Kasus 2 : PENCURIAN
Perampok Jarah Kantor Dinkes Gresik
Laporan wartawan Kompas Adi Sucipto
Sabtu, 4 Desember 2010 | 13:44 WIB
GRESIK, KOMPAS.com
— Kawanan perampok pada Sabtu (4/12/2010) pukul 04.00 beraksi di Kantor
Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik. Dua anggota Satuan Polisi Pamong
Praja yang bertugas diplakban mata dan mulutnya serta diikat tali rafia.
Pelaku berhasil membawa kabur uang tunai Rp 6,7 juta di laci.
Kasus itu terungkap sekitar pukul 08.00 saat sebagian pegawai akan
beraktivitas di kantor, lalu peristiwa itu dilaporkan ke polisi.
Awalnya, petugas jaga Sunaryoto dan Rahmat didatangi empat orang
yang membawa celurit dan parang. Keduanya sempat melawan, tetapi tidak
bisa berkutik. Selain kalah banyak, keduanya juga khawatir karena pelaku
juga mengancam dengan senjata tajam.
Keduanya diringkus pelaku, mulut dan mata diplakban, serta tangan
dan kaki diikat tali rafia. Petugas jaga lainnya, Nawawi, memilih
sembunyi saat perampok beraksi membuka laci dan mengubrak-abrik isinya.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik Sugeng Widodo,
pelaku hanya berhasil menemukan uang tunai Rp 6,7 juta. Kepala
Kepolisian Resor Gresik Ajun Komisaris Besar Jakub Prajogo menyatakan,
polisi masih melakukan pemeriksaan dan penyelidikan. Dari tempat
kejadian perkara, polisi mendapatkan plakban dan tali rafia.
Analisis Kasus 2
Pada kasus di atas, pelaku berjumlah empat orang telah melakukan
tindak pidana pencurian dengan cara mengambil uang tunai Rp 6,7 juta di
dalam Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik.
Karena yang melakukan tindak pidana adalah orang Indonesia dan
terjadi di wilayah Indonesia, maka yang berlaku adalah hukum pidana
Indonesia, yang berarti KUHPidana (asas teritorialitas).
Perbuatan pelaku tergolong kepada delik berkualifikasi, karena
perbuatan tersebut memiliki unsur – unsur yang sama dengan delik dasar
atau delik pokok, tetapi ditambah dengan unsur – unsur lain sehingga
ancaman pidananya lebih berat daripada delik dasar. Dalam kasus ini,
delik dasar adalah pasal 362 KUHP yaitu mengenai pencurian. Tetapi
karena pencurian tersebut disertai dengan ancaman kekerasan pada penjaga
malam, maka pelaku akan diancam dengan pasal 365 KUHP ayat (1) dan (2),
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun,
pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiap atau
mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, atau
memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, dan atau untuk
tetap menguasai barang yang dicurinya.
(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:
1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah
atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam
kereta api atau trem yang sedang berjalan;
2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;
3. jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan, dengan merusak
atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau
pakaian jabatan palsu;
4. jika perbuatan mengakibatkan luka – luka berat.
Dalam Pasal 362 KUHP dikatakan “pengambilan suatu barang, yang
seluruh atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian”. Berikut unsur –
unsur pencurian,
> Unsur – Unsur Objektif berupa :
- Unsur perbuatan mengambil (wegnemen). Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukkan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formil. Unsur pokok dari perbuatan mengambil adalah harus ada perbuatan aktif, ditujukan pada benda dan berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam kekuasaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap suatu benda dengan membawa benda tersebut ke dalam kekuasaannya secara nyata dan mutlak (Kartanegara, 1:52 atau Lamintang, 1979:79-80). Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah merupakan syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga merupakan syarat untuk menjadi selesainya suatu pencurian secara sempurna. Sebagai ternyata dari Arrest Hoge Raad (HR) tanggal 12 Nopember 1894 yang menyatakan bahwa “perbuatan mengambil telah selesai, jika benda berada pada pelaku, sekalipun ia kemudian melepaskannya karena diketahui”.
- Unsur benda. Pada mulanya benda – benda yang menjadi objek pencurian ini sesuai dengan keterangan dalam Memorie van Toelichting (MvT) mengenai pembentukan pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda – benda bergerak (roerend goed). Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil. Benda yang kekuasaannya dapat dipindahkan secara mutlak dan nyata adalah terhadap benda yang bergerak dan berwujud saja. Benda bergerak adalah setiap benda yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri atau dapat dipindahkan (pasal 509 KUHPerdata).
- Unsur sebagian maupun seluruhnya milik orang lain. Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain , cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik petindak itu sendiri.
> Unsur – Unsur Subjektif berupa :
- Maksud untuk memiliki. Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni pertama unsur maksud (kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk), berupa unsur kesalahan dalam pencurian, dan kedua unsur memiliki. Dua unsur itu dapat dibedakan dan tidak terpisahkan. Maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk memilikinya. Apabila dihubung kan dengan unsur maksud, berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil dalam diri petindak sudah terkandung suatu kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai miliknya.
- Melawan hukum. Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui, sudah sadar memiliki benda orang lain (dengan cara yang demikian) itu adalah bertentangan dengan hukum. Unsur maksud adalah merupakan bagian dari kesengajaan. Sedangkan apa yang dimaksud dengan melawan hukum (wederrechtelijk) undang-undang tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Pada dasarnya melawan hukum adalah sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan tertentu. dalam doktrin dikenal ada dua macam melawan hukum, yaitu pertama melawan hukum formil, dan kedua melawan hukum materiil. Melawan hukum formil adalah bertentangan dengan hukum tertulis, artinya sifat tercelanya atau terlarangnya suatu perbuatan itu terletak atau oleh sebab dari hukum tertulis. Sedangkan melawan hukum materiil, ialah bertentangan dengan azas-azas hukum masyarakat.
Kaitan dengan kasus:
Sesuai dengan asas legalitas kasus ini jelas melanggar
aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam KUHP, tepatnya tentang
pencurian pasal 362: “Barangsiapa mengambil sesuatu, yang seluruh atau
sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana paling lama lima
tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah” Dari sisi
sifat melawan hukumnya tercantum secara eksplisit dalam bunyi pasal yang
bersangkutan.
Atas kasus diatas pengadilan yang berwenang mengadili adalah
Pengadilan Negeri Gresik karena kasus perampokan tersebut dilakukan di
Gresik.
Dari sifat melawan hukumnya perbuatan yang dilakukan pelaku,
terlihat bahwa para pelaku perampokan pada saat melakukan aksinya telah
mampu bertanggung jawab, karena dengan sadar mengancam penjaga kantor
menggunakan senjata tajam lalu mengikat mereka, kemudian mengambil uang
yang ada di dalam kantor. Ini memenuhi unsur pada pasal 365 ayat 1,
yaitu pencurian yang disertai dengan ancaman kekerasan.
Dilihat dari sisi umur, para pelaku disimpulkan telah berumur
lebih dari 16 tahun, karena telah memiliki kematangan dalam tindakan
mereka. yang artinya KUHP berlaku atas para pelaku secara utuh dan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku didalamnya, karena para pelaku
telah dewasa dan cakap hukum.
Jarak antara perbuatan yang dilakukan dengan para pelaku
tertangkap bila seandainya belum mencapai 30 tahun maka perbuatan yang
dilakukan belum dianggap sebagai perbuatan yang daluarsa, sehingga masih
bisa diadili.
Perbuatan yang dilakukan para pelaku dari kasus diatas terbukti
bahwa perbuatan tersebut tertangkap tangan. Artinya perbuatan tersebut
jelas diketahui oleh orang lain, mengingat aksi yang dilakukan diketahui
oleh kedua petugas jaga yang merupakan anggota Satuan Polisi Pamong
Praja. Dalam keadaan seperti itu mereka masih saja mengambil dan membawa
uang Rp 6,7 juta yang ada di kantor dengan maksud untuk dimiliki.
Perbuatan ini jelas melanggar ketentuan yang terdapat dalam KUHP.
Kesalahan yang diperbuat merupakan kesalahan yang disengaja,
yaitu kesalahan yang dengan sengaja (doleus delicti), dalam keadaan
sadar, diketahui bahwa perbuatan yang dilakukan tersebut dilarang hukum.
Para pelaku dengan sadar mencuri disertai ancaman kekerasan pada kedua
petugas jaga.
Pertanggungjawaban atas perbuatan yang telah dilakukan pelaku
dilihat dari kemampuannya terlebih dahulu. Sesuai dengan fakta diatas
maka kedua pelaku dianggap sudah mampu bertanggungjawab atas
perbuatannya. Para pelaku jelas mengetahui dan menyadari bahwa perbuatan
yang mereka lakukan telah melanggar hukum. Hal ini terlihat setelah
mereka berhasil mengambil uang dari kantor, mereka lalu melarikan diri.
Hal ini mereka lakukan karena mereka takut dan sadar jika tertangkap
akan diadili massa atau oleh pihak yang berwajib (polisi). Selain itu
mereka mengetahui bahwa perbuatan mereka telah melanggar nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat.
Hukum pidana Indonesia dalam hal pertanggungan jawab menganut
sistem fiktif, artinya menurut hukum Indonesia, setiap pelaku perbuatan
pidana pada dasarnya selalu dianggap sebagai orang yang mampu
bertanggungjawab atas perbuatannya. Pengecualian dari system fiktif
tersebut terdapat pada pasal 44 KUHP, dengan kata lain dianggap tidak
mampu bertanggung jawab, yaitu apabila : 1) Jiwa pelaku mengalami cacat
mental sejak pertumbuhannya, 2) Jiwa pelaku mengalami gangguan
kenormalan yang disebabkan oleh penyakit, sehingga akalnya kurang
berfungsi membedakan yang baik dan yang buruk, seperti orang gila atau
epilepsy.
Jika melihat kasus diatas lagi, para pelaku tidak termasuk dalam
pengecualian yang dimaksud dalam pasal 44 KUHP diatas. Para pelaku tidak
mengalami gangguan psikis, tidak mengalami cacat mental sejak
pertubuhannya dan juga tidak mengalami gangguan jiwa seperti gila,
epilepsy dan lain sebagainya.
Unsur kesalahan yang ada dalam perbuatan pelaku dalam kasus
diatas jelas mencakup tiga unsur yang ada dalam landasan teori, yaitu
pertanggungjawaban, adanya hubungan batin perbuatan dengan pelaku
perbuatan dan tidak adanya alasan penghapusan pidana. Perbuatan yang
dilakukan telah dianggap merugikan orang lain, sehingga patut untuk
dipidana karena perbuatan merugikan orang lain tersebut. Salah satu
teori pemidanaan yang dikenal adalah teori pembalasan yaitu kejahatan
itu menimbulkan ketidakadilan, maka harus dibalas dengan ketidakadilan
pula (Immanuel Kant).
Seperti yang telah disebutkan di atas, keempat pelaku dapat
dijerat dengan pasal 365 KUHP. Semua unsur, mulai dari pencurian,
ancaman kekerasan, jumlah pelaku lebih dari seorang, dilakukan di malam
hari ke pekarangan tertutup yang ada rumahnya, memasukinya menggunakan
kejahatan dengan merusak, maka ancaman pidana yang dapat dikenakan
kepada mereka adalah dipenjara paling lama dua belas tahun.
Pencurian tergolong kepada delik – delik yang sama seperti
pemerasan, yang membedakan hanyalah pencurian bukan termasuk golongan
delik aduan, melainkan merupakan golongan delik biasa (gewone delict),
yaitu delik yang tidak membutuhkan adanya pengaduan untuk menuntutnya.
Dalam kasus ini ketika terjadi perampokan memang diperlukan adanya
laporan dari masyarakat, tapi bukan pengaduan. Seandainya tanpa ada
laporan tapi polisi mengetahui ada pencurian, maka tetap bisa dilakukan
penuntutan.
Kesimpulan
Kesimpulannya, baik kasus pemerasan maupun kasus pencurian sama –
sama tergolong delik formil, karena kedua delik ini terjadi karena
adanya pelanggaran pada larangan yang dimuat dalam undang – undang (KUHP
pasal 368 dan 365). Pada kasus pemerasan, pelaku dapat dituntut
maksimal hukuman penjara sembilan tahun, sementara pada kasus pencurian
dengan ancaman kekerasan, keempat pelaku dapat dijerat pasal 368 KUHP
dengan hukuman penjara maksimal dua belas tahun. Para pelaku di kedua
kasus di atas dianggap cakap hukum, sadar akan perbuatannya yang melawan
hukum dan bertanggungjawab penuh terhadap perbuatannya, sehingga tidak
ada alasan penghapusan pidana. Hukuman yang tepat diberikan pada mereka,
selain merujuk kepada pasal – pasal dalam KUHP, akan disesuaikan juga
dengan keyakinan hakim dan jurisprudensi pada kasus – kasus yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
- Kitab Undang – Undang Hukum Pidana
- Sofjan Sastrawidjaja, S.H., Hukum Pidana : Asas Hukum Pidana Sampai Dengan Alasan Peniadaan Pidana. 1995. Bandung : Armico.
- Situs Resmi Liputan 6 SCTV
- Situs Resmi Kompas
- hukumislam-uii.blogspot.com
- excellentlawyer.blogspot.com
No comments:
Post a Comment