keuangan perusahaan harus sudah dimulai pertama dari saat memilih usaha atau
memilih investasi yang paling menguntungkan dengan resiko minimum (memilih
investasi yang paling layak). Kegiatan berikutnya (kedua) adalah memilih sumber
dana yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan investasi. Untuk ini perlu
dipilih sumber dana (equity, pinjaman, ventura, pasar modal, dan sebagainya) yang
paling mudah didapat, dengan biaya yang paling rendah. Kegiatan manajemen
keuangan yang ketiga adalah memilih struktur pendanaan (financial structure) yang
paling baik bagi usaha (investasi) perusahaan. Indikator yang digunakan adalah
struktur pendanaan yang paling rendah biaya modalnya. Kegiatan manajemen yang
keempat adalah menjaga kinerja keuangan perusahaan (Anonim, 2001).
Di negara-negara yang sedang membangun umumnya terdapat dua sumber dana
dalam rangka penanaman modal atau investasi, yaitu penanaman modal dalam negeri
(Capital inflow) dan penanaman modal luar negeri (Capital Outflow). Di Indonesia,
penanaman dalam negeri (Capital Inflow) bersumber dari tabungan dari tabungan
pemerintah dan tabungan masyarakat. Usaha-usaha yang biaya penanaman modalnya
bersumber dari dana pemerintah (tabungan pemerintah), dinamakan usaha pemerintah
atau usaha nasional, yang menitik beratkan pada manfaat (benefit) yang akan
diperoleh dari penanaman modal usaha tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan
hidup rakyat banyak, dengan perkataan lain, menitik beratkan pada manfaat
ekonomisnya. Sedangkan usaha-usaha yang biaya penanaman modalnya bersumber
dari dana swasta (tabungan masyarakat) tujuannya adalah untuk memperoleh manfaat
semaksimal mungkin dalam arti keuntungan yang sebesar-besarnya atau usaha
tersebut menitik beratkan pada manfaat finansialnya. Demi terciptanya apa yang
diharapkan dari usaha itulah, sebelum diambil keputusan untuk melakukan
penanaman modal, terlebih dahulu harus dianalisa/dievaluasi dari segala aspek
melalui suatu studi kelayakan, yang pada umumnya meliputi analisa pasar, analisis
teknis, analisis finansial, dan analisis profitabilitas sosial. Dari uraian yang singkat
ini kiranya dapat dipahami betapa pentingnya peranan perencanaan dan
analisis/evaluasi terhadap suatu rencana investasi proyek serta sistem monitoring
terhadap pelaksanaannya, baik ditinjau dari segi rencana investasi proyek secara
mikro (dilihat dari rencana perorangan) maupun secara makro, dalam kaitannya
dengan keseluruhan kerangka pembangunan nasional (Anonim, 2003).
Berdasarkan dari latar belakang, maka perlu diadakan Penelitian mengenai :
“Analisa Kelayakan Investasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)” dengan
mengambil studi kasus di CV.Bersaudara Jaya.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, secara singkat permasalahan yang dapat diambil
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana kelayakan usaha CV.Bersaudara Jaya ?
2. Bagaimana Prospek kedepan CV.Bersaudara Jaya ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisa kelayakan usaha CV.Bersaudara Jaya.
2. Untuk menganalisa prospek kedepan CV.Bersaudara Jaya.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai :
1. Bahan pertimbangan dan masukan bagi perbankan dan pemerintah di dalam
mengambil kebijakan terhadap masalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM).
2. Bagi pelaku usaha atau investor pada sektor Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM), agar menyadari pentingnya analisa terhadap suatu
usaha dan pengambilan kebijakan mengenai masalah keuangan secara
profesional.
3. Bahan referensi bagi peniliti lain yang hendak mengadakan penelitian dalam
hubungannya dengan masalah ini.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini akan dibicarakan menegenai beberapa konsep dasar (basical
theory) yang berkaitan dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Teori-teori ini
penulis kutip dari berbagai bahan dan buku mata kuliah yang pernah penulis
dapatkan, maupun dari berbagai sumber lain seperti pedoman dari bank dan
perusahaan.
Adapun dalam Bab II ini, penulis membagi dalam beberapa bahasan, yang
masing-masing bagian merupakan rangkaian yang berurutan digunakan sebagai dasar
teori pengerjaan dalam tinjauan penulisan laporan ini.
2.1 Kelayakan Usaha
Kelayakan Usaha merupakan suatu konsep yang erat kaitannya dengan
perencanaan usaha, hal ini dikarenakan aspek utama dalam melakukan usaha pertama
kali faktor kelayakan perlu diperhatikan dan merupakan hal yang cukup penting.
Perencanaan usaha diperlukan dalam kegiatan bisnis yang akan dilakukan maupun
yang sedang berjalan agar tetap berada dijalur yang benar sesuai dengan yang
direncanakan. Perencanaan usaha merupkan alat yang sangat penting bagi pengusaha
maupun pengambil keputusan kebijakan perusahaan. Perencanaan usaha juga dapat
dipakai sebagai alat untuk mencari dana dari pihak ketiga. Ada lingkup yang perlu
dijelaskan, untuk menuju perencanaan usaha yang optimal (Anonim, 2006).

2.1.1 Studi Kelayakan Proyek / Usaha
Menurut Suad Husnan dan Suwarsono (1994:4), studi kelayakan proyek /
usaha adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan
proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Pengertian keberhasilan ini mungkin
bisa ditafsirkan agak berbeda-beda. Ada yang menafsirkan dalam artian yang lebih
terbatas, ada juga yang mengartikan dalam arti yang lebih luas. Artian yang lebih
terbatas, terutama digunakan oleh pihak swasta yang lebih berminat tentang manfaat
ekonomis suatu investasi. Sedangkan dari pihak pemerintah, atau lembaga non profit,
pengertian menguntungkan bisa dalam arti yang relatif. Mungkin dipertimbangkan
berbagai faktor seperti manfaat bagi masyarakat luas yang bisa berwujud penyerapan
tenaga kerja, pemanfaatan sumber daya yang melimpah di tempat tersebut, dan
sebagainya. Bisa juga dikaitkan dengan misalnya, penghematan devisa ataupun
penambahan devisa yang diperlukan oleh pemerintah.
Menurut Siswanto Sutojo (1989:139), laporan studi kelayakan proyek / usaha
diperlukan oleh lebih dari satu pihak, maka di dalam menyusun laporan tersebut
hendaknya diusahakan agar kebutuhan semua pihak dapat terpenuhi.
Menurut Kadariah et all (1978), maksud dari pada analisa kelayakan proyek /
usaha ialah untuk memperbaiki pemilihan investasi. Karena sumber-sumber yang
tersedia bagi pembangunan adalah terbatas, maka perlu sekali diadakan pemilihan
antara berbagai macam usaha.
2.1.2 Rencana Penanaman Modal Usaha
Menurut Zulkarnain Djamin dalam Saifuddin Sarief (2003 : 8) bahwa, suatu
usaha adalah rangkaian kegiatan penanaman modal, yang dengan menggunakan
modal/smber-sumber alam/faktor produksi, diharapkan mendapatkan manfaat (benefit
/ profit) setelah suatu jangka waktu tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan
penanaman modal (investasi) di sini semuanya adalah pengeluaran-pengeluaran yang
dilakukan oleh investor (pemerintah / swasta) untuk pembelian barang-barang/jasa,
modal kerja yang diperlukan dalam rangka investasi. Kredit investasi biasanya
merupakan kredit untuk pembelian peralatan, mesin, kendaraan yang dapat dibedakan
dengan kredit modal kerja. Misalnya untuk pembangunan suatu usaha baru ataupun
untuk perluasan suatu pabrik yang sudah ada maupun untuk penambahan stok di
gudang (bahan mentah, bahan baku/penolong, dan sebagainya).
Pada dasarnya keputusan apakah sesuatu investasi akan dilaksanakan atau
tidak, tergantung pada atau ditentukan oleh dua hal :
a. Keuntungan yang diharapkan (keuntungan bersih, dinyatakan dalam % per
satuan waktu) disatu pihak.
b. Ongkos penggunaan dana, atau tingkat bunga (pinjaman) dilain pihak.
Sehubungan dengan hal itu maka :
a. Bila keuntungan bersih lebih besar dari tingkat bunga, penanaman
modal/investasi dilakukan.
b. Bila keuntungan bersih lebih kecil dari tingkat bunga, penanaman modal/investasi
tidak dilakukan atau ditolak.
c. Bila keuntungan bersih sama dengan tingkat bunga, investasi bisa dilakukan atau
tidak dilakukan, tergantung pada pemilik modal untuk memutuskannya, karena
pada tingkat ini, terjadi apa yang dinamakan “break event point”.
2.1.3 Analisis Ekonomi Dan Analisis Finansial
Menurut Zulkarnain Djamin dalam Saifuddin Sarief (2003 : 5) bahwa,
perbedaan penekanan pada model-model uji/analisis perencanaan berdasarkan
analisis ekonomi dan analisis keuangan (finansial) tersebut, adalah pada hal-hal,
sebagai berikut :
a) Apabila penanaman modal usaha tersebut dibiayai dari dana pemerintah dalam
rangka peningkatan taraf hidup masyarakat, maka titik berat analisis/evaluasi
adalah pada aspek keuntungan sosial (social profitability). Yang menekankan
sampai seberapa jauh manfaat proyek tersebut kepada perekonomian secara
keseluruhan. Ini berarti, seandainya suatu rencana investasi pemerintah, ditinjau
dari segi keuangannya menunjukkan hasil analisis didasarkan pada perbandingan
keuntungan/benefit (B) dan biaya usaha/cost-nya (C) adalah lebih kecil dari satu
(B/C < 1), tetapi ditinjau dari manfaat/keuntungan sosialnya akan memberikan
pengaruh positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat
maupun kehidupan perekonomian secara keseluruhan, usaha tersebut akan
dilaksanakan. Misalnya dengan adanya usaha tersebut berarti akan tersedia
lapangan kerja baru bagi masyarakat setempat, menambah pendapatan masyarakat
setempat, dapat menghidupkan kegiatan ekonomi daerah , masuknya teknologi
baru di daerah tersebut dan sebagainya. Oleh karena itu dengan pertimbanganpertimbangan
inilah walaupun hasil analisis menunjukkan B/C < 1 tapi
mendekati 1, pemerintah akan memutuskan untuk melaksanakan penanaman
modal/investasi usaha tersebut dengan titik berat terletak pada hasil analisis
ekonominya.
b) Bagi usaha-usaha yang dibiayai dari dana swasta maka analisis/evaluasi dititik
beratkan pada hasil analisis finansial. Disini rencana investasi dilihat/ditinjau dari
segi neraca pembayaran, yaitu perbandingan antara hasil penjualan kotor (grosssales)
dengan jumlah biaya-biaya, bila menunjukkan ada keuntungan bersih (net
benefit) maka rencana investasi tersebut dilanjutkan, atau dinyatakan jalan terus
“go”. Bila sebaliknya, yaitu menunjukkan keuntungan yang negatif (rugi), maka
rencana investasi tersebut dibatalkan. Namum apabila dapat memberikan
keuntungan secara aspek sosial-ekonomi masyarakat sepanjang pemerintah
mampu memberikan subsidi yang sesuai dengan tujuan usaha tersebut.
Menurut Kadariah et all (1999:3), menyatakan dalam ilmu evaluasi proyek
biasanya ditekankan hanya dua analisis, yaitu :
a. Analisis finansial, dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orangorang
yang menanam modalnya dalam proyek atau berkepentingan langsung
dalam proyek.
b. Analisis ekonomis, dimana proyek dilihat dari sudut perekonomian sebagai
keseluruhan.
Menurut Kadariah et all (1999), Dalam analisis finansial yang diperhatikan ialah
hasil untuk modal saham (equity capital) yang ditanam dalam proyek, ialah hasil
yang harus diterima oleh para petani, pengusaha (businessmen), perusahaan swasta,
suatu badan pemerintah, atau siapa saja yang berkepentingan dalam pembangunan
proyek. Hasil finansial sering juga disebut private return. Sedangkan dalam analisis
ekonomis yang diperhatikan ialah hasil total, atau produktivitas atau keuntungan yang
didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian sebagai keseluruhan, tanpa melihat siapa yang menyediakan sumbersumber
tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil proyek tersebut.
Hasil itu disebut “the social returns” atau “the economics returns” dari proyek
2.1.4 Strategi Perencanaan Usaha
Menurut Zulkarnain Djamin dalam Saifuddin Sarief (2003 : 2) bahwa, strategi
perencanaan adalah sebuah proses yang melibatkan pembahasan kondisi pasar,
kebutuhan pelanggan, kekuatan dan kelemahan pesaing, kondisi sosiopolitik, hukum
dan ekonomi, perkembangan teknologi dan tersedianya berbagai sumberdaya yang
dapat menjadi peluang atau hambatan bagi perusahaan. Oraganisasi-organisasi
sekarang perlu berfungsi dalam suatu lingkungan atau keadaan yang tidak hanya
harus mampu bersaing akan tetapi harus mampu pula bekerjasama dengan
perusahaan-perusahaan lain, bahkan mungkin dengan perusahaan yang dalam hal
tertentu bisa menjadi pesaing. Organisasi-organisasi perusahaan tidak lagi dibatasi
oleh pertimbangan-pertimbangan nasional tetapi juga internasional yaitu
pertimbangan global. Oleh karena itu perencanaan usaha harus juga
mempertimbangkan pengaruh-pengaruh nasional maupun global. Kedua
pertimbangan ini pada skala usaha atau pada berbagai produk yang diusahakan
mutlak harus menjadi perhatian dalam rangka membuat rencana usaha. Kalaupun
perencanaannya hanya mempertimbangkan atau hanya berorientasi nasional namun
dalam era globalisasi seperti sekarang ini berbagai produk termasuk produk yang
sama kemungkinan akan masuk ke dalam negeri tanpa hambatan sehingga menjadi
pesaing. Atau sebaliknya produk yang hanya untuk pasaran nasional tapi ternyata
diminati secara global sehingga pasaran akan meluas.
Hubungan antara perencanaan strategis dan perencanaan operasional adalah
penting harus merupakan perhatian bagi para penyusun perencanaan dan juga bagi
para manajer. Mencapai tujuan strategis sebuah organisasi perusahaan. Hal ini akan
memudahkan pengembangan rencana pada setiap bidang fungsi organisasi. Sebuah
rencana strategi menuntun masing-masing bidang untuk mengembangkan bermacam
tujuan, strategis dan program dengan berbagai tujuan tersebut.
2.1.5 Siklus Usaha
Menurut konsep yang dikembangkan oleh Bank Indonesia (1995), dalam
rangka pengembangan usaha terutama usaha kecil dan menengah, perlu dipahami
tentang pengertian siklus usaha dan kredit. Dengan memahami pengertian kedua
siklus ini, diharapkan mampu memudahkan bagi pengembangan usaha pada tahapan
pra kredit, pada tahapan proses akad kredit maupun pada tahapan pasca kredit.
Bagi pengusaha siklus ini, dapat memberi arahan mtentang dimana kita
sekarang, kemana kita akan pergi dan bagaimana sampai kesana. Karena sebuah
perusahaan harus mempunyai visi dan misi yang jelas kearah mana perusahaan akan
menuju, bisnis apa yang akan digelutinya, tujuan dan filosofi untuk mencapai tujuan
tersebut. Hal ini dimaksudkan juga karena persaingan usaha yang semakin tajam dan
perubahan lingkungan yang sulit diramalakan, benar-benar memerlukan pemikiran
strategik. Penjabaran lebih lanjut tentang tahapan siklus usaha terdapat pada tabel
dibawah ini :
Gambar 2.1
Diagram Urutan / Siklus Usaha
Sumber : Bank Indonesia (1995)
Berdasarkan tabel diatas, siklus usaha dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Identifikasi Jenis Usaha.
Suatu kegiatan yang mengkaji secara garis besar tentang adanya kemungkinankemungkinan
peluang pengembangan terhadap suatu sub sektor ekonomi tertentu,
karena adanya :
a. unsur pasar terhadap mata dagangan sub sektor ekonomi yang bersangkutan.
b. Secara teknis produksi memungkinkan untuk dikembangkan.
c. Secara formal ada kemungkinan usaha tersebut bisa menguntungkan.
PELAKSANAAN DAN SUPERVISI FISIK USAHA
KEGIATAN PERSIAPAN USAHA
KEGIATAN “UJI COBA” ATAU “TRIAL RUN”
IDENTIFIKASI USAHA
PENELITIAN KELAYAKAN SECARA RINCI
MASA PRODUKSI / OPERASIONAL USAHA
KEGIATAN PENYELESAIAN BEBAN-BEBAN FINANSIAL, SUPERVISI DAN PENYELAMATAN
KREDIT
PENGUSULAN PROYEK UNTUK MENDAPATKAN PEMBIAYAAN DARI BANK
PENGEMBANGAN PROYEK LEBIH LANJUT
2. Penelitian kelayakan usaha secara rinci.
Tahapan kegiatan ini adalah untuk mempersiapkan suatu laporan kelayakan
usaha yang pada akhirnya bisa disajikan dalam bentuk usulan usaha yang tidak
saja “feasible”, tetapi juga yang harus bisa diterima oleh bank (“bankable”).
3. Pengusaha berusaha untuk mendapatkan pembiayaan dari bank.
Ini merupakan suatu tahapan kegiatan yang mengantar laporan kelayakan usaha
agar dapat sampai ke bank, untuk kemudian diharapkan bisa mendapat tanggapan
dan tindakan dari bank dalam bentuk penilaian atau “appraisal”.
4. Kegiatan persiapan usaha.
Dengan adanya bantuan kredit bank, maka pengusaha kecil yang bersangkutan
perlu/menyusun rencana persiapan pelaksanaan usaha yang bisa memandu
pengusaha kecil ini dalam mengalokasikan dananya secara efektif dan efisien.
5. Pelaksanaan dan supervisi.
Dengan menggunakan perencanaan persiapan pelaksanaan di atas, pengusaha
kecil melanjutkan kegiatan usahanya dengan melaksanakan fisik usaha mulai dari
penyiapan lahan, bangunan, peralatan, tenaga kerja dan input produksi lainnya
yang diperlukan, sampai dengan usaha ini siap untuk melaksanakan proses
produksi.
6. Kegiatan “uji coba” atau “trial run”.
Khususnya untuk usaha-usaha industri memerlukan tahapan ini, dengan maksud
untuk mencoba apakah sarana fisik usaha (misalnya bangunan, sarana penunjang
pokok, peralatan yang sudah dipasang) sudah siap untuk digunakan dalam proses
produksi. Disamping itu, bila ada kemungkinan terjadinya suatu penyimpangan

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN ILMU FORENSIK DALAM HUKUM PIDANA

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada pros...