tag:blogger.com,1999:blog-63333203184236102412024-03-05T21:06:02.043-08:00BHARA CENTRUMBlog Materi Kuliah, Tugas, Makalah, Thesis, Skripsi Unknownnoreply@blogger.comBlogger416125tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-77340328277898661072018-12-27T07:31:00.004-08:002020-11-04T11:29:04.905-08:00PENERAPAN ILMU FORENSIK DALAM HUKUM PIDANA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span face="Arial, Helvetica, sans-serif">Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada proses persidangan begitu juga halnya terhadap kasus-kasus yang berhubungan dengan luka tubuh manusia, untuk menentukan kapan saat terjadi luka dan apakah luka tersebut disebabkan oleh tindak kejahatan diperlukan alat bukti yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. <br />Berangkat dari ketidakmampuan untuk mengungkapkan semuanya itu, hukum memerlukan bantuan dari disiplin ilmu pengetahuan lain, yaitu kedokteran, tentunya bantuan ilmu kedokteran bukan hanya terbatas untuk hal-hal semacam itu, melainkan segala persoalan yang berkaitan dengan luka, kesehatan dan nyawa seseorang yang diakibatkan oleh suatu kejahatan yang selanjutnya diterangkan oleh dokter dalam rangka penyelesaian perkara pidana. <br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span face="Arial, Helvetica, sans-serif">Cara yang dapat dilakukan untuk pembuktian perkara pidana antara lain adalah meminta bantuan dokter sebagai saksi yang dapat membuat keterangan tertulis dalam bentuk visum at repertum dan memberikan keterangan dipersidangan sebagai saksi ahli. Artinya, bahwa ilmu pengetahuan kedokteran sangat berperan dalam membantu penyidik, kejaksaan dan hakim dalam hal yang hanya dapat dipecahkan dengan ilmu kedokteran.<span><a name='more'></a></span><span></span>Selanjutnya ilmu kedokteran juga mempunyai peranan dalam hal menentukan hubungan kausalitas antara suatu perbuatan dengan akibat yang akan ditimbulkannya dari perbuatan tersebut, baik yang menimbulkan akibat luka pada pada tubuh, atau yang menimbulkan matinya seseorang, di mana terdapat akibat-akibat tersebut patut diduga telah terjadi tindak pidana. Berdasarkan pemeriksaan ahli forensik inilah selanjutnya dapat diketahui apakah luka seseorang, tidak sehatnya seseorang tersebut diakibatkan oleh tindak pidana atau tidak.</span></span></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-81876072115814508572018-12-27T07:25:00.001-08:002018-12-27T07:25:33.803-08:00ILMU FORENSIK<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>Ilmu forensik</b> adalah sebuah penerapan dari berbagai ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk sebuah sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait dengan tindak pidana. Namun disamping keterkaitannya dengan sistem hukum, forensik umumnya lebih meliputi sesuatu atau metode-metode yang bersifat ilmiah (bersifat ilmu) dan juga aturan-aturan yang dibentuk dari fakta-fakta berbagai kejadian, untuk melakukan pengenalan terhadap bukti-bukti fisik (contohnya mayat, bangkai, dan sebagainya).</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>Forensik</b> (berasal dari bahasa Yunani ’Forensis’ yang berarti debat atau perdebatan) adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu (sains). Dalam kelompok ilmu-ilmu forensik ini dikenal antara lain ilmu fisika forensik, ilmu kimia forensik, ilmu psikologi forensik, ilmu kedokteran forensik, ilmu toksikologi forensik, komputer forensik, ilmu balistik forensik, ilmu metalurgi forensik dan sebagainya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><a name='more'></a>Dari pengertian-pengertian forensik maupun kriminalistik terdapat beberapa unsur yang sama yaitu :<br />1. Ada satu metode, peralatan, proses dan pekerjaan.<br />2. Dengan mendayagunakan ilmu pengetahuan dengan teknologi terapan<br />3. Dilakukannya terhadap suatu benda yang berhubungan dengan suatu tindakan pidana.<br />4. Bertujuan untuk membuat jelas suatu perkara sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan.<br />Dari berbagai pendapat diatas dan dari berbagai pendapat yang dikumpulkan maka pendefinisian terhadap ilmu forensik dan kriminalistik adalah :<br />Ilmu forensik adalah penerapan ilmu pengetahuan dengan tujuan penetapan hukum dan pelaksanaan hukum dalam sistem peradilan hukum pidana maupun hukum perdata.<br />Kriminalistik adalah penerapan dari berbagai ilmu pengetahuan dengan metode dan analisa ilmiah untuk memeriksa bukti fisik dengan tujuan untuk membuktikan ada tidaknya suatu tindak pidana.<br /><br />KEGUNAAN ILMU FORENSIK<br />Untuk dapat membuat terang suatu perkara dengan cara memeriksa dan menganalisa barang bukti mati, sehingga dengan ilmu forensik haruslah didapat berbagai informasi, yaitu :</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<ol>
<li><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Information on corpus delicti, dari pemeriksaan baik TKP maupun barang bukti dapat menjelaskan dan membuktikan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana .</span></span><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> </span></span></li>
<li><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Information on modus operandi, beberapa pelaku kejahatan mempunyai cara – cara tersendiri dalam melakukan kejahatan dengan pemeriksaan barang bukti kaitannya dengan modus operandi sehingga dapat diharapkan siapa pelakunya .</span></span><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> </span></span></li>
<li><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Linking a suspect with a victim, pemeriksaan terhadap barang bukti di TKP ataupun korban dapat mengakibatkan keterlibatan tersangka dengan korban, karena dalam suatu tindak pidana pasti ada material dari tersangka yang tertinggal pada korban.</span></span><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> </span></span></li>
<li><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Linking a person to a crime scene, setelah terjadi tindak pidana banyak kemungkinan terjadi terhadap TKP maupun korban yang dilakukan oleh orang lain selain tersangka mengambil keuntungan.</span></span><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> </span></span></li>
<li><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Disproving or supporting a Witness ’s Testimony, pemeriksaan terhadap barang bukti dapat memberikan petunjuk apakah keterangan yang diberikan oleh tersangka ataupun saksi berbohong atau tidak.</span></span><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> </span></span></li>
<li><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Identification of a suspect, barang bukti terbaik yang dapat digunakan untuk mengindentifikasi seorang tersangka adalah sidik jari, karena sidik jari mempunyai sifat sangat karakteristik dan sangat individu bagi setiap orang.</span></span><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> </span></span></li>
<li><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Providing Investigative leads, pemeriksaan dari barang bukti dapat memberikan arah yang jelas dalam penyidikan.</span></span><br /><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span></span></li>
</ol>
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br />Ada beberapa subdivisi dari Ilmu Forensik, antara lain :<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>Criminalistics</b><br />adalah subdivisi dari ilmu forensik yang menganalisa dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bukti-bukti biologis, bukti jejak, bukti cetakan (seperti sidik jari, jejak sepatu, dan jejak ban mobil), controlled substances (zat-zat kimia yang dilarang oleh pemerintah karena bisa menimbulkan potensi penyalahgunaan atau ketagihan), ilmu balistik (pemeriksaan senjata api) dan bukti-bukti lainnya yang ditemukan pada TKP. Biasanya, bukti-bukti tersebut diproses didalam sebuah laboratorium (crime lab).<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>Forensic Anthropology</b><br />adalah subdivisi dari ilmu forensik yang menerapkan ilmu antropologi fisik (yang mana dalam arti khusus adalah bagian dari ilmu antropologi yang mencoba menelusuri pengertian tentang sejarah terjadinya beraneka ragam manusia dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya) dan juga menerapkan ilmu osteologi (yang merupakan ilmu anatomi dalam bidang kedokteran yang mempelajari tentang struktur dan bentuk tulang khususnya anatomi tulang manusia) dalam menganalisa dan melakukan pengenalan terhadap bukti-bukti yang ada (contoh penerapan dari ilmu forensik ini adalah misalnya melakukan pengenalan terhadap tubuh mayat yang sudah membusuk, terbakar, dimutilasi atau yang sudah tidak dapat dikenali).<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>Digital Forensic yang juga dikenal dengan nama Computer Forensic</b><br />adalah salah satu subdivisi dari ilmu forensik yang melakukan pemeriksaan dan menganalisa bukti legal yang ditemui pada komputer dan media penyimpanan digital, misalnya seperti flash disk, hard disk, CD-ROM, pesan email, gambar, atau bahkan sederetan paket atau informasi yang berpindah dalam suatu jaringan komputer.<br /><b> </b></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>Forensic Enthomology</b><br />adalah aplikasi ilmu serangga untuk kepentingan hal-hal kriminal terutama yang berkaitan dengan kasus kematian. Entomologi forensik mengevaluasi aktifitas serangga dengan berbagai teknik untuk membantu memperkirakan saat kematian dan menentukan apakah jaringan tubuh atau mayat telah dipindah dari suatu lokasi ke lokasi lain. Entomologi tidak hanya bergelut dengan biologi dan histologi artropoda, namun saat ini entomologi dalam metode-metodenya juga menggeluti ilmu lain seperti kimia dan genetika. Dengan penggunaan pemeriksaan dan pengidentifikasi DNA pada tubuh serangga dalam entomologi forensik, maka kemungkinan deteksi akan semakin besar seperti akan memungkinkan untuk mengidentifikasi jaringan tubuh atau mayat seseorang melalui serangga yang ditemukan pada tempat kejadian perkara.<br /><br /><b>Forensic Archaeology</b><br />adalah ilmu forensik yang merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip arkeologi, teknik-teknik dan juga metodologi-metodologi yang legal / sah. Arkeolog biasanya dipekerjakan oleh polisi atau lembaga-lembaga hukum yang ada untuk membantu menemukan, menggali bukti-bukti yang sudah terkubur pada tempat kejadian perkara.<br /><b> </b></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>Forensic Geology</b><br />adalah ilmu yang mempelajari bumi dan menghubungkannya dengan ilmu kriminologi. Melalui analisis tanah, batuan, forensik geologist dapat menentukan dimana kejahatan terjadi. Contoh kasus : beton dari sebuah tempat yang diduga diledakkan kemudian mengalami kebakaran akan memiliki ciri fisik yang berbeda dengan beton yang hanya terbakar saja tanpa adanya ledakan. Ledakan sebuah bom, misalnya mungkin akan memiliki perbedaan dengan ledakan dynamit. Secara “naluri” seorang forensik geologist akan mengetahui dengan perbedaan bahwa batuan yang ditelitinya mengalami sebuah proses diawali dengan hentakan dan pemanasan. Atau hanya sekedar pemanasan.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>Forensic Meteorology</b><br />adalah ilmu untuk merekonstruksi kembali kejadian cuaca yang terjadi pada suatu lokasi tertentu. Hal ini dilakukan dengan mengambil arsip catatan informasi cuaca yang meliputi pengamatan suatu permukaan bumi, radar, satelit, informasi sungai, dan lain sebagainya pada lokasi tersebut. Forensik meteorologi paling sering digunakan untuk kasus-kasus pada perusahaan asuransi (mengclaim gedung yang rusak karena cuaca misalnya) atau investigasi pembunuhan (contohnya apakah seseorang terbunuh oleh kilat ataukah dibunuh).<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>Forensic Odontology</b><br />adalah ilmu forensik untuk menentukan identitas individu melalui gigi yang telah dikenal sejak era sebelum masehi. Kehandalan teknik identifikasi ini bukan saja disebabkan karena ketepatannya yang tinggi sehingga nyaris menyamai ketepatan teknik sidik jari, akan tetapi karena kenyataan bahwa gigi dan tulang adalah material biologis yang paling tahan terhadap perubahan lingkungan dan terlindung. Gigi merupakan sarana identifikasi yang dapat dipercaya apabila rekaman data dibuat secara baik dan benar. Beberapa alasan dapat dikemukakan mengapa gigi dapat dipakai sebagai sarana identifikasi adalah sebagai berikut :</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<ol>
<li><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Gigi adalah merupakan bagian terkeras dari tubuh manusia yang komposisi bahan organic dan airnya sedikit sekali dan sebagian besar terdiri atas bahan anorganik sehingga tidak mudah rusak, terletak dalam rongga mulut yang terlindungi.</span></span><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> </span></span></li>
<li><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Manusia memiliki 32 gigi dengan bentuk yang jelas dan masing-masing mempunyai lima permukaan.</span></span><br /><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span></span></li>
</ol>
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>Forensic Pathology</b><br />adalah cabang dari ilmu forensik yang berkaitan dengan mencari penyebab kematian berdasarkan pemeriksaan pada mayat (otopsi). Ahli patologi secara khusus memusatkan perhatian pada posisi jenazah korban, bekas-bekas luka yang tampak, dan setiap bukti material yang terdapat di sekitar korban, atau segala sesuatu yang mungkin bisa memberikan petunjuk awal mengenai waktu dan sebab-sebab kematian.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>Forensic Psychiatry dan Psychology</b><br />adalah ilmu forensik yang menyangkut keadaan mental tersangka atau para pihak dalam perkara perdata. Ilmu forensik sangat dibutuhkan jika di dalam suatu kasus kita menemukan orang yang pura-pura sakit, anti sosial, pemerkosa, pembunuh, dan masalah yang menyangkut seksual lainnya seperti homoseksual, waria, operasi ganti kelamin, pedofilia, dan maniak.<br /> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>Forensic Toxicology</b><br />adalah penggunaan ilmu toksikologi dan ilmu-ilmu lainnya seperti analisis kimia, ilmu farmasi dan kimia klinis untuk membantu penyelidikan terhadap kasus kematian, keracunan, dan penggunaan obat-obat terlarang. Fokus utama pada forensik toksikologi bukan pada hasil dari investigasi toksikologi itu sendiri, melainkan teknologi atau teknik-teknik yang digunakan untuk mendapatkan dan memperkirakan hasil tersebut.</span></span></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-87479451653211514572018-08-01T19:17:00.001-07:002018-08-01T19:17:14.970-07:00RETORIKA DALAM KEPEMIMPINAN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">1.Faktor-faktor Ethos,Pathos,dan Logos.</span></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Seorang nasionalis bernama Manadi pada zaman penjajahan Belanda pernah menulis artikel dalam surat kabar Fikiran Ra’jat pada tahun 1933 berdasarkan penyelidikan apakah semboyan yang berbunyi”jangan banyak bicara,tetapi bekerjalah”,benar atau tidak.kesimpulan Manadi ialah bahwa semboyan tersebut tidak benar.Semboyan kita,menurut nasionalis tersebut,haruslah:”Banyak bicara, banyak bekerja!”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Pendapat Manadi itu telah didukung sepenuhnya oleh Ir.Sukarno dalam artikelnya pada surat kabar yang sama dengan judul ”Sekali lagi,’Bukan jangan banyak bicara ,bekerjalah!”tetapi’Banyak bicara,banyak bekerja!”Dalam artikelnya itu Bung karno dengan gayanya yang khas menandaskan betapa pentingnya retorika dengan mengatakan antara lain:” Titik beratnya,pusatnya kita punya aksi harus terletak di dalam <span style="font-style: italic;">politiekeb bewustmaking</span> dan politieke actie yakni didalam menggugahkan keinsyafan politik daripada rakyat dan di dalam perjuangan politik daripada rakyat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"></span></div>
<a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Memang,dalam politik rasanyasukar bagi seorang politikus untuk mencapai reputasi,prestasi,dan prestise tanpa pengguasaan retorika.Bagaimana ia bisa menyebarluaskan idenya pada rakyat dan menanamkan idenya pada benak individu tanpa retorika.Seorang politikus mutlak harus seorang retor atau orator,yang mampu membawa rakyat kearah yang dituju bersama-sama,apakah itu mengusir penjajah atau mengisi kemerdekaan dengan berpatisipasi dalam pembangunan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Terlepas dari persoalan suka atau tidak suka,senang atau tidak senang kepada Bung Karno,bila dalam pembahasan”Retorika dalam Kepemimpinan”ini di tonjolkan figur Bung Karno,sedikit pun tidak ada maksud apa-apa kecuali hendak menunjukkan contoh yang tepat bagi penelaahan retorika sebagai objek studi ilmu komunikasi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sebagai seorang orator politik,siapa pun harus memiliki persyaratan yang meliputi aspek-aspek psikis dan fisik,aspek teoretis dengan di lengkapi kegiatan praktek.Pada diri seorang retor politik harus terdapat faktor-faktor ethos,pathos,dan logos .Sejauh mana faktor-faktor tesebut di miliki Bung Karno sebagai Proklamator Kemerdekaan Bangsa dan negara menjelang tanggal 17 Agustus 1945?Faktor-faktor ethos,pathos,dan logos yang tercakup oleh retorika dapat dijumpai padanya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ethos yang merupakan kredebilitas sumber (source credebility) tidak disangsikan lagikarena jelas perjuangannya untuk tanah air dan bangsa,jelas penhetehuaanya berlandaskan pendidikan formal ditambah hasil studi literatur mengenai segala aspek kehidupan yang begitu mendalam dan meluas.Bagi Bung Karno,masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia merupakan life laboratory.</span></div>
<br />
<br />
<div class="fullpost">
<br />
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-45895137535369159892018-08-01T19:16:00.001-07:002018-08-01T19:16:26.058-07:00TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN IZIN TERHADAP ALIH FUNGSI HUTAN LINDUNG DI BINTAN RIAU<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">1.1 Latar belakang</span></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Kontrol yuridis adalah merupakan bagian dari perkembangan hukum dalam kehidupan bernegara dari awal hingga abad modern ini. Pemikiran zaman dahulu sampai dengan abad ke XVIII yang lebih mengutamakan hukum alam, yang menyatakan bahwa segala-galanya berasal dari Tuhan dan alam, telah menghasilkan suatu kekuasaan yang absolut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Dalam perkembangan berikutnya muncul reaksi terhadap absolutisme ( tirani )sehingga timbul suatu pemikiran bahwa hal itu harus di hindari, agar tidak terjadi keseweng-wenangan. Muncullah pemikiran tentang pembagian kekuasaan ( trias politica ). Kekuasaan di bagi ke dalam 3 bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan legisltaf, eksekutif dan kekuasaan yudikatif. Ismail sunny menolak pengertian pembagian kekuasaan ( seperation of powers ) dalam hal ini beliau menghendaki pengertian pembagian kekuasaan( Division of powers )</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Negara kesejahteraan ( Welfare state )</span></div>
<div class="fullpost">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"></span></div>
<a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sebagai reaksi terhadap pemerintahan yang sewenang-wenang oleh raja-raja ( Monarchi ) pada abad ke 19 muncul paham laissez faire yang mengatakan bahwa negara harus membiarkan atau membebaskan warganya untuk mengurus kepentingannya sendiri, agar ekonomi negara itu tetap sehat (3). bahkan mengenai hal ini Miriam Budiharjo dalam salah satu karya tulisnya mengutip ” the lesat goverment is the best goverment ” (4) paham ini juga terkenal dengan sebutan individualisme, atau liberalisme yang melahirkan sistem kapitalisme. Negara berperan sebagai penjaga malam saja ( Nachwachterstaat ).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Dalam perkembangan selanjutnya ternyata sistem kapitalisme dalam bidang perekonomian secara perlahan-lahan menyebabkan terjadinya kepincangan- kepincangan dalam pembagian sumber-sumber kemakmuran bersama (5)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">akibatnya, terjadi proses kemiskinan yang sulit di pecahkan. Hal ini menimbulkan munculnya suatu pemikiran baru yang menghendaki agar keterlibatan negara untuk mengatasi kepincangan-kepincangan yang ada di hidupkan kembali. Negara di anggap tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Negara perlu campur tangan untuk mengatur agar sumber-sumber kemakmuran tidak di kuasai oleh segilintir orang. Sehingga pada permulaan abad ke 20 peran negara sebagai penjaga malam ( Nachwachterstaat ) , berubah menjadi negara kesejahteraan ( welfarestaat ). Pada mulanya paham ini lebih di pelopori oleh aliran sosialisme yang menentang paham individualisme, liberalisme, dan kapitalisme</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Konsep welfare staat berkembang di negara-negara eropa , bahkan meluas hampir keseluruh negara-negara di dunia. Pengertian konsep welfare staat secara umum sebenarnya sudah di mulai sejak abad ke XIV dan XV. PTUN adalah merupakan tuntutan dari negara modern welfare state tersebut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Campur tangan ( intervensi ) negara terhadap bagian-bagian kemasyarakatan terjadi, seperti pelayanan sosial ( sosial securty ), kesehatan, kesejahteraan sosial, pendidikan dan pelatihan, perumahan, dan kegiatan-kegiatan yang bersifat individual maupun kolektif. Konsep welfare state di dalam perundang-undangan kita untuk pertama kali di kenal dengan istilah ”negara pengurus” (6) hal ini tercermin dalam rumusan UUD 1945 yaitu Bab XIV mengenai ” Kesejahteraan sosial” (7). Selain itu menurut Prof Jimly Asshiddiqie , SH. UUD 1945 di samping sebagai konstitusi ekonomi karena UUD 1945 mengandung ide negara kesejahteraan ( Welfare state )</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Di amerika serikat Charles H koch, Jr mengatakan perlunya Administrative law review ke dalam Global Administrative karena pengaruh World trade organization ( WTO ) dan uruguay round general agreement of tariff and trade ( GATT ) telah menggeser kedaulatan nasional ke arah supra nasional. Pengabaian kan hal itu akan berakibat kepada global market.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Dalam Undang-Undang No 5 tahun 1986 sengketa administrasi di sebutkan sebagai sengketa tata usaha negara yaitu sengketa antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat di keluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian beradasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan mengenai Kompetensi tata usaha negara yang bersifat konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Selanjutnya philipus hadjon berpendapat bahwa pengertian sengketa administrasi dalam Undang-Undang no 5 tahun 1986 tersebut adalah terlalu sempit sehingga perlu di perluas dengan pengertian perbuatan pemerintah yang berdasarkan wewenang publik. Sebelumnya beliau juga pernah mengemukakan bahwa tindakan hukum tata usaha negara merupakan tindakan hukum publik namun tidak semua tindakan hukum publik adalah berdasarkan hukum administrasi . sengketa administrasi itu jangan hanya sengketa yang timbul sebagai akibat keputrusan tata usaha negara yang tertulis, konkrit, individual, dan seterusnya akan tetapi hendaknya di perluas termasuk semua keputuasan pemerintah yang bersumber dari kewenangan hukum publik . dengan demikian tidak ada lagi kerancuan tentang penafsiran apakah keputusan pemerintah itu tidak termasuk wewenang PTUN atau tidak. Selian itu keragu-raguan oarng untuk menggunakan PTUN untuk memperjuangkan hak-hak yuridisnya akan semakin berkurang dan jumlah perkara di PTUN akan semakin berkembang. Perluasan wewenang tersebut sudah saatnya di lakukan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Selain daripada itu peran PTUN dalam konteks pemberian keputusan tentang izin penggunaan kawasan lindung yang berada di daerah bintan memang secara empiris melanggar atuarn hukum yang terkait.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><b>KEPUTUSAN DALAM KONTEKS TATA USAHAN NEGARA</b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ciri ciri keputusan tata usaha negara / keputusan administratif</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Keputusan administrasi merupakan suatu pengertian yang sangat umum dan abstark, yang dalam praktik tampak dalam bentuk keputusan-keputusan yang sangat berbeda. Namun demikian keputusan-keputusan administratif juga mengandung ciri-ciri yang sama, karena akhirnya dalam teori hanya ada satu pengertian ’keputusan administrasif’. Adalah penting untuk mempunyai pengertian yang mendalam tentang keputusan administratif, karena seringkali praktek-praktek keputusan-keputusan/tindakan-tindakan tertentu dapat di kategorikan sebagai keputusan administratif dan hal ini mempunyai korelasi dengan hukum administrasi negara.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Macam-macam keputusan tata usaha negara ( Beschikking )</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Seringkali kita menemukan dalam literatur, perbedaan besckking. Menurut E. Utrecht beschikking berarti ketetapan, sedangkan Prajudi Atmosudirjo menyebutnya penetapan. Oleh Utrecht membedakan penetapan atas</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ketetapan positif dan negatif</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ketetapan positif mnimbulkan hak dan kewajiban bagi yang di kenai ketetapan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ketetapan negatif tidak menimbulkan perubahan dalam keadaan hukum yang telah ada. Ketetapan negatif dapat berbentuk; pernyataan tidak berkuasa, pernyataan tidak di terima atau suatu penolakan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ketetapan deklaratur dan ketetapan konstitutif</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ketetapan deklaratur hanya menyatakan bahwa hukumnya demikian (rechtsvastellende beschikking).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ketetapan konstitutif adalah membuat hukum (rechtscheppend).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ketetapan kilat dan ketetapan yang tetap (blijvend);</span></div>
<ul style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">menurut Prins, ada empat macam ketetapan kilat : ketetapan yang bermaksud mengubah redaksi (teks) ketetapan lama;</span></li>
<li><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">suatu ketetapan negatif;</span></li>
<li><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">penarikan atau pembatalan suatu ketetapan;</span></li>
<li><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">suatu pernyataan (uitvoerbaarverklaring)</span></li>
</ul>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Dispensasi, izin (vergunning), lisensi dan konsesi. (E. Utrecht h. 131. s.d. 137).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Prajudi Atmosudirdjo membedakan dua macam penetapan yaitu penetapan negatif (penolakan) dan penetapan positif (permintaan dikabulkan) Penetapan negatif hanya berlaku satu kali saja, sehingga seketika permintaannya boleh diulangi lagi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Penetapan positif terdiri atas lima golongan yaitu :</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">yang menciptakan keadaan hukum baru pada umumnya;</span></li>
<li><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">yang menciptakan keadaan hukum baru hanya terhadap suatu objek saja;</span></li>
<li><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">yang membentuk atau membubarkan suatu badan hukum;</span></li>
<li><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">yang memberikan beban (kewajiban);</span></li>
<li><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">yang memberikan keuntungan. Penetapan yang memberikan keuntungan adalah :</span></li>
</ol>
<ul style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">dispensasi : pernyataan dari pejabat administrasi yang berwenang, bahwa suatu ketentuan undang-undang tertentu memang tidak berlaku terhadap kasus yang diajukan seseorang di dalam surat permintaannya;</span></li>
<li><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">izin atau vergunning : dispensasi dari suatu larangan; (?)</span></li>
<li><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">lisensi : izin yang bersifat komersial dan mendatangkan laba;</span></li>
<li><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">penetapan yang memungkinkan konsesionaris mendapat dispensasi, izin, lisensi dan juga semacam wewenang pemerintahan yang memungkinkannya untuk memindahkan kampung, membuat jalan dan sebagainya. Oleh karena itu pemberian konsensi harulah dengan kewaspadaan, kewicaksanaan dan perhitungan yang sematang-matangnya. (Prajudi A. Dalam bukunya “Dasar-dasar Administrasi Management dan Office Management”, h. 203).</span></li>
</ul>
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-7898247793172093952018-08-01T19:14:00.000-07:002019-10-23T18:52:54.510-07:00PROSES SIDANG PERKARA PIDANA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:0cm;
mso-para-margin-left:35.7pt;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
text-indent:-17.85pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-fareast-language:EN-US;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<!--[if !mso]>
<style>
v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}
</style>
<![endif]--><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Pada garis
besarnya proses persidangan pidana pada peradilan tingkat pertama di Pengadilan
Negeri untuk memeriksa perkara biasa terdiri dari 4 (empat) tahap sebagai
berikut :</span><span style="font-size: 12pt;"></span>
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: -39.65pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">1.</span><span style="font-size: 7pt;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -39.65pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 7pt;"> </span><b><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">1. Sidang Pembacaan Surat Dakwaan, Eksepsi dan Putusan
Sela.</span></b><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Pada hari
sidang yang telah ditetapkan oleh hakim/majelis hakim, sidang pemeriksaan
perkara pidana oleh ketua majelis hakim dibuka dan dinyatakan terbuka untuk
umum kecuali dalam perkara mengenai kasulilaan atau terdakwanya anak-anak.<a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftnref11"></a>Pemeriksaan itu dilakukan secara lisan dalam bahasa
Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi-saksi.<a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftnref12"></a>Kalau
kedua ketentuan tersebut tidak tidak dipenuhi, maka mengakibatkan batalnya
putusan demi hukum.</span></span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt;"></span></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt;">
</span></span><br />
<hr align="center" size="2" width="100%" />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt;">
</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftnref13"></a><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Pada tahap ini
penuntut umum sebagai pihak yang diberi wewenang melakukan penuntutan, diberi
kesempatan oleh hakim ketua sidang untuk membacakan surat dakwaan. Apabila
pihak terdakwa tidak mengerti tentang isi surat dakwaan yang diajukan
kepadanya, penuntut umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan
yang diperlukan.</span><span style="font-size: 12pt;"></span>
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Terdakwa atau
penasehat hukumnya dapat mengajukan keberatan (<i>eksepsi</i>) terhadap surat
dakwaan penuntut umum. Keberatan (eksepsi) terdakwa dan penasehat hukum itu
meliputi:</span><a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftnref14"></a><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Pengadilan tidak berwenang mengadili ( berkaitan dengan kompetensi absolut
/ relatif).</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"> </span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Dakwaan tidak dapat diterima (karena dakwaaan dinilai kabur / <i>obscuur
libel</i>).</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Dakwaan harus dibatalkan (karena keliru, kadaluarsa atau <i>nebis in
idem</i>).</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
</ol>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Sesudah
pembacaan keberatan (<i>eksepsi</i>) dari terdakwa atau penasehat hukum, hakim
ketua sidang memberi kesempatan pada penuntut umum untuk mengajukan tanggapan
atas keberatan (<i>eksepsi</i>) yang biasanya disebut replik.<a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftnref15"></a>[13]Didalam
praktek sering juga sebelum menjatuhkan putusan sela hakim ketua masih
memberikan kesempatan pada terdakwa / penasehat hukum untuk mengajukan
tanggapan sekali lagi yang disebut duplik. Kesempatan yang terakhir ini tidak
diatur dalam KUHAP, akan tetapi merupakan kebijaksanaan hakim berdasarkan asas
keseimbangan pada pemeriksaan.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Atas eksepsi
beserta tanggapan-tanggapan tersebut selanjutnya hakim ketua sidang menjatuhkan
putusan sela.</span><a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftnref16"></a><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Model putusan sela dalam praktek ada dua macam :</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Tidak dibuat secara khusus. Biasanya untuk putusan sela yang
pertimbangannya sederhana, majelis hakim cukup menjatuhkan putusan sela secara
lisan, selanjutnya putusan tersebut dicatat dalam berita acara persidangan dan
nantinya akan dimuat dalam putusan akhir.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Dibuat secara khusus dalam suatu naskah putusan untuk putusan sela yang
memerlukan pertimbangan yang rumit / komplek, majelis hakim biasanya menyusun
putusan sela secara sistematis dalam suatu naskah putusan yang dibacakan dalan
sidang.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
</ol>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Secara garis besar ada tiga macam kemungkinan isi
putusan sela :</span><a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftnref17"></a><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Eksepsi tedakwa/penasehat hukum diterima, sehingga pemeriksaan terhadap
perkara tersebut tidak dapat dilanjutkan.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Eksepsi terdakwa / penasehat hukum ditolak, sehingga terhadap perkara
tersebut harus dilanjutkan.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Eksepsi terdakwa / penasehat hukum baru dapat diputus setelah selesai
pemeriksaan, sehingga sidang harus dilanjutkan.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
</ol>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Setelah putusan
sela diucapkan atau dibacakan hakim ketua menjelaskan seperlunya mengenai garis
besar isi putusan sela sekaligus menyampaikan hak penuntut umum, terdakwa dan
penasehat hukum untuk mengambil sikap menerima atau akan mengajukan perlawanan.</span></span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"> </span><a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftnref18"></a><span style="font-size: 12pt;"></span>
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: -21.25pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">2.</span><span style="font-size: 7pt;">
</span><b><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">2. Sidang pembuktian.</span></b><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 27.95pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Apabila
hakim/majelis hakim menetapkan dalam putusan sela sidang pemeriksaan perkara
harus dilanjutkan, maka acara persidangan memasuki tahap pembuktian,yaitu
pemeriksaan terhadap alat-alat<a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftnref19"></a> dan barang bukti<a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftnref20"></a> yang diajukan. Dari keseluruhanan proses peradilan
pidana tahap pembuktian ini sangat penting, karena dari hasil pembuktian ini
nantinya akan dijadikan dasar pertimbangan bagi hakim untuk menentukan bersalah
atau tidaknya terdakwa dalam putusan.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 27.8pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Bagaimana
pentingnya tahap sidang pembuktian ini, digariskan dalam pasal 183 KUHAP yang
berbunyi, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Pengertian dari pasal 183 KUHAP tersebut dapat
disimpulkan, bahwa untuk menentukan salah tidaknya seseorang dan selanjutnya
hakim menjatuhkan pidana, maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">kesalahan dipandang telah terbukti jika telah dipenuhi, sekurang- kurangnya
dua alat bukti yang sah.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">dan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah itu hakim memperoleh
keyakinan bahwa tindak pidana telah terjadi dan yang melakukan adalah terdakwa.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
</ul>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 35.85pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Dengan
memperhatikan bunyi pasal 183 KUHAP, maka jelaslah bahwa KUHAP menganut sistem
pembuktian menurut undang-undang secara negatif. Sistem ini merupakan perpaduan
antara sistem pembuktian menurut keyakinan hakim (<i>conviction intime</i>)
dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif (<i>positief
wettelijke</i>). Dalam sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif
ini, tidak cukup keterbuktian itu hanya didasarkan pada alat-alat bukti yang
sah menurut undang-undang saja, akan tetapi juga bersamaan dengan itu harus ada
keyakinan hakim.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Dengan uraian
tersebut dapat disimpulkan, untuk menentukan salah atau tidaknya terdakwa
menurut sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif, harus dipenuhi
dua komponen:</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt;">-</span><span style="font-size: 7pt;"> </span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Pembuktian harus dilakukan atas ketentuan, cara-cara dan alat-alat bukti
yang sah menurut undang-undang.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt;">-</span><span style="font-size: 7pt;"> </span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Keyakinan hakim juga harus didasarkan atas atas ketentuan, cara
dan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Dengan demikian
ternyatalah bahwa pembuktian harus didasarkan kepada undang-undang (KUHAP),
yaitu alat bukti yang sah sebagaimana tersebut dalam pasal 184 KUHAP, disertai
dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yaitu:</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">- keterangan saksi</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">- keterangan ahli</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">- surat</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">- petunjuk</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">- keterangan terdakwa</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Pada
persidangan tahap pembuktian ini penuntut umum dibebani untuk mengajukan
alat-alat bukti sebagaimana tersebut dalam pasal 184 KUHAP. Pengajuan alat
bukti oleh penuntut umum ini dimaksudkan untuk meneguhkan dan membuktikan
dakwaannya. Sebaliknya terdakwa/penasehat hukum diberi kesempatan pula untuk mengajukan
alat-alat bukti yang sama untuk melemahkan dakwaan penuntut umum terhadap
dirinya.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"> </span></b></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></b></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">3. Sidang Pembacaan Tuntutan Pidana, Pembelaan dan
Tanggapan Tanggapan</span></b><span style="font-size: 12pt;"></span></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">.</span></b></span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Pembacaan Tuntutan Pidana (<i>requisitoir</i>)</span></b><span style="font-size: 12pt;"></span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Apabila sidang
tahap pembuktian dinyatakan selesai, maka hakim ketua memberi kesempatan kepada
penuntut umum untuk membacakan tuntutan pidana.<a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftnref22"></a>[20] Tuntutan
pidana yang dibuat penuntut umum pada hakikatnya adalah kesimpulan yang diambil
dari fakta yang terungkap dipersidangan menurut versi penuntut umum, disertai
dengan tuntutan sanksi pidana / atau tindakan yang akan dijatuhkan pada
terdakwa.<a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftnref23"></a>[21] Tuntutan pidana ini diajukan secara
tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan
turunannya kepada pihak yang berkepentingan.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Oleh karena
surat tuntutan pidana dilakukan secara tertulis dan merupakan kesimpulan
berdasarkan keseluruhan hasil pemeriksaan di persidangan, maka dengan
sendirinya tuntutan pidana tersebut harus disusun kedalam suatu surat tuntutan
pidana secara sistematis. KUHAP tidak menentukan syarat-syarat penyusunan surat
tuntutan pidana, akan tetapi berdasarkan pengamatan penulis dalam persidangan
pidana, secara umum surat tuntutan pidana harus lengkap menggambarkan / memuat
:</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span></div>
<ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Indentitas terdakwa</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Dakwaan.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Fakta-fakta yang terungkap di persidangan dengan diawali dengan uraian
tentang :</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Keterangan saksi-saksi.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Keterangan ahli, surat dan petunjuk (kalau ada).</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Keterangan terdakwa.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Barang bukti yang diajukan dipersidangan.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Analisis yuridis (pembuktian mengenai unsur-unsur tindak pidana yang
didakwakan).</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Aspek pertimbangan pemidanaan ( hal-hal yang memberatkan dan meringankan
terdakwa ).</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Amar tuntuan yang berisi pernyataan kesalahan terdakwa terbukti atau tidak
terbukti, lamanya pidana yang akan dijatuhkan atau pembebasan terdakwa. Selain
itu juga hal-hal yang berkaitan dengan barang bukti, penahanan dan lain-lain.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
</ol>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Isi dari
tuntutan pidana tidak selalu berupa penjatuhan pidana, hal ini tergantung dari
hasil pembuktian penuntut umum. Apabila menurut penuntut umum fakta yang
terungkap di persidangan memenuhi unsur tindak pidana yang di dakwakan, maka
penuntut umum menyatakan terdakwa terdakwa terbukti bersalah dan mengajukan
permohonan agar terdakwa dijatuhi pidana. Namun, apabila ternyata fakta di
persidangan menunjukkan ada unsur dakwaan yang tidak terpenuhi maka secara
objektif penuntut umum harus menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah
dalam tuntutannya harus mengajukan permohonan agar majelis hakim membebaskan
terdakwa.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<br /></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><br />
<h3>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">4. Pengajuan / Pembacaan Nota Pembelaan (<i>pledoi</i>)</span></b><span style="font-size: 12pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"> </span></span></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">P<span style="font-weight: normal;">engajuan
pembelaan ini merupakan salah satu hak yang diberikan kepada terdakwa dalam
kaitannya dengan asas praduga tak bersalah </span>(<span style="font-weight: normal;"><i>presumption of innocence</i>),
disamping hak terdakwa untuk menanggapi setiap keterangan yang diajukan
saksi-saksi.</span></span><span style="font-size: 12pt;"></span></span>
</h3>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Dalam kaitannya
dengan prosedur pemeriksaan perkara pidana, maka pembelaan menurut KUHAP adalah
merupakan jawaban terdakwa / penasehat hukum atas tuntutan pidana yang diajukan
penuntut umum kepadanya.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">KUHAP tidak
mengatur secara terperinci apa hakikat pembelaan dan apa syarat sahnya suatu
nota pembelaan. Akan tetapi dalam praktek peradilan di Indonesia pembelaan yang
diajukan oleh terdakwa secara langsung adalah merupakan pembelaan bebas,
artinya pembelaan tersebut, mengemukakan sangkalan-sangkalan,
tanggapan-tanggapan atas tuntutan penuntut umum yang disertai dengan ungkapan
situasi kondisi mengenai dirinya, keluarganya, dan rasa penyesalannya.
Sebenarnya itu diajukan dengan tujuan agar tidak dihukum atau sekedar untuk memohon
keringanan hukuman.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Lain halnya
dengan pembelaan yang diajukan melalui penasehat hukum, pada umumnya disusun
secara sistematis, kritis dan logis. Biasanya sangkalan-sangkalan atas tntutan
penuntut umum disertai dengan dasar bukti / fakta yang terungkap selama
persidangan yang relevan dan disertai analisis yuridis yang akurat. Pembelaan
yang seperti ini akan sangat menolong majelis hakim dalam menyusun putusan,
sehingga tidak mudah terbawa arus menuruti kemauan penuntut umum sebagaimana
tertera dalam tuntutan pidanaya.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"><b>5. </b></span><b><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Pengajuan Tanggapan-Tanggapan ( <i>replik dan
duplik</i> ).</span></b></span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Setelah
terdakwa dan atau penasehat hukum mengajukan pembelaan hakim ketua sidang akan
memberi kesempatan kepada pihak jaksa penuntut umum untuk menanggapi pembelaan
tersebut. Tanggapan jaksa penuntut umum atas pembelaan terdakwa / penasehat
hukum tersebut dinamakan replik. Selanjutnya atas replik penuntut umum,
terdakwa / penasehat hukum diberi kesempatan untuk menanggapi. Tanggapan
terdakwa / penasehat hukum atas replik penuntut umum dalam perkara pidana
disebut duplik.</span><span style="font-size: 12pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Dalam praktek
persidangan penulis sering mendapati replik dan duplik ini disampaikan secara
singkat (dapat secara lisan maupun tertulis) yakni langsung menanggapi
poin-poin yang dipandang perlu, karena ada perbedaan pendapat disertai dengan
argumentasinya. Berbeda dengan perkara perdata, dalam perkara pidana hal-hal
yang tidak ditanggapi tidak secara otomatis dianggap sebagai suatu pengakuan
atau suatu kebenaran, karena tujuan pemeriksaan perkara pidana adalah untuk
menemukan kebenaran materiil, sehingga pada akhirnya semuanya diserahkan pada
penilaian hakim yang tertuang dalam pertimbangan putusannya terhadap semua hal
yang diajukan selama proses persidangan.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt;"><b>6. </b></span><b><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Sidang Pembacaan Putusan.</span></b>
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Sebagai tahap
akhir dari seluruh rangkaian proses persidangan perkara pidana, adalah sidang
pengambilan putusan. Sebelum menjatuhkan putusan ini, majelis hakim akan
mempertimbangkan segala sesuatunya berdasarkan atas surat dakwaan, segala
sesuatu yang terbukti di persidangan, tuntutan pidana, pembelaan dan
tanggapan-tanggapan. Dasar-dasar pertimbangan dalam putusan hakim harus
dimusyawarahkan oleh majelis hakim.</span><a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftnref24"></a><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Ada tiga kemungkinan putusan hakim ini yaitu ;</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana, disini terdakwa
dinyatakan dalam putusan bahwa perbuatan yang didakwakan jaksa penuntut umum
terbukti secara sah dan menyakinkan.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"></span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Terdakwa dinyatakan bebas dari dakwaan, disini terdakwa tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan.</span><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span><span style="font-size: 7pt;"> </span><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Terdakwa dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum, disini perbuatan
terdakwa terbukti, namun bukan merupakan tindak pidana atau terdapat alasan
pemaaf pada diri terdakwa.</span><a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftnref25"></a><span style="font-size: 12pt;"></span></span></li>
</ol>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 35.85pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-family: "" serif "" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Setelah majelis
hakim menjatuhkan putusan kepada terdakwa dijelaskan hak-hak para pihak
terhadap putusan itu. Hakim ketua sidang menawarkan pada terdakwa untuk
menentukan sikapnya, apakah akan menyatakan menerima putusan tersebut,
menyatakan menerima dan akan mengajukan grasi, menyatakan naik banding atau
berpikir-pikir. Hal yang sama juga diberikan kepada jaksa penuntut umum.</span></span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:EnableOpenTypeKerning/>
<w:DontFlipMirrorIndents/>
<w:OverrideTableStyleHps/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-fareast-language:EN-US;}
</style>
<![endif]--></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-76065722290950856142018-08-01T19:00:00.001-07:002019-10-23T18:53:12.532-07:00BUDAYA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sedemikian luasnya konsep budaya, maka untuk memahaminya konsep tersebut kemudian dipecah-pecah ke dalam unsur-unsurnya. Koentjaraningrat (2002) memecahnya ke dalam 7 unsur, yakni sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan. Ketujuh unsur itulah yang membentuk budaya secara keseluruhan</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="fullpost">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Definisi lainnya diberikan oleh Herskovits, yang mendefinisikan budaya sebagai hasil karya manusia sebagai bagian dari lingkungannya (culture is the human-made part of the environment). Artinya segala sesuatu yang merupakan hasil dari perbuatan manusia, baik hasil itu abstrak maupun nyata, asalkan merupakan proses untuk terlibat dalam lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial, maka bisa disebut budaya. Tentu saja definisi ini juga sangat luas. Namun definisi tersebut digunakan oleh Harry C. Triandis, salah seorang pakar psikologi lintas budaya paling terkemuka, sebagai dasar bagi penelitian-penelitiannya (lihat Triandis, 1994) karena definisi tersebut memungkinkannya untuk memilah adanya objective culture dan subjective culture. Budaya objektif adalah segala sesuatu yang memiliki bentuk nyata, seperti alat pertanian, hasil kesenian, rumah, alat transportasi, alat komunikasi dan sebagainya. Sedangkan budaya subjektif adalah segala sesuatu yang bersifat abstrak misalnya norma, moral, nilai-nilai, dan lainnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span></div>
<a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dari lingkungan psikologi, budaya juga memperoleh banyak definisi. Tiga diantara definisi yang ada tertulis pada awal artikel ini (yang sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai analogi dari budaya, atau bahasa simbolik dari budaya ketimbang sebuah definisi). Misalnya Triandis memandang budaya memiliki kerja yang persis sama seperti halnya memori bagi individu. Kita tahu bahwa memori adalah bagian yang sangat vital dalam kehidupan seorang individu. Tanpa memori seorang individu tidak pernah bisa belajar apapun juga. Hal itu berarti kematian bagi manusia, karena tidak ada satupun ketrampilan untuk hidup yang dapat dikuasai. Memorilah yang menentukan segala pikiran dan perilaku manusia. Demikian juga masyarakat bisa tumbuh dan berkembang karena adanya budaya. Tanpanya, tidak akan ada masyarakat. Itu artinya tidak ada juga yang namanya manusia seperti diri kita sekarang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Shinobu Kitayama menganalogikan peran budaya bagi manusia seperti peran air bagi ikan. Tanpa air ikan mati, manusia pun akan menjadi bukan manusia tanpa budaya. Sebagaimana air menentukan kehidupan ikan, budaya menentukan seperti apa kehidupan yang dijalani manusia. Air yang berbeda akan membuat ikan berperilaku beda. Demikian juga budaya yang berbeda akan membuat manusia berbeda.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Analogi dari Hofstede sangat menarik. Ia memakai perumpamaan komputer untuk menjelaskan peran budaya bagi kehidupan manusia. Software, kita tahu adalah program yang membuat sebuah komputer bekerja. Tanpa software, komputer hanya seoonggok benda mati yang tidak berguna. Software-lah yang menentukan kerja komputer. Jadi pastilah Hosftede ingin menegaskan betapa pentingnya budaya ketika ia menganalogikan budaya sebagai ‘software of the mind.’ Budaya adalah penggerak manusia. Tanpanya, manusia sekedar makhluk tanpa makna.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dari tiga analogi budaya yang dikemukakan oleh ilmuwan psikologi diatas, terlihat betapa pentingnya sebuah budaya. Ketiganya mengatakan kepada kita bahwa aspek psikologis manusia tidak dapat dilepaskan dari budaya. Seperti juga yang diungkapkan Matsumoto (2002) 'culture played as basic and important a role in understanding and contributing to human behavior as did any other influences on our lives, and to gradually understand its pervasive and profound influence on psychological processes in all areas of functioning.' Sesuatu yang sedikit ironis jika mengingat kecenderungan etnosentrik dalam perkembangan ilmu psikologi. Hampir semua yang berasal dari Amerika Utara dan Eropa Barat nyaris selalu diklaim bernilai universal (lihat Smith & Bond, 1994). Untunglah saat ini terjadi kecenderungan dimana budaya sangat diperhatikan. Triandis (2002) misalnya menegaskan bahwa psikologi sosial hanya bermakna bila berlaku lintas budaya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Triandis (1994) mencatat sekurangnya ada tiga ciri dari definisi-definisi budaya yang ada, yakni bahwa budaya terbentuk melalui interaksi yang berkesinambungan yang saling mempengaruhi dan terus menerus berubah (adaptive interactions), merupakan sesuatu yang ada pada seluruh kelompok budaya bersangkutan (shared elements) dan dialihkan dari satu waktu ke waktu berikutnya, dari generasi ke generasi (transmitted accross time periods and generations). Van Peursen (1988) menjelaskan bahwa proses pengalihan itu dimungkinkan melalui proses belajar sebab adanya fasilitas bahasa. Tanpa bahasa, proses pengalihan itu tidak akan terjadi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dari keterangan diatas, saya kira cukup terang pada kita bahwasanya sebuah konsep budaya mestilah berarti aktivitas. Budaya bukanlah sesuatu yang statik. Van Peursen (1988) menegaskan kepada kita bahwa budaya semestinya diperlakukan sebagai kata kerja, bukannya kata benda. Sebab budaya terus menerus berubah. Bahkan meskipun itu adalah sebuah tradisi. Lihatlah sekeliling kita, adakah tradisi yang tidak berubah sama sekali?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Ratner (2000), salah seorang pakar psikologi budaya menyusun bagaimana seharusnya sebuah konsep budaya. Ia memproposisikan empat buah prasyarat bagi sebuah konsep budaya yang baik, yakni :</span></div>
<ul style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Mendefinisikan sebab musabab dari fenomena budaya.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Mengidentifikasi subkategori dari fenomena-fenomena budaya</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Mengidentifikasi bagaimana fenomena-fenomena itu saling berhubungan</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Menerangkan hubungan budaya dengan fenomena lain, seperti biologi dan ekologi.</span></li>
</ul>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Empat syarat konsep budaya yang dikemukakan Carl Ratner diatas, menekankan pada fenomena budaya sebagai unsur dari budaya. Lalu apa sebenarnya fenomena budaya? Ratner (2000) mengemukakan adanya lima fenomena budaya yang utama (bandingkan dengan unsur budaya yang dikemukakan Koentjaraningrat), yakni :</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Aktivitas budaya (misalnya pengasuhan anak dan pendidikan anak, pembuatan kebijakan, pemeliharaan kesehatan, dan sebagainya). Melalui aktivitas budaya, manusia berupaya untuk survive dan berkembang.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Nilai-nilai, skema, makna, dan konsep budaya. Misalnya, makna waktu dan umur berbeda-beda antar budaya.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Artifak fisik yang dikontruksi dan digunakan bersama, seperti alat-alat rumah tangga, buku, rumah, senjata dan sebagainya.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Fenomena psikologis (emosi, persepsi, motivasi, penalaran logis, intelejensi, memori, kesehatan mental, imajinasi, bahasa dan kepribadian yang dibentuk secara kolektif)</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Agensi. Fenomena budaya dibentuk dan terus diubah oleh manusia sehingga manusia berperan sebagai agensi. Manusia yang menjadi agensi ini secara langsung membentuk fenomena budaya yang mana dia juga dipengaruhi oleh aktivitas budaya, nilai-nilai, artifak dan psikologi.</span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Kelompok Budaya</span></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Apakah batas-batas dari suatu budaya? Apakah batas geografi, seperti negara, provinsi, etnik, ataukah batasan bahasa? Yang mana sebenarnya yang disebut sebagai sebuah budaya sehingga dapat dibedakan dengan budaya lainnya?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pertanyaan diatas sangatlah sulit dijawab dengan kategori kaku karena budaya sesuatu yang sangat kompleks. Apakah budaya jawa itu adalah yang dijalankan oleh orang-orang jawa di pulau jawa? Bagaimana dengan orang jawa yang menjalankan kehidupan seperti orang jawa akan tetapi tempat hidupnya ada di Sumatra, atau bahkan di Suriname sana? Sangat sulit untuk menunjuk mana yang merupakan budaya tertentu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Kategori yang sering digunakan untuk merujuk kelompok budaya adalah etnisitas dan bahasa. Sebuah kelompok etnik diposisikan sebagai satu kelompok budaya. Demikian juga masyarakat yang menggunakan bahasa khasnya sendiri diperlakukan sebagai satu kelompok budaya khusus. Asumsinya mendasarkan pada pendapat Jacques Lacan, yang menyatakan bahwa manusia terkungkung pada bahasa yang digunakannya. Bahasa adalah penentu budaya manusia. Dunia dipahami manusia dari kelompok budaya berbeda secara berbeda karena bahasa yang digunakan untuk memahaminya juga berbeda. Oleh karena itu orang minang, meskipun dilahirkan di luar Sumatera Barat, namun sepanjang ia dibesarkan dengan bahasa ibu bahasa minangkabau, maka ia semestinya dimasukkan dalam kelompok budaya minangkabau. Sebaliknya apabila dia dibesarkan dengan bahasa ibu bahasa jawa, maka semestinya ia dikelompokkan ke dalam kelompok budaya jawa, meskipun ibu bapanya orang minang. Lantas bagaimana bila ibu minang, bapak jawa dan sang anak dibesarkan dengan bahasa indonesia, apakah kemudian sang anak menjadi kelompok budaya indonesia dan tidak menjadi minang ataupun jawa?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pada umumnya penelitian psikologi lintas budaya dilakukan lintas negara atau lintas etnis. Artinya sebuah negara atau sebuah etnis diperlakukan sebagai satu kelompok budaya. Dari sisi praktis, hal itu sangat berguna. Meskipun hal tersebut juga menimbulkan persoalan, apakah sebuah negara bisa diperlakukan sebagai satu kelompok budaya bila didalamnya ada ratusan etnik seperti halnya indonesia? Dalam posisi seperti itu, penggunaan bahasa nasional yakni bahasa indonesia menjadi dasar untuk menggolongkan seluruh orang indonesia ke dalam satu kelompok budaya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pada akhirnya tidak ada kategori kaku yang bisa digunakan untuk melakukan pengelompokan budaya. Apakah batas-batas budaya itu ditandai dengan ras, etnis, bahasa, atau wilayah geografis, semuanya bisa tumpang tindih satu sama lain atau malah kurang relevan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Hubungan Psikologi dan Budaya</span></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pada awal perkembangannya, ilmu psikologi tidak menaruh perhatian terhadap budaya. Baru sesudah tahun 50-an budaya memperoleh perhatian. Namun baru pada tahun 70-an ke atas budaya benar-benar memperoleh perhatian. Pada saat ini diyakini bahwa budaya memainkan peranan penting dalam aspek psikologis manusia. Oleh karena itu pengembangan ilmu psikologi yang mengabaikan faktor budaya dipertanyakan kebermaknaannya. Triandis (2002) misalnya, menegaskan bahwa psikologi sosial hanya dapat bermakna apabila dilakukan lintas budaya. Hal tersebut juga berlaku bagi cabang-cabang ilmu psikologi lainnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sebenarnya bagaimana hubungan antara psikologi dan budaya? Secara sederhana Triandis (1994) membuat kerangka sederhana bagaimana hubungan antara budaya dan perilaku sosial,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Ekologi - budaya - sosialisasi - kepribadian - perilaku</span></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sementara itu Berry, Segall, Dasen, & Poortinga (1999) mengembangkan sebuah kerangka untuk memahami bagaimana sebuah perilaku dan keadaan psikologis terbentuk dalam keadaan yang berbeda-beda antar budaya. Kondisi ekologi yang terdiri dari lingkungan fisik, kondisi geografis, iklim, serta flora dan fauna, bersama-sama dengan kondisi lingkungan sosial-politik dan adaptasi biologis dan adaptasi kultural merupakan dasar bagi terbentuknya perilaku dan karakter psikologis. Ketiga hal tersebut kemudian akan melahirkan pengaruh ekologi, genetika, transmisi budaya dan pembelajaran budaya, yang bersama-sama akan melahirkan suatu perilaku dan karakter psikologis tertentu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Definisi apa yang digunakan?</span></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Ratusan definisi budaya yang ada tidak bisa dianggap yang satu lebih benar daripada yang lainnya. Masing-masing definisi memiliki kekuatannya masing-masing. Oleh karena itu penggunaan definisi budaya semestinya dilihat dari tingkat kegunaannya bagi tujuan yang dikehendaki. Triandis (1994) mencontohkan dengan definisi budaya yang digunakan B.F. Skinner, seorang behavioris, yakni ‘budaya adalah seperangkat aturan penguatan (a set of schedules of reinforcement)’. Definisi tersebut bernilai optimal bagi pendekatan yang dilakukan Skinner.</span></div>
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-19954530910725145172018-08-01T18:57:00.001-07:002018-08-01T18:57:17.091-07:00TREND KRIMINALISASI DALAM HUKUM KELUARGA DI NEGARA-NEGARA MUSLIM<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Oleh: Muhammad Zaki Saleh** </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
A. Pendahuluan</div>
<div style="text-align: justify;">
Salah satu trend reformasi hukum keluarga di Dunia Islam modern adalah diberlakukannya sangsi hukum (kriminalisasi). Keberanjakan dari hukum klasik yang cenderung tidak memiliki sanksi hukum, misalnya, beralih kepada aturan-aturan dan hukum produk negara yang tidak saja membatasi dan mempersulit, namun bahkan melarang dan mengategorikan suatu masalah seputar hukum keluarga sebagai perbuatan kriminal. Dalam hal poligami misalnya, meskipun kriminalisasi poligami belum menjadi potret umum dari hukum/undang-undang yang berlaku di negara-negara Muslim, namun keberadaannya semakin dipertimbangkan dan tetap menjadi salah satu topik hangat masyarakat Muslim Dunia saat ini. Adalah menarik jika kriminalisasi poligami di Indonesia juga dapat ditelaah lebih dekat, dan melihat bagaimana sebagian negara Muslim lain memberlakukannya, kemudian dikomparasikan satu sama lain dalam konteks doktrin Hukum Islam konvensional, antar negara, dan posisinya sebagai salah satu citra dinamisasi dalam hukum Islam, khususnya hukum keluarga Negara Muslim modern. Demikian pula jika dibandingkan dengan kebijakan hukum di negara-negara non-Muslim (negara Barat). </div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti disebut dalam judul di atas, tulisan ini hanya memfokuskan kajian pada beberapa negara Muslim : Turki, Tunisia, Irak, Malaysia, dan Indonesia, dengan menggunakan pendekatan komparatif, meliputi: komparasi vertikal (hukum negara-doktrin hukum klasik); komparasi horizontal (hukum antar negara); komparasi diagonal (tingkat dinamisasi hukum). Selain itu, guna mendapatkan perbandingan yang lebih luas, penulis juga akan melengkapi tulisan ini dengan tinjauan terhadap kebijakan hukum mengenai poligami di negara-negara non-Muslim (negara Barat). </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="fullpost">
<div style="text-align: justify;">
</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<b>B. Pemberlakuan Sanksi Hukum dalam Hukum Keluarga Negara Muslim</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Pemberlakuan sanksi hukum menjadi salah satu ciri dalam UU hukum keluarga di negara-negara Muslim modern. Secara umum sanksi hukum tersebut terkait dengan pelanggaran berbagai masalah seputar perkawinan, perceraian, nafkah, perlakuan terhadap istri, hak perempuan pasca cerai, dan hak waris. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, berikut ini rincian sejumlah persoalan tersebut: </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>1. Perkawinan di bawah umur (masalah batasan usia nikah)</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Masalah ini setidaknya mendapatkan perhatian dari 4 negara Muslim, yakni Bangladesh, Iran, Pakistan, Yaman (Selatan). Hukum Keluarga yang berlaku di keempat negara tersebut secara eksplisit memberlakuan sanksi hukum terhadap pelanggaran masalah ini. </div>
<div style="text-align: justify;">
Di Bangladesh, seseorang yang menikahi anak di bawah umur dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 1 bulan; atau denda maksimal 1000 taka; atau kedua sekaligus. Sedangkan di Iran, siapa pun yang menikahi atau menikahkan seseorang yang di bawah usia nikah minimal dapat dikenakan hukuman penjara 6 bulan hingga 2 tahun. </div>
<div style="text-align: justify;">
Di Pakistan, terhadap pria (berumur di atas 18 tahun) yang menikahi anak di bawah usia nikah, dapat dihukum penjara maksimal 1 bulan; atau denda maksimal 1000 rupee; atau keduanya sekaligus. Sanksi yang sama juga akan dijatuhkan kepada pihak yang menyelenggarakan; memerintahkan; atau memimpin pernikahan mempelai di bawah umur (nikah). Demikian pula terhadap mereka (setiap pria baik sebagai orang tua atau wali atau pihak lain yang punya kapasitas/ berhak menurut hukum atau tidak) yang menganjurkan; atau mengizinkan dilangsungkannya pernikahan; atau lalai mencegah terjadinya pernikahan di bawah umur. Sedangkan terhadap setiap pihak (pria) yang enggan mematuhi keputusan yang dikeluarkan Pengadilan (terkait pernikahan di bawah umur) sementara ia tahu keputusan tersebut melarang perbuatan yang dilakukannya dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 3 bulan. </div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam pada itu, berdasarkan Hukum Keluarga yang berlaku di Yaman (Selatan) semua pelaku/pihak yang terkait pelanggaran (pendukung) melakukan perkawinan yang bertentangan dengan UU No.1. 1974 (antara lain mengenai usia minimal kawin: 18 (pria) dan 16 (perempuan) dan selisih usia maksimal 20 tahun, terkecuali jika calon istri telah mencapai usia 25 tahun), dapat dijatuhi hukuman denda maksimal 200 dinar; atau penjara maksimal 2 tahun; atau keduanya sekaligus. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>2. Perkawinan secara paksa</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Irak dan Malaysia merupakan negara yang mencantumkan sanksi hukum dalam Hukum Keluarga mereka dalam persoalan ini. Di Irak, ketentuan hukum dirinci menurut pelakunya. Sebagai contoh, setiap pihak yang mengawinkan secara paksa, selain keluarga garis pertama, dapat dijerat dengan hukuman penjara maksimal 3 tahun beserta denda; jika pelakunya adalah pihak keluarga garis pertama maka hukumannya adalah penjara maksimal 3 tahun tanpa denda; apabila pelakunya adalah salah satu calon mempelai maka dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 10 tahun atau kurungan minimal 3 tahun. </div>
<div style="text-align: justify;">
Sanksi yang kelihatannya sedikit lebih ringan di berlakukan oleh Malaysia. Berdasarkan Hukum Keluarga di sana, siapa saja yang memaksa seseorang untuk menikah di luar alasan yang diizinkan hukum syara‘ dapat dikenakan hukuman denda maksimal 1000 ringgit atau penjara maksimal 6 bulan atau kedua sekaligus. </div>
<div style="text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>3. Pencegahan terhadap perkawinan yang dibolehkan syara’</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Tampaknya hanya Malaysia yang secara eksplisit menerapkan hukuman dalam masalah yang satu ini. Siapapun yang mencegah seseorang untuk menikah di luar alasan yang diizinkan hukum syara‘, menurut Hukum Keluarga Malaysia, dapat dijatuhi hukuman denda maksimal 1000 ringgit atau penjara maksimal 6 bulan atau kedua-duanya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>4. Perkawinan yang dilarang</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Jika pada Hukum Keluarga negara-negara Muslim yang lain cenderung hanya memuat sejumlah bentuk perkawinan yang dilarang dan menetapkan batalnya perkawinan tersebut, Somalia dan Srilanka tampaknya mengambil langkah yang lebih maju, dengan menetapkan kriminalisasi terhadap pelanggaran atas hal tersebut. Di Somalia, pelaku (pria) yang menikahi kembali mantan istri yang dicerai talak tiga, sebelum mantan istri tersebut menyelesaikan masa iddahnya dari perceraiannya dengan pria (suami) lain dan sudah pernah berhubungan biologis dengan suami yang menceraikannya tersebut, dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 6 bulan dan denda maksimal 1000 SO Sh. </div>
<div style="text-align: justify;">
Srilanka memberlakukan hukuman penjara maksimal 3 tahun bagi setiap pria muslim yang secara sengaja melakukan perkawinan, atau telah atau berupaya untuk mendapatkan (hak) berhubungan badan dengan perempuan-perempuan yang dilarang syara‘ untuk dinikahi. Hukuman yang sama juga berlaku bagi wanita muslim (berusia di atas 12 tahun) yang secara sengaja melakukan perkawinan, atau mengizinkan untuk berhubungan badan dengan pria yang dilarang syara‘ untuk menikahinya. </div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum Srilanka juga memberlakukan sanksi terhadap setiap wanita muslimah yang selama masa iddahnya mengikat tali pernikahan atau ikut serta sebagai pengantin dalam suatu upacara perkawinan, dan setiap orang yang mendukung atau membantu terselenggaranya ikatan perkawinan atau perlaksanaan upacara perkawinan tersebut. Para pelaku tersebut dapat dijatuhi hukuman denda maksimal 100 rupee. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>5. Pendaftaran dan pencatatan perkawinan</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa masalah ini merupakan salah satu hal yang paling banyak diatur dalam Hukum Keluarga negara-negara Muslim. Minimal tercatat ada 5 Hukum Keluarga yang mencantumkan ketentuan tentang masalah ini, yakni Indonesia, Iran, Yaman (Selatan), Yordania, dan Srilanka. </div>
<div style="text-align: justify;">
Di Indonesia, sanksi hukuman dapat dijatuhkan terhadap petugas (pencatatan) yang melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan berpoligami tanpa izin Pengadilan. Dalam hal ini hukumannya adalah penjara/kurungan maksimal 3 bulan atau denda maksimal Rp. 7.500.,- Sedangkan di Iran sanksi hukum diberlakukan dalam kasus perkawinan yang dilakukan tanpa registrasi. Pihak bersangkutan (pria yang menikah) diancam hukuman penjara 1 – 6 bulan. </div>
<div style="text-align: justify;">
Yaman (Selatan) memberlakukan hukuman denda maksimal 200 dinar; atau penjara maksimal 2 tahun; atau kedua sekaligus terhadap semua pelaku/pihak yang terkait pelanggaran (pelaku & pendukung) melakukan perkawinan atau mendaftarkan perkawinan yang bertentangan dengan UU No.1/ 1974. Sementara di Yordania, mempelai (yang melangsungkan pernikahan), pihak pelaksana dan para saksi terkait perkawinan yang tak terdaftar (tanpa registrasi pihak berwenang) dapat dikenakan hukuman penjara berdasarkan ketentuan Jordanian Penal Code (UU Hukum Pidana Yordania) dan denda maksimal 1000 dinar. </div>
<div style="text-align: justify;">
Menarik untuk dicatat bahwa Srilanka, meskipun penduduk Muslimnya bukanlah mayoritas, malah cenderung lebih banyak memasukkan aturan kriminalisasi dalam Hukum Keluarga Muslim yang diberlakukan di sana. Hal tersebut tercermin dalam ketentuan-ketentuan berikut:</div>
<ol style="text-align: left;">
<li>Membuat data palsu pada pencatatan, buku, izin, dokumen, salinan (copy) sekitar perkawinan dan perceraian dapat dikenakan hukuman penjara maks. 3 tahun.</li>
<li>Melanggar ketentuan Ps. 81:</li>
</ol>
<ul style="text-align: left;">
<li>Mempelai pria; petugas pencatatan yang lalai atau enggan mencatatkan pernikahannya; atau lalai/enggan melaksanakan tugas pencatatan suatu pernikahan;</li>
<li>Siapa saja yang mendukung atau membantu seorang laki-laki Muslim untuk memperoleh atau mempengaruhi atau mendaftarkan suatu perceraian di luar (tidak sesuai dengan) ketentuan dalam UU ini atau bersekongkol melanggar melalui cara lain;</li>
<li>Qadi, petugas pencatatan, dan pihak yang turut andil (berpartisipasi) melanggar berbagai aturan dalam Ps. 56 ayat (1) tentang larangan bagi qadi atau petugas pencatatan mengizinkan orang lain untuk menempati posisi mereka dan menjaga semua buku, dokumen, berkas terkait; atau Ps. 56 (4) tentang larangan, kecuali qadi atau petugas pencatatan, menyimpan buku, daftar, atau catatan yang dimaksudkan sebagai daftar suatu perkawinan atau perceraian orang Muslim, atau rekaman berita acara mengenai perceraian yang diakibatkan atau mengaku diakibatkan oleh pihak lain.</li>
</ul>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mereka di atas akan dijatuhi hukuman untuk pertama kali adalah denda maksimal 100 rupee, sedangkan hukuman untuk yang kedua /selanjutnya maksimal 100 rupee atau penjara maksimal 6 bulan atau keduanya sekaligus (denda dan penjara). </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
c.Petugas pencatatan yang sengaja melakukan pencatatan, dan pihak lain yang mendukung atau membantu pencatatan suatu perkawinan yang bertentangan dengan aturan Pasal 22 (kawin pada masa iddah), 23 (Perkawinan di bawah umur), atau 24 ayat (4) (berpoligami melalui izin Hakim) dapat dijatuhi hukuman denda maksimal 100 rupee; atau penjara maksimal 6 bulan; atau keduanya sekaligus. </div>
<div style="text-align: justify;">
d. Setiap pihak, bukan seorang qadi (hakim), yang mengeluarkan atau menyatakan untuk mengeluarkan izin atau daftar/catatan sebuah perceraian berdasarkan UU ini, atau pihak yang bukan petugas pencatatan, melakukan pencatatan atau menyatakan akan mencatat suatu perkawinan berdasarkan UU ini dapat dijatuhi denda 100 rupee; atau hukuman penjara maksimal 6 bulan; atau keduanya sekaligus </div>
<div style="text-align: justify;">
e. Setiap pihak yang sengaja atau mengetahui membuat keterangan palsu dalam suatu pernyataan yang ditandatanganinya berdasarkan Ps. 18 ayat (1) (tentang pengisian dan penandatangan formulir registrasi perkawinan oleh pasangan pengantin dan wali pihak perempuan) dapat dikenakan denda maks. 100 rupee; atau penjara maks. 6 bulan; atau keduanya sekaligus. </div>
<div style="text-align: justify;">
f. Setiap petugas pencatatan:</div>
<div style="text-align: justify;">
1) Lalai atau menolak tanpa sebab/alasan yang sah melakukan pencatatan perkawinan;</div>
<div style="text-align: justify;">
2) Kecuali dalam kasus yang terdapat pada Pasal 11, melakukan pencatatan suatu perkawinan yang diadakan di luar wilayah tugasnya;</div>
<div style="text-align: justify;">
3) Melakukan pencatatan suatu perkawinan yang melanggar kondisi-kondisi atau batasan yang terdapat pada surat tugasnya;</div>
<div style="text-align: justify;">
4) Mencatat suatu perkawinan yang tidak dihadirinya;</div>
<div style="text-align: justify;">
5) Sengaja menolak untuk melaksanakan atau yang terkait dengan pencatatan suatu Perkawinan; suatu kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh Pasal 18, 19, atau ps. 58; </div>
<div style="text-align: justify;">
6) Sengaja melanggar / menentang berbagai aturan dalam UU ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
dapat dikenakan hukuman Denda maksimal 100 rupee. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
6. Perkawinan diluar Pengadilan</div>
<div style="text-align: justify;">
Di Irak, pria yang melakukan perkawinan di luar pengadilan dapat dijatuhi hukuman Penjara minimal 6 bulan & maksimal 1 tahun; denda minimal 300 dinar & maksimal 1000 dinar. Melakukan perkawinan di luar pengadilan saat perkawinan sebelumnya masih berlangsung/terjalin dapat diganjar hukuman penjara minimal 3 tahun & maksimal 5 tahun. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
7. Mas kawin dan biaya perkawinan</div>
<div style="text-align: justify;">
Di kawasan Asia Selatan (anak Benua India) persoalan mas kawin, hantaran dan biaya perkawinan sering menjadi isu kritis dan menimbulkan persoalan sosial, sebagai akibat masih kuatnya pengaruh tradisi (non Islamis) yang berlaku di masyarakat. Hal inilah yang kelihatan memotivasi Bangladesh dan Pakistan memberi perhatian khusus dan menggariskan aturan sanksi hukum dalam masalah ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di Bangladesh, memberi atau mengambil atau bersekongkol memberi atau mengambil hantaran kawin diancam dengan hukuman penjara maksimal 1 tahun; atau denda maksimal 5000 taka; atau keduanya sekaligus. Hukuman yang sama juga berlaku bagi siapa pun yang meminta hantaran kawin kepada orang tua atau wali dari pihak mempelai wanita atau pria. Sedangkan di Pakistan, pelanggaran atas UU dalam masalah mas kawin/mahar, biaya dan hadiah (hantaran) perkawinan (Dowry and Bridal Gifts [Restriction] Act 1976) dapat dihukum penjara maksimal 6 bulan; atau denda minimal setara batas maksimum yang diatur UU ini; atau keduanya sekaligus. Dalam pada itu apabila mas kawin, berbagai barang hantaran dan hadiah yang diberi atau diterima tidak sesuai dengan ketentuan UU ini maka akan diserahkan kepada Pemerintah federal untuk digunakan bagi perkawinan gadis-gadis miskin sebagaimana diatur dalam UU ini. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
8. Poligami & hak istri dalam poligami</div>
<div style="text-align: justify;">
Poligami merupakan masalah yang paling banyak dikenakan pemberlakuan sanksi hukum oleh Hukum Keluarga di negara-negara Muslim modern. Di luar negara-negara yang memberlakukan aturan yang mempersulit ruang gerak poligami tanpa menjatuhkan sanksi hukum terhadap pelakunya, setidaknya 8 negara Muslim telah memberlakukan penjatuhan sanksi hukum terhadap masalah poligami dalam Hukum Keluarga mereka. Kedelapan negara tersebut adalah Iran, Pakistan, Yaman (Selatan), Irak, Tunisia, Turki, Malaysia, dan Indonesia. Uraian lebih lanjut mengenai ketentuan kriminalisasi praktik poligami ini akan dipaparkan secara khusus dalam bahasan mendatang. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
9. Talak/cerai di muka pengadilan dan pendaftaran perceraian </div>
<div style="text-align: justify;">
Iran, Malaysia, Mesir, Pakistan, Yordania, dan Srilanka mencantunkan sanksi hukum dalam pasal-pasal Hukum Keluarga mereka terkait persoalan ini. Di Iran, misalnya, para suami yang melakukan perceraian atau menarik kembali penjatuhan talak/cerai yang dilakukan tanpa registrasi dapat diancam hukuman penjara 1 – 6 bulan. </div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut ketentuan Hukum Keluarga di Malaysia, penjatuhan talak di luar dan tanpa izin pengadilan dapat dikenakan denda 1000 ringgit; atau penjara maksimal 6 bulan; atau keduanya sekaligus. Sedangkan di Mesir, berdasarkan Law on Personal Status 1929 yang dipertegas lagi dalam amandemennya UU No.100 1985 Pasal 23 A, suami yang tidak melakukan pendaftaran perceraian dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 6 bulan; atau denda 200 pound; atau keduanya sekaligus. Begitu pula petugas pencatatan yang menolak atau tidak melaksanakan tugas pencatatan perceraian dapat dikenakan sanksi penjara maksimal 1 bulan & denda minimal 50 pound Mesir. </div>
<div style="text-align: justify;">
Di Pakistan, menceraikan istri tanpa mengajukan permohonan tertulis ke Pejabat (chairman) berwenang; atau dan tanpa memberikan salinan (copy)nya kepada istri, dapat dihukum penjara maksimal 1 tahun; atau denda maksimal 1000 rupee; atau keduanya sekaligus. Dalam pada itu, Yordania memberlakukan hukuman menurut UU Hukum Pidana negara itu terhadap suami yang menceraikan istri (di luar Pengadilan) tanpa melakukan langkah registrasi. Sementara di Srilanka, membuat data palsu pada pencatatan, buku, izin, dokumen, salinan (copy) sekitar perceraian dapat dikenakan hukuman penjara maksimal 3 tahun </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
10. Hak-hak istri yang dicerai suaminya</div>
<div style="text-align: justify;">
Tunisia tampaknya bergerak sendiri dalam masalah yang satu ini. Menurut UU Tunisia, suami yang menghindar dari kewajiban memberi nafkah atau kompensasi selama 1 bulan dapat dikenakan hukuman penjara 3 hingga 12 bulan dan denda antara 100 hingga 1000 dinar. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
11. Masalah hak waris perempuan</div>
<div style="text-align: justify;">
Harus diakui, mungkin, hanya Libya yang secara khusus memberikan perhatian dalam masalah ini. Berdasarkan UU yang berlaku di Libya, pengabaian (tidak memberi) hak warisan wanita dapat diancam dengan hukuman penjara sampai hak warisan wanita bersangkutan diberikan/dipenuhi. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
12. Pelanggaran terhadap UU Hukum keluarga yang berlaku (diluar pasal-pasal yang sudah ditentukan sanksi hukumnya)</div>
<div style="text-align: justify;">
Jika dalam Hukum Keluarga mayoritas negara-negara Muslim hanya mencantumkan sanksi hukum dalam beberapa pasalnya, tidak demikian keadaannya dengan Hukum Keluarga Muslim Srilanka. Di luar pasal-pasal tertentu yang sudah ditentukan sanksi hukumnya, setiap pelanggaran di luar pasal-pasal tersebut dapat dijatuhi hukuman denda maksimal 100 rupee. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari keterangan di atas dapat ditarik sejumlah catatan sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Bahwa poligami menempati urutan teratas (8 negara) dalam daftar persoalan Hukum Keluarga yang diancam dengan sanksi hukum (kriminalisasi poligami), menyusul masalah perceraian di luar pengadilan/ tanpa registrasi (6 negara), dan berikutnya adalah masalah pendaftaran dan pencatatan perkawinan (5 negara).</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Meskipun secara umum sanksi yang dijatuhkan masih diarahkan kepada si pelaku pelanggaran, namun di beberapa negara selain pelaku, hukuman juga dijatuhkan kepada pihak pendukung, penyelenggara, bahkan petugas berwenang yang terkait dengan pelanggaran.</div>
<div style="text-align: justify;">
c. Sanksi yang diberikan pada umumnya berupa hukuman penjara/kurungan; atau denda; atau keduanya sekaligus. Meskipun bersifat relatif, hukuman tertinggi terdapat di Irak yakni 10 tahun & minimal 3 tahun penjara dalam kasus perkawinan secara paksa. Sedangkan sanksi paling rendah ada di Mesir yakni 1 bulan penjara dalam kasus petugas pencatat yang menolak/tidak melaksanakan tugas pencatatan. </div>
<div style="text-align: justify;">
d. Srilanka tercatat sebagai negara terbanyak mencantumkan sanksi hukum dalam Hukum Keluarga Muslim (sekitar 11 masalah); sedangkan Libya (tentang hak waris wanita) dan Somalia (larangan menikahi mantan istri yang ditalak tiga sebelum dipenuhi persyaratannya) sejauh ini menjadi negara yang paling sedikit meletakkan sanksi dalam Hukum Keluarga mereka.</div>
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-15766571287536054882018-07-23T17:54:00.005-07:002019-10-23T18:53:47.152-07:00SISTEM PEMBUKTIAN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false"
QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b>A. Hukum Pembuktian</b><br />Membuktikan ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu sengketa.[1] Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.[2] Hukum pembuktian merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang di anut dalam pembuktian, syarat syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian.[3]<br />Ditinjau dari segi hukum acara pidana sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), telah diatur pula beberapa pedoman dan penggarisan:[4]</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Penuntut umum bertindak sebagai aparat yang diberi wewenang untuk mengajukan segala daya upaya membuktikan kesalahan yang didakwakannya kepada terdakwa.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sebaliknya terdakwa atau penasihat hukum mempunyai hak untuk melemahkan dan melumpuhkan pembuktian yang diajukan penuntut umum, sesuai dengan cara-cara yang dibenarkan undang-undang.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Terutama bagi hakim, harus benar-benar sadar dan cermat menilai dan mempertimbangkan kekuatan pembuktian yang diketemukan selama pemeriksaan persidangan.</span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pembuktian dalam hal ini bukanlah upaya untuk mencari-cari kesalahan pelaku saja namun yang menjadi tujuan utamanya adalah untuk mencari kebenaran yang materil. Didalam peradilan pidana di Indonesia kita mengenal dua hal yang sering kita dengar yaitu alat bukti dan barang bukti di samping adanya proses yang menimbulkan keyakinan hakim dalam pembuktiannya. Pembuktian merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses pemeriksaan perkara di sidang pengadilan, baik perkara pidana maupun perdata karena dari sinilah akan ditarik suatu kesimpulan yang dapat mempengaruhi keyakinan hakim dalam menilai perkara yang akan di ajukan. Hakim memberikan putusannya berdasarkan penilaiannya dalam pemeriksaan persidangan.<br />Dalam proses perkara pidana di Indonesia, barang bukti memegang peranan yang sangat penting, dimana barang bukti dapat membuat terang tentang terjadinya suatu tindak pidana dan akhirnya akan digunakan sebagai bahan pembuktian, untuk menunjang keyakinan hakim atas kesalahan terdakwa sebagaimana yang di dakwakan oleh jaksa penuntut umum didalam surat dakwaan di pengadilan.<br />Dalam kamus Indonesia disebutkan bahwa pengertian pembuktian secara umum adalah perbuatan (hak dan sebagainya) membuktikan, sedangkan membuktikan berarti:[5]</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Memberi (memperlihatkan bukti);</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Melakukan sesuatu sebagai bukti kebenaran, melaksanakan (cita-cita dan sebagainya);</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Menandakan, menyatakan (bahwa sesuatu benar);</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Meyakinkan, menyaksikan.</span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pembuktian menurut Yahya Harahap adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang untuk membuktikan keseluruhan yang didakwakan pada terdakwa, pembuktian dapat pula diartikan sebagai ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan yang boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan.[6]<br /><br />Ditinjau dari segi hukum acara pidana, pembuktian merupakan ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usahanya mencari dan mempertahankan kebenaran. Hakim, penuntut umum, terdakwa, maupun penasehat hukum, masing-masing terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan undang-undang, artinya, bahwa dalam mempergunakan dan menilai kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti hakim, jaksa, terdakwa, maupun penasehat hukum harus melaksanakanya dalam batas-batas yang dibenarkan undang-undang.<br /><br />Kegiatan pembuktian diharapkan dapat memperoleh kebenaran secara hukum karena pembuktian dalam hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiil. Hal ini berbeda dengan pembuktian dalam hukum acara perdata yang menitikberatkan pada kebenaran formal. Kebenaran dalam perkara pidana merupakan kebenaran kebenaran yang disusun dan didapatkan dari jejak, kesan dan refleksi dari keadaan dan atau benda yang dapat berkaitan dengan kejadian masa lampau yang diduga menjadi perbuatan pidana. Suatu pembuktian menurut hukum pada dasarnya merupakan proses menentukan subtansi atau hakekat mengenai adanya fakta-fakta yang diperoleh melalui ukuran yang layak dengan pikiran yang logis terhadap fakta-fakta pada masa lalu yang tidak terang menjadi fakta-fakta yang terang dalam hubunganya dengan perkara pidana. Membuktikan suatu perkara pidana pada hakekatnya merupakan penelitian dan koreksi dalam menghadapi masalah dari berbagai fakta untuk mendapatkan suatu kesimpulan dengan metode ilmu logika.<br /><br />Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kebenaran biasanya hanya mengenai keadaan-keadaan tertentu yang sudah lampau, semakin lama waktu lampau semakin sukar bagi hakim untuk menyatakan kebenaran atas keadaan itu. Dengan demikian kepastian seratus persen bahwa apa yang diyakini hakim tentang suatu keadaan supaya betul-betul sesuai dengan kebenaranya tampaknya tidak mungkin dicapai. Hukum acara pidana sebenarnya hanya dapat menunjukan jalan untuk berusaha guna mendekati sebanyak mungkin persesuaian antara keyakinan hakim dengan kebenaran hakim.<br /><br />Berdasarkan hal tersebut, sistem hukum pembuktian dapat diartikan sebagai suatu keseluruhan dari unsur-unsur hukum. Hukum pembuktian yang berkaitan dan berhubungan satu dengan yang lain serta saling mempengaruhi dalam suatu keseluruhan atau kebulatan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><br />B. Teori-Teori Pembuktian</b><br />Ada beberapa sistem atau teori pembuktian, yaitu antara lain:<br /><b>1. Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Semata (Conviction In Time)</b><br />Sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya terdakwa terhadap perbuatan yang didakwakan, sepenuhnya tergantung pada penilaian “keyakinan” hakim semata-mata. Jadi bersalah tidaknya terdakwa atau dipidana tidaknya terdakwa sepenuhnya tergantung pada keyakinan hakim. Keyakinan hakim tidak harus timbul atau didasarkan pada alat bukti yang ada. Sekalipun alat bukti sudah cukup kalau hakim tidak yakin, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana, sebaliknya meskipun alat bukti tidak ada tapi kalau hakim sudah yakin, maka terdakwa dapat dinyatakan bersalah. Akibatnya dalam memutuskan perkara hakim Kelemahan pada sistem ini terletak pada terlalu banyak memberikan kepercayaan kepada hakim, kepada kesan-kesan perseorangan sehingga sulit untuk melakukan pengawasan. Hal ini terjadi di praktik Peradilan Prancis yang membuat pertimbangan berdasarkan metode ini, dan banyak mengakibatkan putusan bebas yang aneh.[7]<br /><br /><b>2. Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang Logis (Conviction In Raisone)</b><br />Sistem pembuktian Conviction In Raisone masih juga mengutamakan penilaian keyakinan hakim sebagai dasar satu-satunya alasan untuk menghukum terdakwa, akan tetapi keyakinan hakim disini harus disertai pertimbangan hakim yang nyata dan logis, diterima oleh akal pikiran yang sehat. Keyakinan hakim tidak perlu didukung alat bukti sah karena memang tidak diisyaratkan, meskipun alat-alat bukti telah ditetapkan oleh undang-undang tetapi hakim bisa menggunakan alat-alat bukti di luar ketentuan undang-undang. Yang perlu mendapat penjelasan adalah bahwa keyakinan hakim tersebut harus dapat dijelaskan dengan alasan yang logis.<br />Keyakinan hakim dalam sistem pembuktian convition in raisone harus dilandasi oleh “reasoning” atau alasan-alasan dan alasan itu sendiri harus “reasonable” yakni berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima oleh akal dan nalar, tidak semata-mata berdasarkan keyakinan yang tanpa batas. Sistem pembuktian ini sering disebut dengan sistem pembuktian bebas.<br /><br /><b>3. Sistem Atau Teori Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif (Positief Wettelijk Bewijstheori)</b><br />Sistem ini ditempatkan berhadap-hadapan dengan sistem pembuktian conviction in time, karena sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya terdakwa didasarkan kepada ada tiadanya alat-alat bukti sah menurut undang-undang yang dapat dipakai membuktikan kesalahan terdakwa. Teori positif wetteljik sangat mengabaikan dan sama sekali tidak mempertimbangkan keyakinan hakim. Jadi sekalipun hakim yakin akan kesalahan yang dilakukan terdakwa, akan tetapi dalam pemeriksaan di persidangan pengadilan perbuatan terdakwa tidak didukung alat bukti yang sah menurut undang-undang maka terdakwa harus dibebaskan.<br />Umumnya bila seorang terdakwa sudah memenuhi cara-cara pembuktian dan alat bukti yang sah menurut undang-undang maka terdakwa tersebut bisa dinyatakan bersalah dan harus dipidana. Kebaikan sistem pembuktian ini, yakni hakim akan berusaha membuktikan kesalahan terdakwa tanpa dipengaruhi oleh nuraninya sehingga benar-benar obyektif karena menurut cara-cara dan alat bukti yang di tentukan oleh undang-undang kelemahannya terletak bahwa dalam sistem ini tidak memberikan kepercayaan kepada ketetapan kesan-kesan perseorangan hakim yang bertentangan dengan prinsip hukum acara pidana. Sistem pembuktian positif yang dicari adalah kebenaran formal, oleh karena itu sistem pembuktian ini digunakan dalam hukum acara perdata. Positief wettelijk bewijstheori systeem di benua Eropa dipakai pada waktu berlakunya Hukum Acara Pidana yang bersifat Inquisitor. Peraturan itu menganggap terdakwa sebagai objek pemeriksaan belaka; dalam hal ini hakim hanya merupakan alat perlengkapan saja.[8]<br /><br /><b>4. Sistem Atau Teori Pembuktian Menurut Undang-undang Secara Negatif (Negatief Wettelijk Stelsel)</b><br />Sistem pembuktian negatief wettelijk terletak antara dua sistem yang berhadap-hadapan, yaitu antara sistem pembuktian positif wettelijk dan sistem pembuktian conviction intime. Artinya hakim hanya boleh menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan apabila ia yakin dan keyakinannya tersebut didasarkan kepada alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Dalam sistem negatif wetteljik ada dua hal yang merupakan syarat untuk membuktikan kesalahan terdakwa, yakni: pertama, Wettelijk yaitu adanya alat-alat bukti yang sah dan ditetapkan oleh undang-undang dan kedua, Negatif, yaitu adanya keyakinan (nurani) dari hakim, sehingga berdasarkan bukti-bukti tersebut hakim meyakini kesalahan terdakwa. Antara alat-alat bukti dengan keyakinan diharuskan adanya hubungan causal (sebab akibat). Meskipun terdakwa telah terbukti menurut cara dan dengan alat-alat bukti sah menurut undang-undang, akan tetapi bila hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa, maka ia dapat saja membebaskan terdakwa. Sebaliknya bila hakim yakin akan kesalahan terdakwa, tetapi keyakinannya tidak didasarkan atas alat-alat bukti sah menurut undang-undang, maka hakim harus menyatakan kesalahan terdakwa tidak terbukti. Sistem inilah yang dipakai dalam sistem pembuktian peradilan pidana di Indonesia.<br /><br />Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maupun Herziene Indonesisch Reglement (HIR) menganut teori yang sama, yaitu teori negatif menurut undang-undang (negatief wettelijk). Hal tersebut dapat disimpulkan dari Pasal 183 KUHAP dan Pasal 294 HIR.<br /><br />Pasal 184 KUHAP menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman kepada seseorang, kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Berdasarkan rumusan Pasal 183 KUHAP tersebut dapat diketahuin bahwa pembuktian harus didasarkan kepada undang-undang, yaitu alat bukti yang sah yang disebut pada Pasal 184 KUHAP disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut.<br /><br />Esensi yang terkandung dalam Pasal 183 KUHAP adalah sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang sah dan terdakwa telah bersalah melakukanya. Kata sekurang-kurangnya dua alat bukti memberikan pembatasan atau limitatif pada alat bukti yang minimum yang harus disampaikan pada acara pembuktian, sedangkan kata-kata alat bukti yang sah menunjukan suatu pengertian bahwa hanyalah alat-alat bukti yang diatur dan diakui oleh undang-undang yang dapat diterapkan sebagai alat bukti yang sah dalam proses pembuktian pada perkara pidana.<br /><br />Dalam hal system positief wettelijk, D. Simon sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah mengatakan bahwa system positief wettelijk dibenua Eropa dipakai pada waktu berlakunya hukum acara pidana yang bersifat inquisitoir. Peraturan tersebut menganggap terdakwa sebagai objek pemeriksaan belaka, dalam hal ini hakim hanya merupakan alat perlengkapan saja.[9]Kelemahan pada sistem ini adalah tidak memberikan kepercayaan kepada ketetapan kesan-kesan perseorangan hakim. Hal tersebut bertentangan dengan prinsip hukum acara pidana bahwa putusan harus diadasarkan atas kebenaran.<br /><br />Menurut Wirjono Prodjodikoro, sistem pembuktian onviction intime pernah dianut di Indonesia , yaitu pada pengadilan distrik dan pengadilan kabupaten namun sistem ini hanya memungkinkan menyebut apa saja yang menjadi dasar keyakinannya, misalnya keterangan medium atau dukun.[10]<br /><br /><br />C. Macam- macam Alat Bukti<br />Alat-alat bukti yang boleh diajukan dalam persidangan telah ditetapkan oleh KUHAP dalam Pasal 184, yaitu :</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Keterangan saksi;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Keterangan ahli;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Surat;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Petunjuk;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Keterangan terdakwa.</span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">a) Keterangan Saksi<br />Syarat-syarat untuk menjadi seorang saksi, yaitu sebagai berikut:</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Suami atau suami terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.</span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian atau “the degree of evidence” keterangan saksi, agar keterangan saksi atau kesaksian mempunyai nilai serta kekuatan pembuktian, perlu diperhatikan beberapa pokok ketentuan yang harus dipenuhi oleh seorang saksi, yaitu sebagai berikut;[11]</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Harus mengucapkan sumpah atau janji;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Keterangan saksi yang bernilai sebagi alat bukti.</span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah keterangan yang sesuai dengan apa yang dijelaskan Pasal 1 angka 27 KUHAP:</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Yang saksi lihat sendiri;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Saksi dengan sendiri;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Saksi alami sendiri;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Serta menyebut alasan dari pengetahuan itu;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Keterangan saksi harus diberikan disidang pengadilan</span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti, keterangan itu harus dinyatakan disidang pengadilan, hal ini sesuai dengan penjelasan Pasal 185 ayat 1, keterangan saksi yang berisi penjelasan tentang apa yang didengar sendiri, dilihatnya sendiri atau dialaminya sendiri mengenai suatu peristiwa pidana, baru dapat bernilai sebagai alat bukti apabila keterangan itu saksi nyatakan disidang pengadilan.<br /><br />b) Keterangan Ahli<br />Keterangan seorang ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Berdasarkan pasal 184 ayat 1 KUHAP menetapkan, keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah, dari ketentuan Pasal 133 dihubungkan dengan penjelasan Pasal 186, jenis dan tata cara pemberian keterangan ahli sebagai alat bukti atau jenis sebagai alat bukti yang sah pada sebagai berikut:</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Diminta penyidik pada taraf pemeriksaan penyidikan;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Keterangan ahli yang diminta dan diberikan disidang</span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Permintaan keterangan ahli dalam pemeriksaan disidang pengadilan diperlukan apabila pada waktu pemeriksaan penyidikan belum ada diminta keterangan ahli, maupun perlunya keterangan ahli didengar didepan persidangan.<br /><br />c) Surat<br />J.M. Van Bemmelen sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah memberikan pengertian tentang surat adalah segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat dibaca, dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran.[12]<br /><br />Didalam KUHAP pasal 187 mengatur tentang alat bukti yang terdiri dari 4 ayat, yaitu :</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapanya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaaan yang didengar, dilihat atau yang dialami sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahlianya mengenai sesuatu hal atau mengenai keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Surat lain yang hanya berlaku jika ada hubunganya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.</span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Nilai kekuatan pembuktian surat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sama sekali tidak mengatur mengenai ketentuan khusus tentang kekuatan pembuktian surat, kekuatan pembuktian surat hanya dapat ditinjau dari segi teori serta menghubungkanya dengan beberapa prinsip pembuktian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu:[13]<br /><b><br />1. Ditinjau dari segi formal</b><br />Ditinjau dari segi formal, alat bukti surat yang disebut pada Pasal 187 huruf a, b, dan c adalah alat bukti yang sempurna sebab bentuk surat-surat yang disebut didalamnya dibuat secara resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan perundang-undangan, oleh karena itu alat-alat bukti surat resmi mempunyai nilai pembuktian formal yang sempurna , dengan sendirinya bentuk dan isi surat tersebut:</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sudah benar, kecuali dapat dilumpuhkan dengan alat bukti yang lain;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Semua pihak tak dapat lagi menilai kesempurnaan bentuk dan pembuatanya;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Tak dapat lagi menilai kebenaran keterangan yang dituangkan pejabat berwenang didalamnya sepanjang isi keterangan tersebut tidak dapat dilumpuhkan dengan alat bukti yang lain;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Ditinjau dari segi formal, isi keterangan yang tertuang didalamnya, hanya dapat dilumpuhkan dengan alat bukti lain, baik berupa alat bukti keterangan saksi maupun keterangan terdakwa.</span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b>2. Ditinjau dari segi materiil </b><br />Ditinjau dari segi materiil, alat bukti surat dalam Pasal 187, bukan alat bukti yang mempunyai kekuatan mengikat nilai kekuatan alat bukti surat sama halnya dengan nilai pembuktian keterangan saksi dan keterangan ahli, dasar alasan ketidakterikatan hakim atas alat bukti surat tersebut, didasarkan pada beberapa asas ; antara lain :</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Asas proses pemeriksaan perkara pidana ialah untuk mencari kebenaran materiil atau “kebenaran sejati” (materiel waarheid), bukan mencari kebenaran formal;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Asas keyakinan hakim, seperti yang terdapat dalam ketentuan Pasal 183, berhubungan erat dengan ajaran sistem pembuktian yang dianut dalam KUHAP yaitu sistem pembuktian menurut undang-undang negatif.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Asas batas minimum pembuktian, yaitu sekurang-kurang dua alat bukti yang sah. </span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Petunjuk</span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pasal 188 KUHAP memberi definisi petunjuk sebagai berikut:<br />“Petunjuk ialah perbuatan, kejadian atau keadaan. yang karena persesuaianya, baik yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya".<br /><br />Nilai kekuatan pembuktian surat sifat dan kekuatanya dengan alat bukti yang lain hanya mempunyai sifat kekuatan pembuktian yang bebas, artinya :[14]</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk, oleh karena itu, hakim bebas menilainya dan mempergunakan sebagai upaya pembuktian;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Petunjuk sebagai alat bukti, tidak bisa berdiri sendiri membuktikan kesalahan terdakwa, dia tetap terikat kepada prinsip batas minimum pembuktian. </span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dapat dilihat dengan jelas bahwa keterangan terdakwa sebagai alat bukti tidak perlu sama atau berbentuk pengakuan. Semua keterangan terdakwa hendaknya didengar, apakah itu berupa penyangkalan, pengakuan, ataupun pengakuan sebagian dari perbuatan atau keadaan, tidak perlu hakim mempergunakan seluruh keterangan seorang terdakwa atau saksi.<br /><br />e) Keterangan Terdakwa<br />Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan, karena pengakuan sebagai alat bukti mempunyai syarat-syarat:</span></div>
<ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Mengaku ia bersalah.</span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pengakuan terdakwa adalah bahwa keterangan terdakwa yang menyangkal dakwaan, tetapi membenarkan beberapa keadaan atau perbuatan sesuai alat bukti lain merupakan alat bukti.<br /><br /><b>D. Macam-Macam Barang Bukti</b><br />Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana barang bukti dapat disebut juga sebagai benda sitaan atau barang bukti tersebut diuraikan dalam pasal 39 ayat (1) KUHAP.<br /><br />Dalam pasal 39 ayat (1) KUHAP dinyatakan “Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:[15]</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana untuk mempersiapkannya;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Benda yang khusus dibuat atau dipergunakan untuk melakukan tindak pidana;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.</span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Adam Chazawi membagi macam-macam barang bukti sebagai berikut:<br />1. Benda berwujud yang berupa:[16]</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Benda yang digunakan dalam melakukan tindak pidana (instrument delichti) atau untuk mempersiapkan;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Benda yang dipakai menghalang-halangi penyidikan;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Benda yang dibuat khusus atau diperuntukkan melakukan tindak pidana (instrument delichti);</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Benda-benda lainnya yang mempunyai hubungan langsung/tidak langsung dengan dilakukannya tindak pidana . Masuk dalam bagian ini adalah benda yang dihasilkan suatu tindak pidana (corpus delichti), misalnya uang palsu hasil kejahatan pemalsuan uang.</span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">2. Benda tidak berwujud, berupa tagihan yang diduga berasal dari tindak pidana<br /><br />Dalam hal tertangkap tangan, penyidik juga berwenang untuk melakukan penyitaan atas benda-benda tersebut sebagai berikut:</span></div>
<ul style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti (Pasal 40 KUHAP).</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Paket atau surat atau benda yang pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh kantor pos dan telekomunikasi, sepanjang benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau berasal darinya (Pasal 41 KUHAP).</span></li>
</ul>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br />E. Hubungan Antara Barang Bukti Dengan Alat Bukti<br />Jika dilihat dari Pasal 184 ayat (1) KUHAP, dapat diketahui bahwa barang bukti tidak termasuk dalam klasifikasi alat bukti. Namun keberadaannya telah melebihi batas minimum pembuktian, tidak bisa memaksa hakim untuk yakin bahwa terdakwa tyelah bersalah atau tidak bersalah atas suatu tindak pidana . Disinilah peran barang bukti dibutuhkan. Keberadaan barang bukti di depan sidasng pengadilan dapat mendukung atau memperkuat keyakinan hakim dalam memutus kesalahan dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa.<br /><br />Barang bukti secara materiil dapat berfungsi sebagai alat bukti yang sah didalam proses persidangan. Pasal 181 Jo. Pasal 45 KUHAP menerangkan tentang bagaimana cara pemeriksaan barang bukti dipersidangan, yang secara sebagai berikut:[17]</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jaksa Penuntut Umum memperlihatkan kepada terdakwa dan atau saksi-saksi (yang dianggap relevan) di depan persidangan dan ditanya kepada mereka, apakah mengenal barang bukti tersebut atau bisa juga mengetahui asal muasal benda itu.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika barang bukti berupa tulisan (surat atau berita acara) maka disamping diperlihatkan pada terdakwa dan saksi-saksi, hakim juga membacakan isi tulisan itu untuk dimintai tanggapannya.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika semua barang bukti sudah dilelang oleh karena berupa benda-benda yang segera rusak, maka uang hasil pelelangan diperlihatkan kepada terdakwa atau saksi-saksi di depan sidang.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika barang bukti itu begitu banyak atau benda-benda berbahaya, maka diperlihatkan sebagian kecil saja dari benda-benda tersebut.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika barang bukti dibungkus dan disegel, maka dibuka di depan sidang dan diperlihatkan kepada terdakwa dan ditanyakan mengenai barang bukti tersebut diatas.</span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Barang bukti tersebut menurut Pasal 184 ayat(1) KUHAP tidak termasuk sebagai alat bukti yang sah, namun dalam praktek hukum barang bukti tersebut dapat berfungsi menghasilkan alat bukti yang sah dalam bentuk keterangan terdakwa dan keterangan saksi serta berfungsi juga untuk mendukung atau memperkuat keyakinan hakim. Selain itu keberadaan barang bukti tersebut juga berguna untuk ditentukan statusnya sesuai dengan penetapan pengadilan, yaitu apakah barang bukti dikembalikan kepada pihak yang paling berhak ataukah dirampas untuk kepentingan negara atau untuk dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi (Pasal 194 ayat (1) KUHAP).<br /><br />F. Penyidikan dalam Hukum Acara Pidana<br />Penyidikan dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Tindakan penyidikan merupakan cara untuk mengumpulkan bukti-bukti awal untuk mencari tersangka yang diduga melakukan tindak pidana dan saksi-saksi yang mengetahui tentang tindak pidana tersebut.<br /><br />Menurut Lilik Mulyadi, dari batasan pengertian (begrips bepaling) sesuai tersebut dengan konteks Pasal 1 angka 2 KUHAP, dengan kongkret dan factual dimensi penyidikan tersebut dimulai ketika terjadinya tindak pidana sehingga melalui proses penyidikan hendaknya diperoleh keterangan tentang aspek-aspek sebagai berikut:[18]</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Tindak pidana yang telah dilakukan.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Tempat tindak pidana dilakukan (locus delicti).</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Cara tindak pidana dilakukan.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dengan alat apa tindak pidana dilakukan.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Latar belakang sampai tindak pidana tersebut dilakukan.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Siapa pelakunya</span></li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Tata Cara Penyidikan dilakukan segera setelah laporan atau pengaduan adanya tindak pidana. Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan (Pasal 106 KUHAP). Penyidikan oleh penyidik pegawai negeri sipil diberi petunjuk oleh penyidik Polri. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik Polri memberikan petunjuk kepada penyidik pegawai negeri sipil tertentu dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan. Dalam hal suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana, sedang dalam penyidikan oleh penyidik pegawai negeri sipil tertentu dan kemudian ditemukan bukti yang kuat untuk diajukan kepada penuntut umum, penyidik pegawai negeri sipil tertentu tersebut melaporkan hal itu kepada penyidik Polri. Dalam hal tindak pidana telah selesai disidik oleh penyidik pegawai negeri sipil tertentu tersebut is segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik Polri (Pasal 107 ayat (1) s.d. (3) KUHAP).[19]<br /><br />Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum. Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau kelurganya. Dalam hal penghentian tersebut dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil tertentu tersebut segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik Polri (Pasal 107 ayat (1) s.d. (3) KUHAP).[20]<br /><br />Pada penyidikan, titik berat tekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti” supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang, serta menemukan dan menentukan pelakunya.[21]<br /><br />[1] Subekti. Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramitha,2001, hlm. 1<br />[2] M.Yahya Harahap.Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali: Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hlm. 273<br /> [3] Hari Sasangka dan Lily Rosita.Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Bandung Mandar Maju ,2003, hlm. 10<br />[4] M.Yahya Harahap, op.cit., hal. 274<br />[5] W.J.S Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003, hlm.76 dan 91<br />[6] M.Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP edisi 2,Jakarta: Sinar Grafika, 2000, hlm. 38 <br />[7] A. Minkenhof, hal. 219, dikutip Andi Hamzah. (1985). Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal. 241<br />[8] D. Simons. Beknopte handleiding tot het wetboek van strafvordering, Haarlem, de Erven F. Bohn, 1952. hlm.114<br />[9] Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 1996, hal. 247.<br />[10] Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana Indonesia,Bandung: Sumur Bandung,1974, hlm 72<br />[11] Op cit, M.Yahya Harapan, edisi ke 2, hal. 265<br />[12] Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Acara Pidana, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1984, hal. 271<br />[13] Ibid, hal. 288<br />[14] Ibid, hal. 296<br />[15] Andi Hamzah, Op.cit., hlm. 250<br />[16] Adam Chazawi, Kemahiran dan Ketrampilan Praktik Hukum Pidana Cet. Ke-2, Malang: Bayu Media Publishing, 2007,. Hlm. 208-209.<br />[17] Ibid., hlm. 212<br />[18] Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana: Normatif, Teoretis, Praktik dan Permasalahnya, Bandung: Alumni, 2007, hlm. 55.<br />[19] Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, hlm. 24.<br />[20] Ibid., hlm.26<br />[21] Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 143-144.</span></div>
<div id="ftn21" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 17.85pt;">
<br /></div>
</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-60514421477495810332018-07-23T17:41:00.000-07:002018-07-23T17:41:03.051-07:00ANALISIS HUKUM KASUS BEGAL MOTOR<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Oleh<br />WAYAN JENDRA </span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">PENDAHULUAN<br /><br />Kriminalitas atau kejahatan itu bukan merupakan peristiwa herediter (bawaan sejak lahir) juga bukan merupakan warisan biologis. Tingkah laku kriminal itu bisa dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria dapat berlangsung pada usia anak-anak, dewasa ataupun lanjut usia. Tindak kejahatan bisa dilakukan secara sadar, yaitu difikirkan, direncanakan dan diarahkan pada satu maksud tertentu secara sadar dan benar.<br />Masyarakat modern yang sangat kompleks itu menumbuhkan aspirasi materil tinggi, dan sering disertai oleh ambisi sosial yang tidak sehat. Dambaan pemenuhan kebutuhan materil yang melimpah, misalnya untuk memiliki harta kekayaan dan barang mewah, tanpa mempunyai kemampuan untuk mencapainya dengan jalan wajar, mendorong individu untuk melakukan tindak kriminal. Dengan kata lain bisa dinyatakan, jika terdapat ketidaksesuaian atau pertentangan antara ambisi dengan kemampuan pribadi, maka peristiwa sedemikian ini mendorong orang untuk melakukan tindak kriminal atau jika terdapat diskrepansi antara aspirasi dengan potensi personal, maka akan terjadi “maladjustment” ekonomis (ketidakmampuan menyesuaikan diri secara ekonomis), yang mendorong orang untuk bertindak jahat atau melakukan tindak pidana.<br />Tindakan pembegalan itu bisa dilakukan oleh siapapun juga. Dan peristiwa pembegalan juga bisa dialami oleh siapa saja dan dimana saja, mau itu di pinggir jalan atau pun di daerah sekitar rumah. Tindakan pembegalan bisa dilakukan secara bersamaan dalam arti dilakukan oleh sekelompok orang, namun juga bisa dilakukan oleh beberapa orang saja.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b>Rumusan Masalah</b></span><br />
<a name='more'></a><br />
<ol>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Apakah yang di maksud dengan kriminalitas dan pembegalan?</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Faktor-faktor apa yang menyebabkan dan bagaimana akibat dari tindak pembegalan </span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pasal berapa yang mengatur tentang pembegalan dalam kitab undang-undang hukum pidana ?</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Siapa-siapa saja pelaku-pelaku pembegalan dan bagaimana langkah-langkah untuk menghindari begal ?</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Bagaimana dampak pembegalan bagi masyarakat dan berserta contoh kasus tindak pembegalan ?</span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> </span></li>
</ol>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">PEMBAHASAN</span></b></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pengertian Kriminalitas/Kejahatan dan Pembegalan.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Crime atau kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Lalu kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan. Definisi kejahatan secara yuridis adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan, merugikan masyarakat dan melanggar hukum serta undang-undang pidana. Di KUHP jelas tercantum bahwa “kejahatan adalah semua bentuk perbuatan yang memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan KUHP” misalnya pembunuhan memenuhi pasal 338, mencuri memenuhi pasal 362, penganiayaan memenuhi pasal 351 KUHP.<br />Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis, dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang tercantum maupun yang belum tercantum pada undang-undang hukum pidana). Sedangkan pembegalan sendiri termasuk ke dalam jenis kriminalitas/kejahatan. Karena pembegalan sudah melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial yang ada. Orang yang melakukan pembegalan disebut dengan begal. Begal ialah penjahat yang merampas barang-barang ditengah jalanan yang sepi.<br />Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata begal adalah begal (penyamun), membegal (merampas di jalan) jadi pembegalan adalah sebuah aksi merampas di tengah jalan dengan menghentikan pengendaranya. Biasanya, pembegalan terjadi di jalan yang jauh dari keramaian. Seringkali pelaku kejahatan pembegalan menggunakan kekerasan kepada korbannya, misalnya pelaku mensambit kepala korban atau tangan korban. Setelah korban tidak sadarkan diri atau meninggal baru lah pelaku merampas harta korban.<br /> </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b>Faktor-faktor yang menyebabkan dan akibat dari pembegalan.</b></span><br />
<ol>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> <i><b>Motivasi</b></i>, adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Motivasi merupakan faktor utama penyebab pembegalan. Di dalam motivasi ini terdapat tiga hal yang termasuk didalamnya, yaitu : upaya (effort), tujuan organisasi (goals), dan kebutuhan (need).</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><i>Lemahnya keamanan ditempat-tempat rawan terjadinya pembegalan</i></b>, Penjagaan yang lemah oleh aparat di tempat-tempat rawan dapat dimanfaatkan pelaku dan menjadi faktor pemicu terjadinya pembegalan. Gangguan keamanan dan tindak kejahatan yang semakin bervariasi yang belum dapat diimbangi dengan penuntasan penanganan oleh aparat penegak hukum dan kurangnya kontrol di daerah-daerah rawan terjadinya tindak kejahatan, menjadi faktor pendukung terjadinya aksi pembegalan.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><i><b>Kurangnya keuangan (tingginya angka pengangguran)</b></i>,Tingginya angka pengangguran menjadi suatu faktor penyebab mengapa seorang berani dan tega menghabisi nyawa seseorang karna memang faktor keuangan yang kurang. Lapangan kerja yang kurang namun SDM yang banyak dan tak sebading dengan lapangan pekerjaan hal ini menjadi alasan dan faktor penyebab mengapa maraknya begal.</span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> </span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Lemahnya keimanan.</span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Lemahnya keimanan ini menjadi suatu faktor penyebab mengapa maraknya begal. Jika seseorang tidak mempuyai iman yang baik dan pondasi hidup yang kuat, istilah kata semaunya gue dan jauh dari ajaran-ajaran agama atau orang-orang soleh seperti halnya sembahyang, mengaji, mendengarkan nasehat rohani, hal ini rawan karena gonjang ganjingnya keimanan seseorang. Jika seseorang sudah lemah imannya maka rawan faktor penyebab mengapa maraknya begal, tidak ada seorang pun yang berani menghabisi nyawa seseorang demi mengambil sebuah motor atau mobil jika ia mempunyai iman, karena mencuri apalagi membunuh adalah sutu dosa yang sagat besar. </span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> </span></li>
<li><i><b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Faktor Perhatian Keluarga.</span></b></i><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> KPAI menemukan juga alasan para siswa melakukan aksi begal adalah karena pola asuh keluarga yang tidak maksimal dan tidak efektif, perhatian yang minim dari orang tua sangat berpengaruh terhadap perilaku seorang anak, apalagi dengan kondisi lingkungan yang tidak karuan yang semakin memperparah perkembangan prilaku dan moral anak, begitu pula dengan mudahnya akses informasi melalui internet sekarang ini, jika tidak ada pengawasan maksimal dan memadai dari orang tua, maka itu akan menjadi bom waktu yang suatu saat siap meledak.</span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> </span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><i><b>Salahnya Pergaulan</b></i> ( pergaulan bebas)</span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">,Pergaulan dapat menyebabkan maraknya begal memang di zaman sekarang banyak muda mudi yang salah kaprah akan pergaulan, apalagi seorang yang pendirianya masih labil khusunya anak ABG tidak jarang orang yang tadinya polos, kalem, rajin ibadah dan berkumpul dengan orang-orang soleh karena faktor pergaulan dan lingkungan negatif ini maka dia akan ikut-ikutan dan terjerumus ke hal-hal yang tak di inginkan. Beberapa waktu lalu tertangkap begal yang ternyata adalah anak-anak seumuran SMP atau SMA. Sungguh miris, anak-anak yang seharusnya akan menjadi ujung tombak pembangunan bangsa bukannya serius belajar mencari ilmu sebagai bekal mereka di masa depan justru mempunyai aktifitas yang lebih mereka sukai dan bukan sembarang aktifitas, tapi aktifitas yang melawan hukum. KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) sempat melakukan semacam investigasi terhadap pelaku begal dari para siswa ini, ternyata ditemukan bahwa penyebab mereka menjadi begal di antaranya karena pengaruh teman dan fanatisme terhadap geng mereka, walaupun juga terkuak penyebab dan alasan lain mereka menjadi begal seperti karena ketidaktahuan mereka terkait hukuman pidana tehadap aksi pembegalan ini, mereka mengira karena mereka masih anak-anak, maka hukuman pidana tidak akan diberlakukan kepada mereka.</span><br /><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span></li>
</ol>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b>Akibat yang timbul dari pembegalan motor adalah sebagai berikut:</b></span><br />
<ol>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Mengakibatkan kerugian materi</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Mengakibatkan luka fisik, baik luka berat maupun ringan.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Terjadinya trauma mendalam pada para korban.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Menjadi takut untuk berpergian atau pulang larut malam jika sendirian.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Kehilangan harta bahkan dapat merenggut nyawa seseorang.</span></li>
</ol>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b>Pasal yang mengatur tindak pidana pembegalan</b>.<br />Pencurian dalam KUHP dibagi dalam 6 pasal, yaitu Pasal 362 sampai 367. Pasal 362, merupakan pasal yang digunakan polisi untuk menjerat pelaku pencurian biasa. Sementara itu pelaku pembegalan bisa dijerat dengan Pasal 365 karena sebelum mengambil barang milik orang lain, begal memberikan ancaman hingga melakukan kekerasan pada korbannya. Bahkan dapat mengakibatkan kematian korbannya maka dia bisa diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun hingga pidana mati atau seumur hidup.<br />Pasal 365 :</span><br />
<ol>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk menguasai barang yang dicuri.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun :</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika masuk ketempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu;</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belass tahun.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu disertai pula oleh suatu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.</span></li>
</ol>
<b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pelaku-pelaku pembegalan dan cara untuk menghindarinya.</span></b><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pelaku-pelaku begal.<br />a. Pelajar.<br />Kenapa pelajar bisa menjadi pelaku pembegalan, banyak faktor yang menyebabkan pelajar menjadi begal yaitu, salahnya pergaulan dan ketergantungan. Pergaulan bebas bisa menyebabkan pelajar menjadi begal, contohnya salah memilih teman, dimana pelajar yang masih labil mudah terpengaruh hasutan teman untuk ikut menjadi begal, sedangkan ketergantungan juga menyebabkan maraknya begal dimana pelajar yang pemakai narkoba atau minum-minuman keras ketika mereka tidak mempunyai uang untuk membeli narkoba atau minuman-minuman keras maka ia akan mencari jalan pintas untuk mendapatkan uang dan bisa membeli apa yang ia inginkan, yaitu dengan cara membegal.<br />b. Para pengangguran.<br />Dizaman sekarang pertumbuhan manusia yang sangat pesat dan tidak di imbangi dengan lapangan pekerjaan, yang semakin lama semakin sempit, maka sebagian kepala keluarga yang tidak mempunyai pekerjaan banyak mencari jalan pintas untuk bisa menafkahi kehidupan sehari-hari keluarganya.</span><br />
<ul>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Langkah‑langkah untuk menghindari begal.</span></li>
</ul>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dengan maraknya tindakan pembegalan akhir-akhir ini, tentunya dibutuhkan langkah penegakkan hukum sebagai cermin untuk meminimalisir terulangnya kejadian yang sama. Perlu adanya kerja sama antara pihak kepolisian dan masyarakat. Sehingga dengan adanya sinergitas yang dibangun, diharapkan jika suatu ketika tindakan pembegalan terjadi maka dengan sigap dapat digagalkan.<br />Pihak Kepolisian bertindak sebagai satuan keamanan. Tindakan nyata yang dilakukan pihak kepolisian adalah dengan melakukan patroli selama 24 jam di berbagai tempat. Masyarakat juga harus dapat menjaga stabilitas lingkungannya. Langkah nyata yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan jaga malam.<br />Adapun tips-tips yang dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk antisipasi terhadap tindakan pembegalan ketika akan berpergian, adalah sebagai berikut :</span><br />
<ol>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Selalu waspada saat berkendara, Ketika sedang mengendarai sepeda motor, usahakan selalu bersikap waspada dan memerhatikan keadaan sekeliing. Sikap ini bukan berarti membuat para pemotor bersikap paranoid, tapi lebih fokus ketika sedang berkendara.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Usahakan jangan berpergian pada malam hari apalagi tengah malam hal ini berpotensi terhadap kejahatan perampokan atau pembegalan.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika memang harus keluar malam hari, jangan memilih tempat yang sepi walaupun mungkin itu akan mempersingkat waktu. Pilihlah tempat yang ramai sebagai jalur melintas.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jangan pergi sendirian, naluri penjahat akan mencoba melakukan aksinya kepada lawan yang dianggapnya mampu dia taklukkan dengan mudah, setidaknya jika berpergian hendaknya lebih dari 1 orang.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika merasa diikuti oleh seseorang, segeralah menuju tempat yang ramai.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Berhati hatilah kepada orang yang berpura-pura menanyakan alamat, pastikan terlebih dahulu bahwa di sekeliling terdapat banyak orang, jika ada yang menanyakan alamat pada tempat yang sepi, lebih baik berhati-hati.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jangan melamun di saat dalam perjalanan.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika di depan anda terdapat kendaraan yang anda kenal, maka mendekatlah. Hal ini akan meminimalkan kemungkinan terjadinya tindak pembegalan, karena pelaku begal tidak ingin aksinya dilihat orang lain.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika anda mengantuk dan anda ingin berhenti, pastikan berhenti di tempat yang anda dikenali atau setidaknya di tempat yang ramai usakan dekat dengan kantor polisi.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Informasikan perjalanan ke keluarga atau teman, simpan barang mewah (cincin atau jam yang berkilau) dalam tas, rute jalan yang akan dilalui harus sudah diketahui dan naik kendaraan (sepeda motor) diupayakan berdua.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika sudah tidak bisa lagi untuk mencegah terjadinyapembegalan. Tinggalkanlah kendaraan anda, kemudian larilah secepatnya ke rumah warga. Ini adalah langkah terakhir yang harus dilakukan jika benar-benar dalam keadaan bahaya.</span></li>
</ol>
<b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dampak tindak pembegalan bagi masyarakat dan contoh kasus pembegalan di Indonesia.</span></b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> </span><br />
<br />
<b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dampak Tindakan Pembegalan bagi masyarakat.</span></b><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dampak negative dari tindak kriminalitas pembegalan adalah menimbulkan rasa tidak aman, kecemasan,ketakutan dan kepanikan ditengah masyarakat. Sedangkan dampak positifnya bagi masyarakat adalah meningkatkan rasa peduli terhadap sesama dalam hal memperingatkan keamanan, dan orang akan berusaha memperbesar kekuatan hukum, dan menambah kekuatan fisik yang lainnya untuk memberantas kejahatan begal.</span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> </span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b>Contoh kasus pembegalan</b>.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Kasus pembegalan mahasiswa ITB ditamansaari.<br />Akhir pekan lalu, mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Rifqi Zaidan (20)kembali jadi sasaran kelompok begal. Peristiwa itu hanya selang sebulan dari pembegalan mahasiswa ITB bernama Rizal Azis Muhamad. Rifqi menjadi korban begal saat melintas di Jalan Tamansari, Kelurahan Lebak Siliwangi, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Minggu (6/11) sekira pukul 05.00 WIB. Rifqi hendak menuju indekosnya. Di perjalanan dia bertemu dua pengendara motor yang tiba-tiba berkata kasar padanya. Saat itu Rifqi memilih untuk tidak mempedulikan mereka. Rupanya, sifat cuek Rifqi membuat para pelaku menjadi sangat jengkel, maka dari itu pelaku langsung mengejarnya. Tanpa basa-basi pelaku langsung menyerang Rifqi dengan senjata tajam, Rifqi pun langsung terjatuh ke aspal.<br />Korban diserang dan mengalami luka akibat bacokan dibagian kepala, dan pada bagian kaki kanan dibawah lutut, terang humas polrestabes Bandung dalam keadaan tak berdaya, Rifqi ditinggal oleh pelaku dan motornya jenis Honda supra dibawa kabur. Beruntungnya ada warga yang melintas dan menolong Rifqi. Korban saat ini mendapatkan perawatan intensif, hingga senin kemaren belum ada tanda-tanda pelaku telah diamankan, polisi masih terus memburu dan meminta keterangan sejumlah saksi dan kasus ini masih dalam penyelidikan oleh polisi.<br />Polisi belum bisa memastikan apakah pembegalan dua mahasiswa ITB itu dilakukan oleh orang yang sama. Namun polisi akan terus meningkatkan patroli untuk mencegah kejadian serupa terulang. Polisi pun sudah berkoordinasi dengan wali kota Bandung (Ridwan kamil) untuk menambah lampu penerangan dan menambah CCTV untuk memantau kota Kembang itu dari begal.<br />Menurut KUHP tindakan tersebut dijerat dengan pasal 365 (ayat 2) yang berisi :</span><br />
<ol>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.</span></li>
</ol>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Serta dalam pasal tersebut juga diterangkan bahwa pelaku yang telah memenuhi ketentuan diatas maka pelaku akan dikenakan sanksi hukuman penjara paling lama 12 tahun.<br /> </span><br />
<b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">PENUTUP</span></b><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Kesimpulan.<br />Pembegalan merupakan tindak kriminalitas yang banyak di jumpai di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyak factor baik dari factor ekonomi, psikologi, dan sosiologis, maraknya pembegelan itu sendiri mengakibatkan keresahan bagi masyarakat. Tuntutan zaman juga ikut mempengaruhi semakin terjadinya pembegalan. Ketika kebutuhan mendesak banyak orang akan mencari cara yang cepat untuk memenuhi kebutuhannya salah satu dengan melakukan pembegalan. Hal ini dirasa ampuh untuk mendapatkan apa yang diinginkannya secara praktis. Rendahnya kewaspadaan para pengguna jalan ikut mempermudah aksi para pelaku pembegalan. Untuk mengantisipasi dan meminimalisir terjadinya pembegalan diharapakan masayarakat atau para pengguna jalan harus lebih waspada ketika ingin berpergian. Peran pemerintah juga harus turut ambil bagian dengan cara mensterilkan daerah daerah yang rawan terjadi pembegalan sehingga tidak ada lagi kasus dengan cara memasang lampu jalan dan sering melaukan patrolin di daerah tersebut.<br /> </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Saran.<br />Dari penjelasan di atas di harapkan agar kita mengetahui bagaimana cara mengantisipasi dan menghindari pembegalan yang marak terjadi akhir-akhir ini. Selain itu kewaspadaan para pengguna jalan harus lebih di tingkatkan dan setiap kasus tindak pidana tentang pembegalan harus di telusuri lebih lanjut sampai pelaku di tangkap dan di kenakan sanksi agar tidak ada lagi kasus pembegalan.</span></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-53936454427192967322018-07-09T11:46:00.001-07:002018-07-09T11:46:33.438-07:00ANALISIS PEMBUBARAN HTI MENURUT UU ORMAS 2017<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Oleh: Syed Agung Afandi</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">DPR melalui rapat paripurna telah mengesahkan Perppu Ormas menjadi Undang-Undang setelah seblumnya pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Terdapat tujuh fraksi yang menerima perppu tersebut sebagai undang-undang yakni fraksi PDI-P, PPP, PKB, Golkar, Nasdem, Demokrat, dan Hanura. Meski demikian fraksi PPP, PKB, dan Demokrat menerima dengan catatan revisi. Sementara fraksi yang menolak yakni PKS, PAN, dan Gerindra. Pemerintah menilai pengaturan ormas berdasarkan undang-undang “lama” sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika masyarakat.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><a name='more'></a><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Aspek Yuridis</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Dasar yuridis pembentukan Ormas adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”, Serta Pasal 28E ayat (3) yaitu “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Secara internasional, kemerdekaan untuk berserikat dan berkumpul diakui sebagai hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan dalam Universal Declaration of Human Right yang kemudian disetujui Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 217 A (III) dimana Pasal 20 ayat (1) menyebutkan bahwa “setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat” dan pada ayat (2) menyebutkan “tidak seorangpun dapat dipaksa memasuki suatu perkumpulan”.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sementara itu, kewajiban negara sebagai pemangku HAM telah dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28I Ayat (4) yaitu, “perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah”. Selanjutnya, Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 71 menyatakan, “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”. Dalam konstitusi Indonesia pembatasan HAM diatur dalam UUD 1945 Pasal 28J ayat (2) yang menyatakan, “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Keberadaan Ormas di Indonesia selama ini antara lain diatur dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Seiring dengan perjalanan waktu, pengaturan ormas berdasarkan undang-undang ini dinilai pemerintah sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika masyarakat sehingga pemerintah memandang perlu adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dasar yuridis pembentukan perppu ormas merujuk kepada Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yakni “dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 memberikan kewenangan yang sah kepada presiden guna menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang dalam keadaan negara yang darurat dan pemerintahan yang berada pada situasi yang membahayakan sehingga dapat menyelesaikan permasalah tersebut dengan mengambil tindakan hukum konkret. Negara dapat dinyatkan dalam “keadaan negara darurat dan pemerintahan berada pada situasi genting” berdasarkan hasil pertimbangan rasional dan normative serta hasil kajian secara factual dengan menunjukkan ciri utama; adanya crisis dan kondisi emergency. Keadaan dinyatakan krisis apabila terdapat gangguan yang menimbulkan kegentingan dan bersifat mendadak (a grave and sudden disturbunse). Kondisi emergency adalah apabila terjadi berbagai keadaan yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan menuntut suatu tindakan segera tanpa menunggu permusyawaratan terlebih dahulu atau telah ada tanda-tanda yang nyata dan menurut reasonableness apabila tidak diatur segera akan menimbulkan gangguan baik bagi masyarakat maupun terhadap jalannya pemerintahan. Tiga syarat materil penetapan Perppu yaitu; Reasonable necessity, Limited time dan beyond reasonable doubt.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009, terbitnya perppu didasarkan pada adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang, adanya kekosongan hukum karena untuk membentuk undang-undang dibutuhkan waktu yang relatif lama, sedangkan undang-undang yang ada tidak memadai sehingga kekosongan hukum ini tidak dapat diatasi dengan prosedur normal dalam pembentukan undang-undang dan presiden berwewenang menerbitkan perppu. Sementara Perppu Ormas No. 2 Tahun 2017 ini dinilai tidak memenuhi syarat Putusan Mahkamah Konstitusi No 138/PUU-VII/2009 dimana tidak adanya kebutuhan mendesak, situasi kekosongan hukum dan tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena memerlukan waktu yang cukup lama.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pemerintah menilai UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dari aspek substantif terkait dengan norma, larangan dan sanksi serta prosedur hukum sudah tidak memadai untuk mencegah meluasnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. UU ini tidak mewadahi asas hukum administrasi contrario actus yaitu asas hukum dimana lembaga yang memberikan izin dan mengesahkan ormas berhak dan berwewenang mencabut izin ormas yang melanggar ketentuan yang berlaku. Padahal UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dinilai lebih baik apabila diukur dari prinsip Negara Hukum dan Negara Demokrasi yang menghormati Hak Asasi Manusia yang dianut oleh UUD 1945. UU No. 17 Tahun 2013 telah memiliki tata cara dan prosedur pembubaran ormas, dengan melalui proses dan tahapan yang lebih mengedepankan cara-cara yang persuasif, demokratis, dan menegakkan due process of law dengan melibatkan lembaga peradilan.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 sendiri bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) dan (3) maupun Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Pasal 1 ayat (2) menyatakan “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, Selanjutnya juga Pasal 1 ayat (3) menyebutkan “Negara Indonesia adalah negara hukum”, Pasal 28 berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”, Serta Pasal 28E ayat (3) menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pasal diatas pada hakikatnya menyatakan negara tidak berhak menghalangi warga negara membentuk organisasi masyarakat. Secara konstitusional negara wajib menghormati dan melindungi organisasi masyarakat. Selain tidak memiliki latar belakang yang objektif, Perppu Ormas juga berkontradiksi dengan fungsi dari negara hukum. Waluyo (2016) menegaskan setidaknya ada dua garis besar fungsi yang disandang oleh negara hukum (Rechstaat), yakni (1) membatasi kesewenang-wenangan dan penggunaan yang tidak semestinya dari kekuasaan negara dan (2) melindungi kepemilikan dan keselamatan warga dari pelanggaran dan serangan warga lainnya.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Lebih lanjut, fungsi pertama dari prinsip di atas berperan sebagai tata aturan yang membatasi tindakan pemerintah dalam bertindak sehingga tidak melakukan langkah secara sewenang-wenang yang mengakibatkan terlanggarnya hak-hak dasar warga negara. Penegakan fungsi ini akan menjaga keterjaminan hak-hak dasar yang dimiliki oleh warga negara akibat represivitas pemerintah. Sedangkan fungsi kedua, sebagai sebuah instrumen yang mengatur tata hidup masyarakat, hukum harus mencegah terenggutnya hak-hak dan keselamatan warga negara dari warga negara lainnya. Dengan kata lain, hukum menjadi landasan tata kehidupan yang di dalamnya mesti menjamin hak setiap individu dalam masyarakat, tak terlepas dari hak untuk berkumpul dan berpolitik.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Aspek Empiris</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Setiap orang/individu memiliki sikap dasar dan kecenderungan untuk selalu hidup berkelompok, karena pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial (Soekanto, 1977). Masyarakat adalah kumpulan individu-individu yang mendiami suatu wilayah dan melakukan interaksi antar individu serta dengan lingkungannya sehingga menimbulkan saling ketergantungan karena pada hakekatnya manusia tidak dapat hidup sendiri dan tidak dapat menyelesaikan persoalannya serta memenuhi kebutuhannya sendiri. Interaksi antar individu inilah yang akan membentuk kelompok-kelompok kecil guna memenuhi kebutuhan mereka dalam kelompok tersebut. Kelompok tersebut mengadakan pembagian kerja, selanjutnya melalui hubungan antar kelompok akan terbentuk kesatuan sosial yang lebih besar untuk mencapai tujuan yang lebih besar.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Melalui kebersamaan dan kerjasama akan memudahkan pencapaian tujuan bersama antara lain kehidupan yang lebih tertib, aman, damai dan sejahtera. Untuk menghindari konflik antara kelompok dan untuk terciptanya keamanan dan ketertiban, maka diperlukan kesepakatan bersama berupa perangkat peraturan dan hukum yang menjadi pegangan bersama agar tidak menimbulkan kekacauan. Modal sosial dalam masyarakat adalah masyarakat itu sendiri dengan keberagaman dan potensi sosial yang ada, baik etnis, daerah, kepercayaan, profesi, status dan strata sosial serta peran dalam masyarakat. Modal sosial juga terkait pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang menjadi potensi kekuatan untuk pemberdayaan masyarakat. Modal sosial akan memiliki nilai jika sistem hukum tentang pengaturan masyarakat khususnya ormas disesuiakan dengan dinamika yang ada.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Gejolak sosial yang ditimbulkan oleh kepentingan ormas dapat berbentuk gesekan antar ormas, ormas dengan masyarakat ataupun ormas dengan penguasa. Dalam hal ini tindakan pemerintah menerbitkan perppu ormas di nilai menciderai hukum. Pemerintah tidak dalam posisi yang tepat dalam mengeluarkan perppu yang kemudian kini telah disahkan menjadi UU tersebut. Selain itu konten dari UU ini sendiri dinilai menciderai demokrasi dan HAM, terutama dipandang sangat diskriminatif dan menyudutkan umat islam dimana fenomena ahir-ahir ini ormas-ormas islam terus melakukan kritik keras terhadap jalannya pemerintahan. UU ini dijadikan alat penguasa membungkam ormas-ormas islam, padalahal sejarah telah membuktikan peran besar ormas islam dalam perjuangan kemerdekaan serta pembangunan nasional. Sejarah nasional telah mencatat dengan tinta emas bagaimana tokoh-tokoh Islam, para kiyai, para santri, serta umat islam berjuang dengan pengorbanan harta, tenaga, dan nyawa untuk mencapai kemerdekaan. Umat Islam juga berkomitmen mengisi kemerdekaan dengan berbagai pemikian dan perbuatan menuju terwujudnya negara yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Rezim saat ini cenderung menilai umat islam dan organisasi masyarakat yang berbasis islam bertentangan dengan Pancasila, NKRI dan kebhinekaan. Padahal tidak dapat dipungkiri dan masih dapat dilihat secara nyata bahwa organisasi masyarakat yang tumbuh sejak zaman sebelum kemerdekaan masih terus tumbuh seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) yang secara konsisten membaktikan diri dalam bidang sosial, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi masyarakat dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang dan sangat membantu mencapai tujuan utama negara.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pembentukan perppu ormas nampaknya tidak dapat dipisahkan dari gejolak ketika pilgub DKI Jakarta lalu. Beragam konflik horizontal, persekusi, diskriminasi atas minoritas, sampai kasus-kasus pemidanaan melonjak cukup signifikan. Namun kondisi tersebut tetap tidak dapat membenarkan pemerintah mengelarkan Perppu 2 Tahun 2017. Dinamika saat ini masih dalam kapasitas pemerintah untuk mengambil tindakan secara tegas melalui dasar hukum yang berlaku. Keputusan pemberlakuan perppu ormas untuk menyudahi konflik bersifat prematur dan hanya berdasarkan subjektivitas pemerintah belaka. Perppu ormas dinilai sebagai protect penguasa demi melanggengkan status quo.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Aspek Filosofis</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Penguasa menilai penggantian Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan diperlukan untuk penyempurnaan guna menjamin hak individu untuk kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penggantian dan penyempurnaan pengaturan tentang ormas untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam perdamaian dunia. Negara wajib menjamin setiap warga dalam perbedaan dan kemajemukan. Indonesia sebagai bangsa yang berbhinneka terdiri dari berbagai macam suku, etnis, agama profesi dan peran dalam masyarakat.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Keberagaman tersebut memerlukan pengaturan yang optimal hingga dapat menjadi potensi perekat dalam perlindungan negara terhadap warga negara dan mendorong partisipasi masyarakat dalam mencapai tujuan nasional, serta semakin memantapkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam upaya mensukseskan pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia menuju cita-cita nasional bangsa Indonesia yaitu menuju masyarakat yang adil dan makmur, maka setiap hak asasi warga negara khususnya berserikat dan berkumpul, maka negara menjamin dan memfasilitasi aktivitas masyarakat, seperti melalui organisasi masyarakat. Ormas mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat dalam rangka menjamin pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa, menjamin keberhasilan pembangunan nasional, dan menjamin tercapainya tujuan nasional.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Setiap individu harus dipastikan menikmati otonomi pribadi yang tinggi di dalam keputusan perseorangan dan bersama, dan berkaitan erat dengan pengembangan diri agar individu dan masyarakat secara sekaligus berkembang ke arah kehidupan bersama. Otonomi pribadi merupakan konsep dimasukkannya orang sebagai warga negara penuh dalam suatu tatanan yang demokratis untuk menentukan nasib sendiri (Dahl, 1989). Tanpa otonomi pribadi dipastikan warga negara tidak bisa hidup di bawah pemerintahan yang dipilihnya sendiri dan berdampak pada ketidakmampuan warga negara untuk dapat menentukan nasib sendiri. Oleh sebab itu otonomi pribadi harus dikembangkan dengan melibatkan setiap individu untuk menafsirkan kepentingan pribadi dan terlibat di dalam proses pembentukan kebijakan. Otonomi pribadi tidak dapat dipisahkan dari keberadaan otonomi norma selaku pengontrol dalam pelaksanaan otonomi pribadi. Hal tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan otonomi pribadi seorang individu tidak merugikan individu lain. Otonomi moral menekankan tanggung jawab, kesadaran kepentingan orang lain, dan toleransi di dalam kehidupan.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Melalui otonomi pribadi yang diiringi dengan otonomi moral, maka setiap warga negara dapat melakukan setiap usaha untuk mewujudkan setiap kepentingan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama melalui sebuah kelompok. Negara yang paling demokratis, menurut Alexis Tocqueville (2005) adalah negara yang di dalamnya terdapat orang-orang yang secara berkelompok mengejar tujuan yang diharapkan bersama dan hal tersebut diterapkan untuk tujuan yang sangat banyak. Melalui kelompok yang didirikan bersama tersebut, rakyat yang secara individu tidak mampu atau sulit meraih hal-hal besar sendirian akan lebih mudah mengusahakannya secara berserikat. Kelompok tersebut didirikan secara swadaya. Pentingnya prinsip keswadayaan adalah menjaga independensi dari kelompok yang telah didirikan oleh masyarakat tersebut.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kebebasan berserikat dan berkumpul dalam UUD 1945 merupakan hak salah satu bentuk natural rights yang bersifat fundamental dan melekat dalam kehidupan bersama umat manusia. Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang kemudian di sahkan menjadi undang-undang di nilai tidak sesuai dengan Pancasila. Rezim saat ini cenderung menilai penyebaran agama dalam organisasi masyarakat berpotensi menimbulkan disintegrasi. Logika tersebut sangatlah tidak tepat. Tidak mungkin jika ajaran yang berasal dari Tuhan bisa dikatakan anti-Pancasila. Pancasila seharusnya dipahami sesuai fungsi dan peranannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan tidak berlebihan. Pancasila harus ditempatkan as a Precept, yakni suatu ajaran moral bagi bangsa Indonesa bukan dipahami sebagai sosok yang dipertuhankan yang digunakan secara membabi buta sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaan.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pemerintah yang semestinya melakukan perlindungan terhadap nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila justru berbalik mengebirinya. Jaminan undang-undang tentang “kebebasan berkumpul, berserikat dan berpendapat” sinkron dengan sila ke-4 Pancasila “kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” sehingga selayaknya ormas dilindungi oleh undang-undang, dimana ormas merupakan tempat berkumpul dan wadah aspirasi masyarakat dalam melaksanakan aktifitas kemasyarakatan dan melaksanakan musyawarah mufakat. Konten dalam UU ormas khususnya Pada pasal 82A, “secara langsung dan tidak langsung” atas pemberlakuan hukuman, sangat bertentangan dengan Sila ke-2 “kemanusiaan yang adil dan beradap” dan sila ke-5 “keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Analisis Pasal Dalam UU Ormas</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pasal 59</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">(3) Ormas dilarang:</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> Melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Analisis: Pasal ini merupakan “pasal karet” dimana tidak secara eksplisit dijelaskan penistaan atau penodaan terhadap agama sehingga dapat digunakan sewenang-wenang oleh pemerintah atau suatu kelompok masyarakat untuk memidanakan kelompok masyarakat lainnya karena alasan penodaan agama atau anti-Pancasila.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">(4) Ormas dilarang:</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> Menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Analisis: Pasal ini memperlihatkan tindakan pemerintah yang melarang untuk “menganut” suatu ajaran/paham sehingga telah menodai kebebesan berfikir.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pasal 61</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) berupa:</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> Pencabutan surat keterangan terdaftar oleh Menteri; atau</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> Pencabutan status badan hukum oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">(4) Dalam melakukan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Analisis: Pasal ini perlu ditambahkan muatan “meminta pertimbangan Mahkamah Agung dan lembaga legislatif” sehingga pemerintah tidak menjadikan pasal ini sebagai alat pemusnahan ormas dengan tujuan tertuntu yang menguntungkan penguasa melalui penafsiran tunggal terhadap pelanggaran ormas.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pasal 62</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (l) huruf a diberikan hanya 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterbitkan peringatan.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">(2) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi penghentian kegiatan.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">(3) Dalam hal Ormas tidak memenuhi sanksi penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Analisis: Pasal 62 ayat (1), (2) dan (3) menggambarkan pemerintah menggunakan penuh kekuasaanya guna kepentingan penguasa. Pasal ini menjadi peluang pemerintah untuk berbuat sewenang-wenang guna membubarkan ormas yang secara subyektif dianggap pemerintah bertentangan dengan Pancasila tanpa melalui proses peradilan sehingga bertentangan dengan prinsip negara hukum. UUD 1945 sendiri menjamin kebebasan berserikat sebagai hak warga negara. Sebelum melakukan pembubaran ormas seharunya pemerintah mengajukan permohonan pembubaran ormas berbadan hukum ke pengadilan negeri sehingga ormas diberi hak untuk membela diri di persidangan. Sanksi pencabutan status badan hukum seharusnya baru dapat dijatuhkan setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sehingga pemerintah tidak bertidak sewenang-wenang melainkan bertindak berdasarkan hukum. Dalam hal ini pemerintah telah mengabaikan due process of law.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Dengan diberikannya kewenangan pada Mendagri dan Menkumham mencabut status badan hukum ormas, maka pemerintah telah menerapkan asas hukum administrasi contrario actus. Asas contrarius actus sebenarnya tidak dapat diterapkan kepada ormas. Asas ini hanya dapat diterapkan pada kasus administrasi pemerintahan dalam kaitan pemberhentian kepegawaian. Ormas bukanlah diangkat dalam jabatan. Ormas dipisahkan sebagai badan hukum atau didaftarkan sebagai organisasi. Pasal ini dapat dijadikan senjata oleh pemerintah guna menghabisi lawannya terkait ageda besar pilpres 2019 dimana pihak yang menafsirkan Pancasila serta menentukan ormas-ormas yang bertentangan dengan Pancasila dalam UU ini adalah Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM yang keduanya merupakan kader partai politik yang diangkat oleh presiden serta juga seorang politisi sehingga sarat akan kepentingan pemimpin.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pemerintah semestinya mengedepankan upaya persuasif terkait kewenangannya dalam membubarkan ormas yang dianggap melanggar ketentuan hukum guna menyadarkan ormas dan anggotanya. Hal ini dinilai lebih efektif dibanding tindakan pembubaran yang dilakukan pemerintah yang belum tentu akan memunculkan kesadaran anggota ormas yang memungkinkan ormas-ormas semacam ini akan tetap timbul kembali sehingga hanya akan menghabsikan energy pemerintah yang seharusnya dapat difokuskan pada pembangunan bangsa. Selain itu tindakan peringatan hingga pembubaran ormas oleh pemerintah dinilai tidak rasional karena hanya diberikan waktu tujuh hari. Dalam pasal ini juga tidak dinyatakan secara tegas bagaimana “nasib” ormas yang apabila telah mematuhi peringatan tertulis yang diberikan pemerintah sehigga pasal ini menggambarkan bahwa tidak ada “ampun” bagi ormas yang telah diberi perinagatan tertulis/pemerintah telah “memaksa” ormas yang tersebut bersalah dan akan dibubarkan. Peringatan tertulis yang diberikan pemerintah dinilai sebatas formalitas belaka. Pasal ini tentu saja merupakan tafsir yang salah dari pemerintah dalam memandang ormas. Semestinya pemerintah memperlakukan ormas sebagai komponen bangsa dengan diposisikan sebagai komponen pembangunan yang diberi ruang untuk berpartisipasi serta berkontribusi bagi pembangunan bangsa bukan malah melihat ormas sebagai ancaman terhadap negara dan konstitusi atau barangkali ancaman terhadap kekuasaan.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pasal 82A</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">(1) Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (3) huruf c dan huruf d dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan dan paling lama 1 (satu) tahun.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">(2) Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (3) huruf a dan huruf b, dan ayat (4) dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">(3) Selain pidana penjara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersangkutan diancam dengan pidana tambahan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan pidana.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Analisis: Ketentuan pidana pada pasal ini semestinya dibuta secara rasional. Sanksi pidana yang termuat dalam pasal ini bertentangan dengan ketentuan dalam KUHP. Dalam pasal ini sanksi pidana diberikan kepada pengurus hingga anggota ormas yang dinilai bertentangan dengan Pancasila dengan hukuman pidana hingga 20 tahun atau seumur hidup. Sanksi pidana ini akan diperberat oleh pidana tambahan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan pidana. Dengan demikian sanksi pidana dalam pasal ini lebih berat dari hukuman era kolonial. Ketentutan dalam pasal ini memungkinkan negara untuk menghukum orang bukan karena tindakan pidana yang dilakukan, melainkan karena status keanggotaan di dalam sebuah ormas sehingga melanggar kebebasan berserikat warga negara yang telah dijamin oleh konstitusi. Pasal ini telah menempatkan posisi negara berhadapan dengan organisasi masyarakat sipil.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Penjelasan Pasal 59 Ayat (4) huruf c</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Yang dimaksud dengan “ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila” antara lain ajaran ateisme, komunisme/manrisme-leninisme, atau paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Analisis: Penjelasan Pasal 59 ayat (4) huruf c mengandung makna “karet”. Apa makna dari “paham lain”? Pemerintah tidak dibenarkan untuk menafsirkan secara tunggal mengenai makna paham lain tersebut. Meski demikian juga pasal ini sesungguhnya telah memiliki kelebihan dibanding UU sebelumnya, namun perlu diperjelas sehingga tidak disalah gunakan.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan telah disahkan DPR menjadi undang-undang melalui rapat paripurna. Penerbitan Perppu Ormas sendiri pada dasarnya tidak memenuhi persayaratan dimana tidak terjadi kekosongan hukum maupun kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah. Sementara pemerintah menilai Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan belum mengatur secara komprehensif mengenai keormasan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Jika dinilai dari aspek yuridis, filosofis, dan empiris serta analisa setiap pasal maka undang-undang ormas baru ini merupakan bentuk pelanggaran pemerintah terhadap demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta Pancasila. Pemerintah sangat dimungkinkan untuk menyalah gunakan kewenangan dengan menjadikan undang-undang ini sebagai alat legitimasi kekuasaan dengan menghantam habis ormas-ormas kritis terhadap jalannya pemerintahan.</span></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-48507553515405060972018-07-09T11:35:00.001-07:002018-07-09T11:35:21.857-07:00REHABILITASI PECANDU NARKOBA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">A. PENGERTIAN NARKOBA<br /><br />Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) menunjukkan tren yang semakin meningkat di Indonesia. Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya. Terminologi narkoba familiar digunakan oleh aparat penegak hukum; seperti polisi (termasuk didalamnya Badan Narkotika Nasional), Jaksa, Hakim dan Petugas Pemasyarakatan. Menurut UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan pengertian Narkotika adalah “zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan”. Psikotropika adalah “zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku”. Bahan Adiktif lainnya adalah “zat atau bahan lain bukan narkotika dan psikotropika yang berpengaruh pada kerja otak dan dapat menimbulkan ketergantungan”.<br /><a name='more'></a>B. PENGERTIAN PENGGUNA, PECANDU, PEYALAHGUNAAN DAN KORBAN NARKOTIKA<br /><br />Menurut kamus bahasa Indonesia istilah “Pengguna” adalah orang yang menggunakan, bila dikaitkan dengan pengertian narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Narkotika maka dapat dikaitkan bahwa Pengguna Narkotika adalah orang yang menggunakan zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintetis maupun semi sentetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.<br /><br /> Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau meyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Penyalahgunaan adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum.<br /> Penyalahgunaan adalah penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) yang sudah bersifat patologis, dipakai secara rutin (paling tidak sudah berlangsung selama satu bulan), terjadi penyimpangan perilaku dan gangguan fisik di lingkungan sosial.<br /> Korban peyalahgunaan adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika, karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/ atau diancam untuk menggunakan narkotika. Mantan Pecandu Narkotika adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap narkotika secara fisik maupun psikis.<br /><br />Pada tahun 2010 Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi, untuk selanjutnya disingkat sebagai SEMA 4/2010, yang menjadi panduan bagi para hakim untuk menjatuhkan putusan rehabilitasi. SEMA 4/2010 menyebutkan lima syarat untuk mendapatkan putusan rehabilitasi yaitu: 1) terdakwa ditangkap dalam kondisi tertangkap tangan; 2) pada saat tertangkap tangan ditemukan barang bukti pemakaian satu hari (terlampir dalam SEMA); 3) surat uji laboratorium positif menggunakan narkotika; 4) surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater; dan 5) tidak terbukti terlibat dalam peredaran gelap narkotika.<br /><br />C. ATURAN HUKUM TERKAIT PECANDU, PENGGUNA DAN PENYALAHGUNA NARKOBA<br /><br />Merujuk pada Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, maka pecandu/pengguna serta korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 54 Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika mengatur bahwa Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Hal tersebut juga telah dipertegas dan diatur lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika. Selain itu pada Pasal 3 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penanganan Tersangka dan/atau Terdakwa Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi (“Peraturan BNN 11/2014”) mengatur bahwa Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum sebagai Tersangka dan/atau Terdakwa dalam penyalahgunaan Narkotika yang sedang menjalani proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan di pengadilan diberikan pengobatan, perawatan dan pemulihan dalam lembaga rehabilitasi. Begitu pula Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2010 berusaha untuk mendayagunakan kembali Pasal 103 UU Narkotika, yang menyatakan bahwa hakim dapat memutus pencandu narkotika untuk menjalani rehabilitasi.<br /><br />Selama ini aparat penegak hukum masih memandang UU Narkotika berorientasi pada pemenjaraan bagi pengguna/pencandu narkoba, sehingga dianggap seperti penjahat. Padahal, tahun 2014 telah dicanangkan pemerintah sebagai tahun penyelamatan korban penyalahgunaan narkoba melalui rehabilitasi. Dalam upaya mengubah paradigm pemidanaan pengguna narkoba Kejaksaan Agung, Kepolisian, Kemenkumham, MA, Kemensos, Kemenkes menandatangani Peraturan Bersama Tahun 2014 tentang Rehabilitasi Pecandu Narkotika. Melalui peraturan itu, jika seseorang ditangkap penyidik Polri atau BNN menggunakan atau memiliki narkotika maka akan tetap diproses secara hukum dengan dakwaan Pasal 127 UU Narkotika yang putusannya menjatuhkan perintah rehabilitasi. Adapun karena Pasal 127 UU Narkotika ancaman hukumannya di bawah 5 tahun, sehingga tidak perlu ditahan.<br /><br />Adapun penentuan apakah ia direhabilitasi atau tidak tetap melalui putusan pengadilan. Hal ini diatur dalam Pasal 127 ayat (3) yang menyatakan bahwa dalam hal Penyalahguna dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalahguna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Adapun faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi hakim dalam memberikan putusan rehabilitasi adalah surat keterangan medis, surat keterangan kejiwaan dari dokter jiwa/psikiater dan keberadaan ahli.<br /><br />Namun, meski masih dalam proses peradilan pidana, baik itu penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan sidang di pengadilan; tanpa menunggu putusan hakim terlebih dahulu; penyidik, jaksa penuntut umum, atau hakim bisa saja meminta asesmen terhadap tersangka atau terdakwa sebelum ditempatkan di lembaga rehabilitasi.<br /><br />Syarat Permohonan Rehabilitasi<br /><br />Pengguna narkoba yang berstatus tersangka dapat mengajukan permohonan secara sendiri atau melalui kuasa hukumnya dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:<br /><br /> Surat Permohonan Bermaterai ke BNN berisi antara lain:<br /> Identitas pemohon/tersangka<br /> Hubungan Pemohon dan tersangka<br /> Uraian Kronologis dan Pokok Permasalahan Penangkapan Tersangka<br /> Pas Foto tersangka 4 x 6 (1 lembar)<br /> Foto Copy Surat Nikah bila pemohon suami/istri tersangka<br /> Foto Copy Surat Izin Beracara bila pemohon adalah Kuasa Hukum/Pengacara Tersangka dan surat kuasa dari keluarga<br /> Surat Keterangan dari Sekolah/Perguruan Tinggi/Lembaga Pendidikan, bila tersangka adalah pelajar/Mahasiswa<br /> Surat keterangan dari tempat kerja, bila tersangka sebagai pekerja/pegawai<br /> Fotocopi surat penangkapan dan surat penahanan<br /> Surat Keterangan dari tempat rehgabilitasi, bila yang bersangkutan pernah atau sedang proses Rehabilitasi<br /> Surat Rekomendasi dari penyidik, Jaksa Penuntut umum atau hakim untuk direhabilitasi/asesmen<br /> Fotocopi Surat Permohonan Rehabilitasi kepada Penyidik, Jaksa Penuntut Umum atau Hakim<br /> Surat Pernyataan bermaterai<br /> Menunjukkan Surat Penangkapan dan Penahanan Asli<br /> Foto copy KTP Orang Tua/Wali, Tersangka dan Pengacara/ Kuasa Hukum<br /> Foto copy kartu keluarga<br /> Foto copy izin dari pengacara<br /><br />Namun demikian, kondisi dan fakta dilapangan menunjukkan hal berbeda. Dalam hal ini, masih banyak ditemukan berbagai kasus narkotika yang melibatkan oknum aparat penegak hukum yang justru mematok “tarif” bagi pengguna narkotika. Misalnya, di Jakarta saja untuk “membebaskan” dan/atau mengatur pasal yang disangkakan agar tidak dipenjara tetapi direhabilitasi, maka harus mengeluarkan kocek sebesar Rp 75 juta hingga ratusan juta. Dengan kondisi demikian, maka sangat banyak para pengguna narkoba yang akhirnya terpaksa memilih untuk dipenjara karena tidak memiliki uang untuk menuruti permintaan oknum para penegak hukum tersebut.<br /><br />KESIMPULAN<br /><br />Rehabilitasi bagi pengguna narkoba merupakan suatu keharusan berdasarkan ketentutan dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika. Dalam hal ini berdasarkan Undang-Undang maka negara bertanggung jawab untuk memulihkan para pengguna narkoba melalui rehabilitasi. Oleh karena itu sudah sepatutnya tak boleh ada kendala untuk program rehabilitasi, termasuk mengenai infrastruktur atau fasilitas pemulihan para pecandu narkoba. Dengan demikian seharusnya penerapan rehabilitasi pengguna narkoba adalah suatu keharusan kepada setiap pengguna, sehingga rehabilitasi tidak boleh digantungkan kepada kemampuan bayar dari masing-masing pengguna narkoba. Masyarakat juga harus berani untuk bersikap tegas apabila mendapati ada oknum aparat yang meminta uang jutaan rupiah agar pengguna dapat direhabilitasi. Masyarakat dapat melaporkan oknum tersebut ke lembaga pengawas kepolisian seperti Divisi Propam atau Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Apabila yang meminta adalah hakim, maka dilaporkan ke Komisi Yudisial.</span></div>
<br /><br /><span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-47286942917550863172018-07-09T11:26:00.004-07:002018-07-09T11:26:34.494-07:00PERANAN BARANG BUKTI DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA MENURUT PASAL 183 KUHAP (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Kelas 1B Bukittinggi). <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<!--[if !mso]>
<style>
v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}
</style>
<![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:0cm;
mso-para-margin-left:35.7pt;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
text-indent:-17.85pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-fareast-language:EN-US;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<b><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span></b><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;"></span>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b><span style="font-size: 12.0pt;">A. Latar Belakang Masalah </span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib,
keamanan dan ketentraman di dalam masyarakat, baik itu dalam usaha pencegahan
maupun pemberantasan ataupun penindakan setelah terjadinya pelangaran hukum
atau dengan kata lain dapat dilakukan secara preventif maupun represif. Dan
apabila Undang-undang yang menjadi dasar hukum bagi gerak langkah serta
tindakan dari para penegak hukum itu haruslah sesuai dengan tujuan dari
falsafah Negara dan pandangan hidup bangsa, maka dalam upaya penegakan hukum
akan lebih mencapai sasaran yang dituju. Tujuan dari tindak acara pidana adalah
untuk mencapai dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati
kebenaran-kebenaran materil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari
suatu peristiwa pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara
jujur dan tepat.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Dalam perkembangannya hukum acara pidana di indonesia dari dahulu sampai
sekarang ini tidak terlepas dari apa yang di sebut sebagai pembuktian, apa saja
jenis tindak pidananya pastilah melewati proses pembuktian. Hal ini tidak
terlepas dari sistem pembuktian pidana Indonesia yang ada pada KUHAP yang masih
menganut <i>Sistem</i> <i>Negatif Wettelijk</i> dalam pembuktian pidana.
Pembuktian dalam hal ini bukanlah upaya untuk mencari-cari kesalahan pelaku
saja namun yang menjadi tujuan utamanya adalah untuk mencari kebenaran dan
keadilan materil. hal ini didalam pembuktian pidana di Indonesia kita mengenal
dua hal yang sering kita dengar yaitu alat bukti dan barang bukti di samping
adanya proses yang menimbulkan keyakinan hakim dalam pembuktian.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Sehingga dalam hal pembuktian adanya peranan barang bukti khususnya
kasus-kasus pidana yang pada dewasa ini semakin beragam saja, sehingga perlunya
peninjauan khusus dalam hal barang bukti ini. Dalam proses perkara pidana di
Indonesia, barang bukti memegang peranan yang sangat penting, dimana barang bukti
dapat membuat terang tentang terjadinya suatu tindak pidana dan akhirnya akan
digunakan sebagai bahan pembuktian, untuk menunjang keyakinan hakim atas
kesalahan terdakwa sebagaimana yang di dakwakan oleh jaksa penuntut umum
didalam surat dakwaan di pengadilan.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Barang bukti tersebut antara lain meliputi benda yang merupakan objek-objek
dari tindak pidana, hasil dari tindak pidana dan benda-benda lain yang
mempunyai hubungan dengan tindak pidana. Untuk menjaga kemanan dan keutuhan
benda tersebut undang-undang memberikan kewenangan kepada penyidik untuk
melakukan penyitaan. Penyitaan mana harus berdasarkan syarat-syarat dan tata
cara yang telah ditentukan oleh undang-undang</span><a href="http://arisirawan.wordpress.com/2010/02/18/peranan-barang-bukti-dalam-pembuktian-perkara-pidana-menurut-pasal-183-k-u-h-a-p/#_ftn1"><span style="color: blue; font-size: 12.0pt;">[1]</span></a><span style="font-size: 12.0pt;">.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Pasal-pasal KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) tentang
pembuktian dalam acara pemeriksaan biasa diatur didalam Pasal 183 sampai 202
KUHAP. Pasal 183 KUHAP yang berbunyi :</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">“Hakim tidak boleh menjatuhkan Pidana kepada seseorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya”.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 10.0pt;">Ketentuan di atas adalah untuk menjamin tegaknya
kebenaran, keadilan, kepastian hukum dan hak asasi manusia bagi seorang
dan setiap warga negara yang didakwakan telah melakukan suatu tindak pidana.
Sedangkan pasal 183 KUHAP di atas mengisyaratkan bahwa untuk menentukan salah
atau tidaknya seorang terdakwa menurut sistem pembuktian undang-undang secara
negatif, terdapat dua komponen :</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">1. pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang
sah menurut undang-undang,</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">2. Dan keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara yang sah
menurut undang-undang.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Yang disebut pertama dan kedua satu sama lainnya berhubungan sedemikian
rupa, dapat dikatakan bahwa yang disebut kedua dilahirkan dari yang pertama,
sesuai dengan hal ini maka kita juga mengatakan bahwa adanya keyakinan hakim
yang sah adalah keyakinan hakim yang di peroleh dari alat-alat bukti yang sah
jadi dapat dikatakan bahwa suatu keyakinan hakim dengan alat-alat bukti yang
sah merupakan satu kesatuan.</span><a href="http://arisirawan.wordpress.com/2010/02/18/peranan-barang-bukti-dalam-pembuktian-perkara-pidana-menurut-pasal-183-k-u-h-a-p/#_ftn2"><span style="color: blue; font-size: 12.0pt;">[2]</span></a></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Dengan suatu alat bukti saja umpamanya dengan keterangan dari seorang
saksi, tidaklah diperoleh bukti yang sah, akan tetapi haruslah dengan
keterangan beberapa alat bukti. Dengan demikian maka kata-kata “alat-alat bukti
yang sah” mempunyai kekuatan dan arti yang sama dengan “bukti yang sah”. Selain
dengan bukti yang demikian diperlukan juga keyakinan hakim yang harus di
peroleh atau ditimbulkan dari dari alat-alat bukti yang sah.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Sedangkan yang dimaksud dengan alat-alat bukti yang sah adalah sebagaimana
yang diterangkan di dalam Pasal 184 KUHAP sebagai berikut :</span></span></div>
<ol start="1" style="text-align: justify;" type="1">
</ol>
<ol style="text-align: left;">
<li><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Keterangan
saksi;</span></span></li>
<li><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Keterangan
ahli;</span></span></li>
<li><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Surat;</span></span></li>
<li><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Petunjuk;</span></span></li>
<li><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Keterangan
terdakwa.</span></span></li>
</ol>
<ol start="1" style="text-align: justify;" type="1">
</ol>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Mengenai alat-alat bukti ini sebelum KUHAP diatur didalam Pasal 295 R.I.D
dan seterusnya yaitu : kesaksian-kesaksian, surat-surat, pengakuan,
petunjuk-petunjuk.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Seperti diketahui bahwa didalam pembuktian tidaklah mungkin dan dapat
tercapai kebenaran mutlak (<i>absolut</i>). Bahwa semua pengetahuan kita hanya
bersifat relatif, yang didasarkan pada pengalaman, penglihatan, dan pemikiran
tentang sesuatu yang selalu tidak pasti benar. Jika diharuskan adanya syarat
kebenaran mutlak untuk dapat menghukum seseorang, maka sebagian besar dari
pelaku tindak pidana tidaklah dapat di hukum, pastilah dapat mengharapkan bebas
dari penjatuhan pidana. Satu-satunya yang dapat diisyaratkan dan yang sekarang
dilakukan adalah adanya suatu kemungkinan besar bahwa terdakwa telah bersalah
melakukan perbuatan-perbuatan yang telah di dakwakan sedangkan
ketidaksalahannya walaupun selalu ada kemungkinan merupakan suatu hal yang
tidak dapat diterima.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Jika hakim atas dasar alat-alat bukti yang selalu yakin bahwa menurut
pengalaman dan keadaan telah dapat diterima, bahwa suatu tindak pidana
benar-benar telah terjadi dan terdakwalah dalam hal tersebut yang bersalah (<i>guilty</i>),
maka terdapatlah bukti yang sempurna, yaitu bukti yang sah dan meyakinkan</span><a href="http://arisirawan.wordpress.com/2010/02/18/peranan-barang-bukti-dalam-pembuktian-perkara-pidana-menurut-pasal-183-k-u-h-a-p/#_ftn3"><span style="color: blue; font-size: 12.0pt;">[3]</span></a><span style="font-size: 12.0pt;">. Dan dalam hal pembuktian pidana
kita mengenal istilah yang berbunyi : “<i>Tidak dipidana tanpa kesalahan</i>”.
Dalam bahasa Belanda :“<i>Geen straf zonder schuld</i>” disinilah letak pelunya
pembuktian tersebut apakah seseorang benar-benar bersalah menurut apa yang
diatur dalam Undang-undang yang ditujukan kepadanya.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Dalam hal tersebut dapatlah disimpulkan bahwa suatu pembuktian haruslah
dianggap tidak lengkap, jika keyakinan hakim didasarkan atas alat-alat bukti
yang tidak mencukupi. Umpamanya dengan keterangan dari seorang saksi saja
ataupun karena keyakinan tentang tindak pidana itu sendiri tidak ada. Maka
haruslah ketentuan yang menjadi keharusan didalam Pasal 183 KUHAP tersebut terpenuhi
keduanya.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Hakim tidak boleh memperoleh keyakinan tersebut dari macam-macam keadaan
yang diketahui dari luar persidangan. Tetapi haruslah memperoleh dari bukti
yaitu dari alat-alat bukti yang sah dan adanya tambahan dari keterangan barang
bukti yang terdapat di dalam persidangan, sesuai dengan syarat-syarat yang di
tentukan Undang-undang, umpama dalam hal terdakwa tidak mengakui dari atau
dengan kesaksian sekurang-kurangnya dua orang saksi yang telah di sumpah dengan
sah dimuka pengadilan.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Apabila hakim dari alat-alat bukti yang sah tidak memperoleh keyakinan maka
ia berwenang untuk menjatuhkan putusan bebas dari segala tuntutan. Dengan
demikian walaupun lebih dari dua orang saksi menerangkan di atas sumpah bahwa
mereka telah melihat seseorang telah melakukan tindak pidana, maka hakim
tidaklah wajib menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa, jika hakim tidak yakin
bahwa ia dengan kesaksian oleh lebih dari dua orang saksi tersebut benar-benar
dapat dipercaya dan oleh karena tujuan dari proses pidana adalah untuk mencari
kebenaran materil, maka hakim akan membebaskan terdakwa dalam hal ini.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Maka haruslah diingat bahwa keyakinan hakim tersebut bukanlah timbul dengan
sendirinya saja, tetapi haruslah timbul dari alat-alat bukti yang sah yang
telah disebutkan didalam Undang-undang, dan tidak dari keadaan-keadaan lain.
Tidaklah dapat di pertanggung jawabkan suatu keputusan walaupun sudah
cukup alat-alat bukti yang sah hakim begitu saja mengatakan bahwa ia
tidak yakin dan karena itu ia membebaskan terdakwa, tampa menjelaskan lebih
lanjut apa sebab-sebab ia tidak yakin. Keyakinan Hakim disini tidak saja
terhadap alat-alat bukti yang di tentukan didalam Pasal 184 KUHAP saja tetapi
adanya peranan dari barang-barang bukti yang di temukan di tempat kejadian
perkara seperti pisau atau peluru yang dipakai untuk membunuh dan mencelakai
orang lain, sebagaimana yang dijelaskan didalam Pasal 39 KUHAP ayat (1) yang
berhubungan dengan barang bukti sebagai hasil dari penyitaan dan barang-barang
yang dapat disita yang dilakukan penyidik dalam menjalankan fungsinya.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Jadi walaupun barang bukti tidak diatur didalam Pasal 183 KUHAP atau
didalam pasal tersendiri didalam KUHAP sebagai salah satu syarat dalam
pembuktian namun barang bukti menurut saya mempunyai nilai/fungsi dan
bermanfaat dalam upaya pembuktian, walaupun barang bukti yang disita oleh
petugas penyidik tersebut secara yuridis formal juga bukan sebagai alat bukti
yang sah menurut KUHAP. Akan tetapi, dalam praktik peradilan, barang bukti
tersebut ternyata dapat memberikan keterangan yang berfungsi sebagai tambahan
dalam pembuktian.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Dari uraian dan konsep-konsep yang dikemukakan di atas akan timbul
pertanyaan, kenapa hakim sampai membebaskan terdakwa dari segala dakwaan jaksa
penuntut umum, sementara segala bukti yaitu yang berasal dari alat-alat bukti
yang sah telah mencukupi bukti minimum. Atau sebaliknya hakim dapat menghukum
seseorang yang kalau dilihat dari sudut yuridis, kenyataannya tidak bersalah.
Jadi secara fungsional kegunaan barang-barang bukti dalam suatu pembuktian pidana
adalah ada hubunannya dengan alat-alat bukti dan keyakinan hakim dalam suatu
pembuktian pidana di Indonesia sehingga timbulnya suatu putusan hakim (<i>sentencing</i>)
yang setidak-tidaknya mendekati kebenaran Materil.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt;">Maka akhirnya timbulah keinginan penulis untuk mengetahui lebih jauh
tentang hal-hal tersebut diatas dalam sebuah tulisan atau skripsi dengan judul
: <b>“PERANAN BARANG BUKTI DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA MENURUT PASAL 183
KUHAP (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Kelas 1B Bukittinggi).”</b></span></span></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-82113479465062429612018-07-09T11:24:00.001-07:002018-07-09T11:24:28.732-07:00ANALISIS HUKUM KASUS PENIPUAN ONLINE<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">KASUS DIANA<br />Jakarta - Seiring berkembangnya teknologi, jual-beli pun kini dilakukan melalui internet. Cara ini dinilai sebagian orang lebih cepat dan efektif, karena masyarakat tidak perlu mendatangi toko tujuan tertentu. Namun, masyarakat sebaiknya berhati-hati karena tidak semua pengiklan di internet benar-benar berbisnis. Beberapa di antaranya justru melakukan praktek penipuan.<br />Seperti yang dialami oleh Diana Putri (bukan nama sebenarnya). Ibu dua anak ini melaporkan tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh Guswandi, pengiklan di salah satu situs jual beli online. Dalam laporan resmi ke Polda Metro Jaya, Diana melaporkan tindak pidana Pasal 378 KUHP jo 372 KUHP jo Pasal 28 ayat (1) jo Pasala 45 ayat (1) UU No 11 Tahun 2008 tentang penipuan dan atau penggelapan dan atau kejahatan ITE oleh Guswandi pada 30 November lalu. Diana mengungkapkan, dirinya tertipu oleh Guswandi saat melakukan pembelian BlackBerry. "Saya waktu itu pesan BlackBerry yang harganya Rp 1,4 juta," kata Diana kepada detikcom, Kamis (9/12/2010).</span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Awalnya, Diana melihat iklan penjualan BlackBerry di situs jual beli online. Diana kemudian tertarik setelah melihat iklan Guswandi di tokobagus.com tersebut yang menawarkan harga lebih miring dari pada harga toko. Di situ, pelaku, kata Diana, mencantumkan nomor telepon yang dapat dihubungi. "Lalu saya telepon dia, nomornya waktu itu aktif. Dia lalu kasih nomor rekening BCA atas nama orang itu," cerita Diana.Tanggal 26 November sore, Diana mendapat panggilan telepon dari pelaku. Kepada Diana, pelaku mengatakan kalau BlackBerry pesanannya itu sudah dikirim "Eh ini aku sudah kirim barangnya. Dia bilang sampainya satu hari melalui perusahaan jasa pengiriman Tiki. Tolong secepatnya ditransfer uangnya," katanya. Diana pun kemudian mentrasfer uang sebesar Rp 1,4 juta melalui rekening adiknya, Hedi. Namun, keesokan harinya, pesanan Diana tidak kunjung datang. "Sampai dua hari kemudian, nggak datang-datang juga pesanannya," kesalnya.<br />Lalu Diana menghubungi kembali pelaku pada tanggal 28 November. Saat itu, handphone pelaku masih aktif. "Dia bilang kalau barang sudah dikirim dan dia juga kasih nomor resi pengiriman barang," jelasnya. Diana kemudian mencoba mencari tahu ke Tiki Depok dengan mencocokkan nomor resi-nya. "Kata TIKI, blank. Lalu dia kirim lagi nomor resi yang berbeda. Waktu itu saya sudah curiga kalau dia ini menipu," imbuhnya. Namun, tetap saja barang tersebut tidak terdaftar di Tiki. Diana naik pitam dan mengancam pelaku akan dimasukkan ke penjara. "Cepat kirim barang itu bangsat! Kalau tidak, dalam tiga hari ini kau meringkuk di penjara," cetusnya. Namun, ancaman itu rupanya tidak berpengaruh bagi si Pelaku.<br />Hingga pada tanggal 30 November, malam harinya, nomor ponsel pelaku sudah tidak dapat dihubungi. "Aku akhirnya melapor ke polisi," tutur Diana. Diana berharap, penyidik dapat segera mengusut pelaku penipuan. "Agar tidak banyak korban lain seperti saya," tutup Diana[6]<br /><br /><br />ANALISIS<br />Banyak faktor yang menyebabkan penipuan melalui bisnis online, secara spesifik setiap negara memiliki faktor pendorong dan faktor penarik yang menyebabkan maraknya kasus penipuan melalui bisnis online di indonesia :</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br />1. Faktor pendorong</span><br />
<ol>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">belum adanya sertifikasi menyeluruh teradap setiap jual beli secara online.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">daerah-daerah dimana ada kemiskinan, pengangguran, tuna wisa dan konflik kekerasan dengan senjata. Daerah-daerah ini menimbulkan desakan rakyat untuk berusaha dengan segala cara termasuk penipuan.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">para pedagang yang memanfaatkan kelemahan jual beli secara online.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">keluarga yang tidak dapat mengatasi kehidupan ekonominya akan mencari cara lain untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan hidupnya</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">ekonomi: kemiskinan, kurangnya kesempatan untuk mendapatkan perkerjaan yang layak.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">sosial: kewajiban sosial untuk membantu dan menolong keuangan keluarga, keinginan untuk mandiri secara finansial, keinginan untuk sejajar dengan tetangga atau teman sebaya yang berhasil.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">kultur: konsumerisme atau materialistik, keinginan untuk mendapat uang dengan mudah.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">personal atau pribadi: sifat pribadi yang suka menipu demi keperluan pribadinya.</span></li>
</ol>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br />2. Faktor penarik</span><br />
<ol>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">efisiensi: kebutuhan kota-kota akan kemudahan bertransaksi dan berbisnis.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">sosial atau kultur: kebutuhan akan pelayanan-pelayanan jual-beli yang mudah dan cepat.</span></li>
</ol>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Proses penyelidikan dan penyidikan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang dilakukan berdasarkan dari Undang-Undang Nomor 8 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).<br /> </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Adapun kebijakan penyidikan tindak pidana penipuan adalah :</span><br />
<ol>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Perlindungan terhadap korban</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Mengungkapkan penipuan dan bukti transaksi.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Menyita keuntungan yang diperoleh dari kejahatan</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Prevensi umum dan khusus.</span></li>
</ol>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sebaiknya polisi yang menangani kasus-kasus penipuan bisnis online hendaklah yang dilatih untuk itu. Hal tersebut penting untuk mencegah polisi penerima laporan atau penyidik yang kemudian ditunjuk tidak mengerti dan memahami kondisi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban juga sering mengalami ketakutan terhadap aparat penegak hukum karena korban berfikir pelaporan hanya memperpanjang masalah.<br />Korban tindak pidana penipuan orang berhak mendapatkan informasi tentang :</span><br />
<ol>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Tahapan-tahapan penanganan perkara pidana, peran serta posisi korban berkaitan dengan penanganan perkara pidana.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Kemungkinan untuk mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Perlindungan seperti apa yang dapat diharapkan korban dan jangkauan perlindungan tersebut</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Kemungkinan untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan penanganan perkara</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Upaya hukum yang tersedia untuk mengajukan gugatan ganti rugi dalam konteks perkara pidana.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Keputusan untuk menghentikan penyidikan atau penuntutan.</span></li>
</ol>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Keterangan korban adalah bukti awal secara formal untuk memulai suatu proses pidana, keterangan ini yang nantinya akan diproses. Laporan atau pengaduan yang dilakukan korban perdagangan orang tidak dapat begitu saja mencabut keterangannya dan menghentikan proses penyidikan atau penuntutan yang sudah dimulai karena tindak pidana perdagangan orang merupakan ancaman terhadap kepentingan umum. Jika penyidikan dihentikan, polisi harus memberikan SP3 kepada korban.<br />Pasal 378 KUHP merumuskan sebagai berikut: "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun."<br />Pasal 18 UU ITE</span><br />
<ol>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hokum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.</span></li>
</ol>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sehingga, tindak pidana perdagangan penipuan melalui bisnis online merupakan kejahatan transnasional dan tidak dapat ditanggulangi secara parsial atau secara sendiri-sendiri oleh masing-masing negara.<br /><br /><br />KESIMPULAN<br /><br />Berdasarkan data kejadian dan hipotesa dari berbagai aspek yang telah disampaikan, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut :</span></div>
<ol style="text-align: justify;">
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Tindak pidana penipuan secara umum (bedrog) adalah tindak-tindak pidana yang di atur dalam bab XXV KUHP yang terentang antara pasal 378-395.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Tindak pidana yang diatur dalam bab XXV KUHP tersebut, mempunyai banyak sekali bentuk, diantaranya: penipuan pokok, penipuan ringan, penipuan dalam jual beli, penipuan menyingkirkan batas halaman, dll.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pasal 18 UU ITE secara mendetail telah menyebutkan mengenai penipuan melalui media online.</span></li>
<li><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dari setiap bentuk-bentuk penipuan tersebut, mempunyai unsur-unsur yang berbeda-beda. </span></li>
</ol>
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-79432400068917621082018-07-09T11:14:00.000-07:002018-07-09T11:14:13.848-07:00ANALISIS HUKUM PRESIDEN TRESHOLD<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Miriam Budiardjo dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Ilmu Politik” menyatakan bahwa politik adalah usaha-usaha untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Politik dalam suatu negara berkaitan dengan masalah kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan publik (public policy), dan alokasi atau distribusi (allocation or distribution). Tidak dapat disangkal bahwa dalam pelaksanaannya, kegiatan politik juga mencakup segi-segi negatif. Hal ini disebabkan karena politik mencerminkan tabiat manusia, baik nalurinya yang baik maupun nalurinya yang buruk. Tidak heran jika dalam realitas sehari-hari acapkali berhadapan dengan banyak kegiatan yang tak terpuji, atau seperti yang dirumuskan oleh Peter Merkl bahwa Politik dalam bentuk yang paling buruk, adalah perebutan kekuasaan, kedudukan dan kekayaan untuk kepentingan diri sendiri.<br />Dalam politik, Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan bentuk pengejawantahan paling dasar dalam kehidupan demokrasi. Dimana demokrasi yang lahir dari reformasi saat ini telah menjadikan Indonesia sebagai negara dengan sistem multi partai yang menyebabkan suara rakyat menjadi terpecah belah. Padahal melalui pemilu, rakyat dapat menyalurkan suaranya dan terlibat dalam proses transisi kepemimpinan bangsa. Maka pemilu harus dilaksanakan secara akuntabel dan menempatkan rakyat secara tepat di atas kepentingan politik atau golongan.</span></div>
<a name='more'></a>Dalam perspektif ini penulis menyoroti relevansi pemberlakuan ambang batas dalam pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden atau lazim disebut Presidential Treshold. Pasal 9 UU No 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden menetapkan aturan bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% suara sah nasional pada pemilu DPR sebelumnya. Aturan ini berlaku sejak Pemilu 2004 dan konsisten diberlakukan sampai sekarang, namun masih menjadi polemik di berbagai kalangan pemerhati hukum dan konstitusi di Indonesia. Penulis akan memaparkan analisis yuridis, filosofis, sosiologis serta keterkaitannya dengan relevansi Presidential Threshold dalam sistem pemilihan umum presiden dan wakil presiden di Indonesia.<br />Analisis Yuridis<br />Secara yuridis, pemberlakuan Presidential Threshold tidak sejalan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan: “Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.” Tafsir gramatikal dan tekstual dari pasal ini menggambarkan bahwa setiap partai politik peserta pemilu berhak mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden serta tidak memberikan pengecualian, apalagi batasan terhadap partai politik peserta pemilu untuk mencalonkan pasangan presiden dan wapres. Dengan diberlakukannya ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden, artinya hukum membatasi hak seseorang untuk dipilih dan maju dalam pencalonan presiden dan wakil presiden karena tersendat untuk mencapai presentase angka paling sedikit 20% dari jumlah kursi di DPR. Padahal fakta menunjukkan untuk mencapai angka 20% bukanlah hal yang mudah, bahkan beberapa partai politik besar saja harus berkoalisi dahulu dengan sesamanya untuk mencapai angka 20% tersebut.<br /><br />Analisis Filosofis<br />Pemberlakuan Presidential Threshold dapat mengkebiri hak politik (hak dipilih dan memilih) rakyat untuk mendapatkan presiden dan wakil presiden terbaik karena terkendala oleh ambang batas tersebut. Filosofi dari pemilihan umum adalah menyangkut hak dipilih dan memilih sesuai dengan esensi negara demokratis. Hemat penulis, hak memilih berbanding lurus dengan hak dipilih, artinya pemilih harus memilih calon yang memang disediakan oleh sistem yang konstitusional dan tidak mengikuti selera politik oligarkis. Hak pemilih adalah untuk mendapatkan akses terhadap banyak alternatif calon presiden dan wakil presiden sesuai konstitusi.<br />Tersiratnya, pembatasan calon berarti membatasi saluran politik pemilih dan dalam derajat tertentu mendorong voters turn out dalam bentuk golput, karena calon terbaik menurut mereka tidak dapat menjadi riil pasangan calon presiden dan wakil presiden akibat pembatasan tersebut. Sebaliknya, penghapusan Presidential Threshold berarti membuka saluran politik rakyat dan dalam derajat tertentu meningkatkan partisipasi pemilih karena daya tarik calon presiden-wapres yang lebih banyak pilihan alternatifnya.<br /><br />Analisis Sosiologis<br />Kehadiran Presidential Threshold berpotensi mengganggu dan menghambat kinerja presiden terpilih serta mengacaukan jalannya roda pemerintahan. Pemberlakuan ambang batas ini “memaksa” partai politik untuk berkoalisi, karena diyakini tidak akan ada partai politik yang mampu meraih suara mayoritas untuk memenuhi perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% suara sah nasional pada pemilu DPR sebelumnya.<br />Dukungan partai politik kepada pasangan calon tentu tidak gratis, pasti ada hubungan timbal balik dibalik itu semua. Partai politik pendukung pasti meminta kompensasi sebesar-besarnya atas suaranya, akhirnya terjadi tarik menarik kepentingan politik-ekonomi dengan partai-partai yang menyokong nama calon presiden dan wakil presiden. Dengan terjadinya kompromi tersebut sesungguhnya presiden sudah mengebiri hak-hak prerogatifnya sendiri jauh hari sebelum ia mengikrarkan sumpah dan janji jabatannya. Dalam perekrutan menteri, misalnya, presiden tidak bisa lagi sepenuhnya menggunakan hak yang diberikan konstitusi, karena harus menimbang “pasal-pasal perjanjian pranikah” dengan parpol-parpol pendukungnya. Akibatnya, faktor profesionalisme tergeser oleh kepentingan politik pragmatis. Sehingga keindependensian presiden dan wakil presiden patut dipertanyakan.<br />Khawatirnya presiden terpilih pun terkesan tidak lagi memiliki kontrol penuh atas pembantu-pembantunya. sekalipun penyimpangan sudah ramai diberitakan, namun karena “perjanjian pra nikah” yang sudah ditandatangani, presiden tidak bisa menindak menterinya yang “disersi” itu. Sehingga Presidential Threshold ini, secara tidak langsung dapat menjadi bumerang bagi presiden terpilih.<br />Selain itu, dengan sistem pemilihan umum yang seperti ini, tidak akan lahir seorang pemimpin negara dari kalangan negarawan. Sebaliknya, yang ada hanyalah pemimpin negara dari kalangan politisi. Padahal seorang negarawan sangatlah dibtuhkan, namun sulit dicari di era reformasi dan di tengah dengung demokrasi yang semakin menguat. Calon presiden dari kalangan independen bisa saja menjadi sebuah oase, namun sistem perpolitikan di negara ini belumlah menghendaki dan siap menghadapi oase tersebut.<br />Dikhawatirkan penerapan Presidential Threshold adalah permainan politik partai-partai besar dalam membuat konspirasi jahat untuk menghalangi peluang bagi munculnya calon presiden dan wakil presiden lain di luar partainya. Sehingga menurut hemat penulis, pemberlakuan Tresidential Threshold ini sudah tidak relevan lagi jika masih di terapkan dalam sistem pemilihan umum presiden dan wakil presiden di Indonesia yang terkesan inkonstitusional. Jika benar inkonstitusional, maka kacaulah sistem pemerintahan bangsa ini, sebab pemimpin negaranya saja tidak mempunyai legitimasi dalam menjalankan roda pemerintahan.<br />Penghapusan ambang batas pencapresan menjadi salah satu solusi konkret yang dapat menghadirkan putra-putri terbaik dari setiap partai politik, dengan tidak mengesampingkan proses berbangsa dan bernegara yang sudah seharusnya kita junjung tinggi. Penulis percaya bahwa setiap partai politik pasti memiliki cita-cita yang sangat tulus untuk bersama membangun bangsa, namun oknum yang mengotori partai politik haruslah dibersihkan. Penghapusan ambang batas pencapresan adalah salah satu itikad baik apabila kita memang ingin memperbaiki bangsa secara bersama-sama. Marilah kita sama-sama mencari calon pemimpin bangsa yang mampu menyentuh hati dan merangkul nurani tiap-tiap masyarakat Indonesia dan dapat bertindak arif bijaksana menuju Indonesia aman sejahtera.<br /><br />
A M A N D A D E A L E S T A R I<br /><br />
<span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-2837833244039493442018-07-09T11:02:00.002-07:002018-07-09T11:02:42.633-07:00ANALISIS KASUS HRS<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sejalan dengan perkembangan pengungkapan kasus konten pornografi yang termuat dalam chat WA antara HR dan FH, maka dalam sepekan terakhir ini berkembang banyak pendapat terhadap keaslian dari chat WA tersebut. Pendapat-pendapat tersebut disandarkan pada sejumlah narasumber yang sama-sama mengaku sebagai ahli IT maupun ahli digital forensics. Pendapat-pendapat tersebut akhirnya menjadi perang opini di publik yang akhirnya memberikan kesan pro dan kontra tentang kelanjutan kasus hukum yang menjerat HR dan FH.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><a name='more'></a><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Dari pengamatan terhadap semua pendapat seputar asli tidaknya chat WA antara HR dan FH, semuanya mengacu pada materi chat yang tersebar selama ini, baik melalui video maupun screen shoot gambarnya. Pendapat-pendapat tersebut tidak didasarkan pada analisis langsung terhadap barang bukti handphone yang dimiliki oleh kedua atau salah satu dari HR maupun FH. Dengan logika apapun, memberikan analisis yang pada ujungnya memberikan kesimpulan asli ataupun palsu adalah tidak sesuai dengan kaidah dasar forensika. Satu-satunya langkah analisis yang benar untuk menentukan asli atau tidaknya chat WA antara HR dan FH hanyalah dengan melalui eksplorasi barang bukti handphone yang dimiliki oleh HR dan FH atau salah satu dari keduanya.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Hal ini berlaku untuk semua kasus yang memuat unsur chat WA sebagai alat buktinya. Banyaknya aplikasi sejenis Chat WA palsu baik yang berbasis web, android, iphone ada kemungkinan dimanfaatkan pula oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan hal-hal yang melanggar hukum. Bila hal ini memang terjadi, maka siapapun dari masyarakat yang menjadi korbannya, harus secara terbuka dan kooperatif untuk menyerahkan HP miliknya untuk dianalisa lebih lanjut oleh ahli digital forensics. Tanpa melakukan itu maka sanggahan ataupun analisa tentang keaslian dari chat tersebut tidak bisa diterima secara ilmiah.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Chat WA HR dan FH</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Harus diakui kecerdikan dari anonymous sang penyebar konten dalam menyebarkan chat WA yang heboh ini. Anonymous bukannya menggunakan deretan screenshoot image ataupun transkip chat, namun menggunakan video yang memuat screenshoot image. Hal ini akan menyulitkan proses rekontruksi untuk mengetahui bagaimana mekanisme anonymous dalam mendapatkan chat WA tersebut. Dengan teknik penyebaran chat seperti itu, maka analisa terhadap keaslian chat tersebut tidak bisa dilakukan dari sisi sumber awalnya, analisa paling hanya bisa dilakukan dari gaya bahasa yang muncul dalam chat WA tersebut. Siapapun hanya akan menebak-nebak bagaimana teknik dan mekanisme sehingga chat WA tersebut bisa sampai ke tangan anonymous. Tanpa analisa terhadap sumber data langsung (HP keduanya) maka sulit untuk melakukan analisa baik untuk membuktikan keaslian maupun adanya rekaysa dari chat WA tersebut.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Karena itu, cara terbaik untuk membuktikan apakah chat tersebut adalah benar ataukah hanya rekayasa adalah dengan memberikan hp dari HR dan FH untuk diselidiki lebih lanjut. Kalau kedua pihak tersebut benar-benar tidak melakukan apa yang dituduhkan maka justru seharusnya terbuka untuk memberikan hpnya untuk dianalisa oleh ahlinya. Bahkan kalaupun, ada kesengajaan untuk menghapus chat yang dimaksud beserta dengan image yang terkirim, dengan gabungan teknik logical ataupun physical acquisition nantinya dapat dilakukan analisa untuk kemudian disimpulkan apakah chat tersebut benar-benar ada ataukah hanya rekayasa saja. Kalau hp keduanya malah justru disembunyikan, maka akan semakin sulit untuk membuktikan benar atau tidaknya ada chat WA tersebut. Alasan apapun terhadap bantahan adanya chat WA tersebut tanpa memberikan hp keduanya untuk dianalisa akan sulit diterima baik oleh masyarakat. Bantahan dengan hanya menjelaskan ketidak sesuaian gaya bahasa yang muncul dalam komunikasi chat WA antara HR dan FH perlu didukung pula oleh analisa terhadap gaya bahasa yang termuat dari ribuan chat WA/SMS antara HR dan FH kepada rekan-rekan mereka yang lain.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sejalan dengan itu, dalam sepekan ini, beberapa analisa dan pendapat serta bantahan dari adanya chat WA tersebut mulai banyak didapat di berbagai forum. Umumnya analisa tersebut hanya didasarkan pada analisa non teknis superti : gaya bahasa pada chat tsb, modus penyebarannya, pihak yang diduga menjadi dalang penyebaran, gaya hidup HR dalam hal menggunakan HP dan WA. Semua analisa mengarah pada kesimpulan adanya Hoax. Namun demikian, sekali lagi untuk memastikan apakah analisa tersebut Hoax ataukah fakta maka tidak ada cara lain kecuali melakukan analisa langsung pada HP dari kedua atau salah satunya sebagai artefak digital utama dalam kasus ini.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Salah satu prosedur dalam analisa forensik digital adalah harus pada barang bukti yang sifatnya adalah authentic atau asli dan bukan replikasi. Dalam konteks ini, barang bukti asli hanya dimiliki oleh penyidik. Bila pihak-pihak tertentu ingin juga menyampaikan pendapatnya tentang analisa kasus chat ini maka mau tidak mau harus menggunakan barang bukti yang sama pula. Prosedur hukum memungkinkan untuk melakukan peminjaman barang bukti untuk kepentingan yang dapat diterima secara hukum. Melalui barang bukti yang sama maka nantinya dapat dilakukan proses pembuktian secara apple to apple terhadap kasus chat WA ini.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Analisa juga harus bersifat complete, analisa forensik digital sifatnya menyampaikan semua fakta-fakta yang didapat secara lengkap dari berbagai sudut pandang proses penyelidikan dan penyidikan. Fakta selain dapat digunakan untuk menguatkan juga dapat digunakan untuk membantah. Fakta mana yang akan digunakan adalah menjadi wewenang penyidik. Sehingga dapat dipastikan bahwa ketika telah dilakukan proses penetapan tersangka, maka fakta yang didapat bukan hanya sebatas pada data chat dan foto saja namun juga memuat data-data lainnya. Dalam hal ini fakta yang diungkap harus memenuhi kaidah 5W dan 1 H. </span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Karena itu, cara terbaik untuk adu argumentasi apakah chat tersebut asli ataukah palsu, demikian juga apakah foto tersebut benar adanya ataukah hanya rekayasa foto, hanyalah di ruang persidangan. Belum lagi tentang debat benar tidaknya tersangka memenuhi pasal yang dituntutkan kepadanya adalah jalan panjang tersendiri yang harus diuji dalam persidangan. Bedanya, kalau aspek hukumnya barangkali masih dibenarkan berdebat panjang diluar persidangan karena penafsiran pasal-pasal yang digunakan bisa multi tafsir sehingga bisa berbeda pendapat antara satu dengan yang lainnya. Namun tidaklah demikian dengan aspek teknis pembuktian, debat panjang di luar persidangan tanpa merujuk kepada barang bukti yang dimaksud adalah hal yang sia-sia belaka. </span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Teknik Analisis Chat WA</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Whatssap secara umum akan menyimpan data pada SQLLite databases. Terdapat dua file utama yang harus diperhatikan, yaitu wa.db dan msgstore.db. File yang pertama akan berisi sejumlah informasi seperti contacts, dan yang kedua akan memuat message yang terkirim dan masuk dalam WA. Kedua file tersebut dapat tersimpan pada internal phone storage ataupun pada SDCard tergantung dari setting yang diterapkan oleh pengguna. Umumnya file akan tersimpan pada lokasi: /storage/emulated/0/WhatsApp/</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Bila pada mode rooted device, umumnya file didapat dengan mudah, namun bila tidak dalam mode rooted device, file akan terenkripsi. Versi terbaru dari WA telah melakukan enskripsi dari file msgstore, hal ini ditandai dengan ekstensi seperti crypt6, crypt7 atau crypt8. Ekstensi tersebut menunjukkan bahwa file msgstore merupakan file yang telah terenkripsi. Beberapa tools seperti WhatsApp Key/DB Extractor dapat digunakan untuk membaca file terkenripsi pada non-rooted Android devices.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Beberapa tools freeware yang umumnya digunakan untuk kepentingan analisa whatssap, antara lain adalah: Andriller, Whatssap-Viewer, WForensic, Whatssap Key/DB Extractor. Sementara itu beberapa aplikasi berlisensi seperti Oxygen, XRY, Belkasoft, Cellbrite umumnya telah memiliki kemampuan untuk dapat mendeteksi artefak digital untuk semua aktivitas media social termasuk whatssapp.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Bagaimana mendapatkan Chat WA ?</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Terlepas apakah chat WA antara HR dan FH tersebut adalah benar ataukah hanya rekayasa, maka hal yang tentunya menarik adalah mengetahui bagaimanakah seseorang yang bukan haknya bisa mengetahui chat WA orang lain. Hal inilah yang barangkali yang harus ditelusur sebagai edukasi security and privacy pada masyarakat. Berdasarkan pengamatan, dari sekian banyak cara dan kemungkinan mendapatkan chat WA seseorang, maka yang paling mudah dilakukan oleh siapapun adalah melalui beberapa teknik berikut ini: </span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> Chat WA Palsu. Terdapat banyak sekali tools yang dapat digunakan untuk kepentingan chat WA palsu. Tools ini sebenarnya dikatagorikan sebagai fun tools alias tools untuk hiburan saja, namun dalam perkembangannya tools sejenis ini juga dimanfaatkan untuk hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Harus ada sebuah scenario yang baik untuk membuat percakapan melalui tools untuk chat WA palsu. Dalam kasus FH dan HR, sejumlah analisis memberikan fokus analisisnya tentang penggunaan tools chat palsu dalam perkacapan WA yang tersebar luas.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> Menggunakan aplikasi spy. Aplikasi sejenis ini awalnya digunakan untuk kepentingan monitoring (atasan terhadap bawahannya, orang tua terhadap anaknya). Aplikasi ini akan melakukan control dan report terhadap hp tertentu yang dimonitor. Dalam hal ini hp yang dimonitor harus diinstall terlebih dahulu aplikasinya kemudian proses monitoring dilakukan melalui web secara remote. Aplikasi sejenis ini akan melaporkan dan merekam semua yang terjadi pada HP target, semua call, SMS, MMS,WA, FB dll yang terjadi pada hp target akan dapat dimonitor lewat web. Dalam kasus HR dan FH, sangat dimungkinkan seseorang dengan sengaja memasukkan aplikasi spy pada salah satu Hp dan kemudian memantaunya secara remote. Dari aspek kehati-hatian dan security, mendapatkan hadiah dari seseorang berupa HP ataupun melakukan servis hp di sembarang tempat, adalah potensi dari terjadinya modus ini. Berhati-hati dengan HP kita sendiri, jangan pernah membiarkan tergeletak begitu saja atau tertinggal. Juga biasakan mengaktifkan mode lock terhadap hp adalah salah satu preventifnya.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> BackUp chat history. Bila fasilitas ini diaktifkan, maka user dapat melakukan backup secara otomatis dari semua chat WA. Ada dua pilihan backup, dilakukan secara fisik ke media storage (biasanya SD Card) ataupun secara online ke drive online ataupun alamat email tertentu. Bila ini dilakukan oleh salah satu dari HR dan FH, maka ada kemungkinan SD cardnya jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab, ataupun akun drive online dan emailnya berhasil diretas seseorang. Anonymous kelihatannya akan lebih tertarik untuk meretas akun drive online ataupun email daripada melakukan aktivitas duplikasi atau pencurian SDcard. Untuk itu maka akun email manakah yang kemudian diretas, bisa jadi akunnya HR ataupun FH tergantung siapa yang mengaktifkan mode backup chat history. Proteksi terhadap password dari akun email termasuk salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hal ini. </span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> Memanfaatkan QR Code pada Aplikasi web untuk WA. Salah satu cara yang memudahkan dalam menjalankan WA adalah menggunakan modus web melalui web brower. Salah satu prosedur untuk menjalankan modul ini adalah mengaktifkan QR code yang digenerate oleh aplikasi browsernya kemudian WA di scan oleh apliasi utama WA di Handphone. Saat ini banyak sekali aplisi yang memanfaatkan QR code yang digenerate ini untuk kepentingan cloning WA secara illegal. Maka berhati-hatilah menjalankan modus web untuk menjalankan aplikasi Web. Pastikan browser dan hp yang digunakan untuk menjalankan aplikasi WA benar-benar dalam kontrol kita sebagai pemiliknya.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Selain ke empat cara diatas, terdapat banyak cara lain yang mungkin yang lebih teknis dan menyangkut cara-cara hacking system yang kompleks. Dalam hal ini cara-cara lain yang mungkin dilakukan tersebut memerlukan keahlian khusus bidang IT serta pengetahuan lainnya seputar keamanan komputer.</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kasus sejenis chat yang terse bar antara HR dan FH kedepannya akan sangat mungkin muncul lagi dan menimpa siapapun. Untuk itu maka sebagai edukasi kapada masyarakat pastikan betul penggunaan HP dan aplikasi yang terinstall didalamnya benar-benar dalam kendali kita sepenuhnya. Gunakan mekanisme lock screen/apllication bila kita tidak yakin kalau keberadaan HP kita cukup aman dari kemungkinan adianta tangan-tangan jahil disekitar kita. Kemudian andaikata suatu saat nanti kita menjadi korban dan penyebaran chat WA yang sifatnya negatif dan merugikan, maka langkah yang paling baik adalah berikan hp anda secara kooperatif melada pihak-pihak yang berkompeten untuk membuktikan keaslian dari chat WA tersebut. </span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Yudi Prayudi</span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID)</span></div>
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span><br /><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span></div>
<br /><br /><br /><br /><span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-23060364211028642142018-07-05T04:53:00.001-07:002019-10-23T18:55:38.602-07:00ANALISIS YURIDIS TEORITIS PENETAPAN TERSANGKA HRS<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, SH., MH.<br />
Ahli Hukum & Pengurus Komisi Kumdang MUI<br />
<br />
<b>A. Prolog</b><br />
<div style="text-align: justify;">
Penerapan hukum dengan mengaitkan HRS pada kasus FH – yang juga masih belum jelas atau belum tentu benar – telah menimbulkan adanya dugaan nuansa kepentingan pragmatis-politis di balik penetapan tersangka kepada keduanya. Sebagaimana diketahui HRS dikenakan sangkaan pidana sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 29 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan/atau Pasal 6 jo Pasal 32 dan/atau Pasal 9 jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi) dan/atau Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang dilakukan oleh tersangka FH baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan HRS.<br />
<br />
Kajian secara yuridis dan teoretis ini dimaksudkan untuk membuat terang perkara yang disangkakan kepada FH dan HRS. Sepanjang penerapan hukum dilakukan secara benar, maka tidaklah ada masalah. Namun jika dalam penerapan hukum dalam rangka implementasi penegakan hukum – dalam hal ini proses penyidikan – terdapat adanya berbagai keadaan yang tidak berhubungan, tidak terkait dan tidak ada relevansinya, maka penerapan hukum yang demikian patut dipertanyakan.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>B. Analisis Yuridis-Teoretis</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<a name='more'></a>1. Perlindungan Terhadap Pelanggaran Hak Pribadi (Privacy Rights)<br />
Pasal 27 ayat (1) UU ITE, menyatakan : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Menurut Penjelasan Pasal 27 Ayat (1) disebutkan bahwa :<br />
<br />
Yang dimaksud dengan “mendistribusikan” adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada banyak Orang atau berbagai pihak melalui Sistem Elektronik.<br />
<br />
Yang dimaksud dengan “mentransmisikan” adalah mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Eletronik yang ditujukan kepada satu pihak lain melalui Sistem Elektronik.<br />
<br />
Yang dimaksud dengan “membuat dapat diakses” adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui Sistem Elektronik yang menyebabkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik.<br />
<br />
Dengan mengacu kepada ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU ITE, maka seseorang yang mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, dengan unsur sengaja dan tanpa hak adalah dikateorikan telah melakukan perbuatan pidana dan kepadanya dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana.<br />
<br />
Ketentuan Pasal 27 ayat (1) sangat terkait dengan perlindungan data pribadi yang merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights) seseorang, sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 26 ayat (1) yang menyebutkan bahwa: “Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:<br />
<ol>
<li>Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.</li>
<li>Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan memata-matai.</li>
<li>Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.</li>
</ol>
Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan memata-matai, sebagaimana disebutkan pada huruf b di atas juga terkait dengan tindakan “intersepsi atau penyadapan” yang merugikan hak pribadi (privacy rights) seseorang. Disebutkan pada Penjelasan Pasal 31 ayat (1) bahwa : yang dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi. Seharusnya, posisi FH dan HRS adalah sebagai korban dari adanya tindakan seseorang yang telah memenuhi unsur Pasal 27 ayat (1) UU ITE.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
2. Pemanfaatan Sistem Elektronik Secara Tidak Sah (Melawan Hukum)<br />
Pada sangkaan terhadap FH, diyakini telah ada suatu tindakan intersepsi (penyadapan) oleh pihak yang tidak bertanggungjawab yang kemudian berlanjut pada perbuatan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Bahkan patut diduga adanya rekayasa pemanfaatan Sistem Elektronik – dalam hal ini HP milik FH – yang didalamnya terdapat konten (foto) pribadi FH. Menurut keterangan FH, bahwa memang di dalam galery HP terdapat foto dirinya dan tidak dalam keadaan telanjang atau yang dipersamakan dengan itu. Namun, menjelang Aksi 212, dirinya ditangkap dan kemudian ditahan bersama dengan aktivis yang lainnya dengan dugaan tindak pidana terhadap keamanan negara / makar sebagaimana dimaksud pada Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 KUHP. Diketahui pula, bahwa HP miliknya sebanyak 3 (tiga) buah telah disita oleh penyidik. Di sisi lain, whatsapp HRS telah dimanfaatkan oleh pihak tertentu, sehingga melalui HP tersebut telah digunakan secara tidak sah dan tentunya merugikan HRS.<br />
<br />
Menjadi pertanyaan apakah benar yang bersangkutan (FH) telah melakukan perbuatan pidana dan tentunya memenuhi unsur melawan hukum? Di sini justru terlihat adanya tindakan yang secara melawan hukum (wederrechtelijk) dalam bentuk tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Frasa “tanpa hak” pada rumusan Pasal 27 ayat (1) UU ITE identik dengan perbuatan melawan hukum. Dengan kata lain, melawan hukum dimaksud adalah menggambarkan sifat tidak sah dari suatu tindakan atau suatu maksud tertentu.<br />
<br />
Dugaaan adanya perbuatan pidana melanggar UU Pornografi patut dipertanyakan. FH tidak ada kualitas sebagai pelaku perbuatan pidana dan oleh karenanya tidak pula unsur kesalahan sebagai syarat untuk dapat dimintakan pertanggungjawaban.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
3. Pengecualian Perbuatan Pidana Dalam UU Pornografi<br />
Syarat seseorang terancam pidana sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi adalah adanya perbuatan memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat antara lain ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan. Adapun Pasal 6 mensyaratkan perbuatan memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi. Penting untuk dipahami bahwa pada kedua pasal tersebut terdapat pengecualian, sebagai berikut:<br />
<br />
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “membuat” adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.<br />
<br />
Penjelasan Pasal 6 menyebutkan bahwa larangan “memiliki atau menyimpan” tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.<br />
<br />
Perbuatan “membuat” dan “memiliki atau menyimpan” dikecualikan sebagaimana rumusan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) dan Penjelasan Pasal 6, jika memang dimaksudkan bukan untuk disebarluaskan, namun hanya untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.<br />
<br />
Makna kepentingan sendiri sebagaimana dimaksudkan pada Penjelasan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 6 harus dikaitkan dengan hak pribadi (privacy rights) seseorang, sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 26 ayat (1) huruf b, yakni: hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan memata-matai. Berkomunikasi dengan Orang lain tentunya sangat terkait dan identik dengan makna kepentingan sendiri.<br />
<br />
Kemudian, apakah dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan sesuai dengan sangkaan Pasal 8 yang menyatakan bahwa “setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.” Pada sangkaan terhadap HRS yang mengacu kepada ketentuan Pasal 9 UU Pornografi yang menyebutkan “Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.” Di sini HRS diposisikan selaku pihak yang bertanggungjawab karena telah menjadikan FH sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi. Jelasnya, sangkaan kepada FH dengan menjadikan dirinya sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi (dengan persetujuan dirinya) terkait dengan adanya permintaan dari HRS sebelumnya. Dengan konstruksi demikian, maka diterapkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terhadap rumusan tindak pidana pada Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 29 jo dan/atau Pasal 6 jo Pasal 32 UU Pornografi.<br />
<br />
Disini penetapan status Tersangka, harus didasarkan adanya kepentingan menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi. Apakah FH telah dengan sengaja – dalam artian menghendaki dan mengetahui – atau atas persetujuan dirinya sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi yang notabene melanggar hukum. Jika memang benar FH menyimpan konten (foto) ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan dirinya sendiri, maka sepanjang diperuntukkan untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri, maka itu bukanlah perbuatan pidana, tidak ada sifat melawan hukum dan sekaligus tidak ada unsur kesalahan (mens rea) sebagai syarat utama pertanggungjawaban pidana. Di sisi lain, yang melakukan penyebarluasan konten tersebut bukanlah yang bersangkutan, melainkan orang lain, yang sampai saat ini Penyidik belum mampu menemukannya. Adalah tidak masuk akal jika yang bersangkutan yang telah menyebarluaskan ke dunia maya, sesuatu yang di luar nalar dan akal sehat. Oleh karena itu, sangkaan tindak pidana yang mengacu kepada Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 6 tidaklah tepat dengan tidak mengindahkan adanya pengecualian pada pasal tersebut, sedangkan sangkaan pada Pasal 8 tidaklah memenuhi unsur kesengajaan. Tegasnya, pada diri FH tidak ada keadaan psikis atau batin tertentu dan tidak ada hubungan tertentu antara keadaan batin tersebut dengan perbuatan yang disangkakan.<br />
<br />
Adapun penetapan HRS sebagai orang yang dianggap telah menjadikan FH sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi, sebagaimana rumusan Pasal 9 UU Pornografi juga patut dipertanyakan. Dikatakan demikian, oleh karena kebenaran atas permintaan tersebut melalui chat antara keduanya sangat diragukan kebenarannya. Petunjuk yang mendukung pendapat ini adalah adanya pemanfaaan secara tidak sah atas whatsapp milik FH dan HRS oleh pihak yang tidak bertanggungjawab, dan disebarluaskan ke dunia maya dengan tanpa hak (melawan hukum). Seharusnya, pihak yang menyebarluaskan itulah yang harus bertanggungjawab secara hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Dengan adanya penyebarluasan tersebut, posisi FH dan HRS seharusnya dikategorikan sebagai korban, bukan sebaliknya sebagai Tersangka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
4. Relevansi Alat Bukti<br />
Terkait dengan penyebarluasan konten tersebut di dunia maya, pihak Penyidik mengatakan dilakukan oleh pihak anonymous. Keadaan demikian, telah pula menjadi permasalahan yuridis yang signifikan dan ini terkait dengan kekuatan pembuktian. Salah satu alat bukti adalah keterangan Saksi (Oral Evidence), sebagaimana disebut secara limitatif dalam Pasal 184 KUHAP. Perihal tentang keterangan Saksi juga harus mengacu kepada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU.VIII/2010 tanggal 8 Agustus 2011, yang pada putusannya menekankan adanya relevansi kesaksiannya dengan perkara pidana yang diproses. Relevansi alat bukti berhubungan dengan dari ada atau tidaknya hubungannya dengan fakta yang akan dibuktikan, dan hubungan tersebut dapat membuat fakta yang bersangkutan menjadi lebih jelas.<br />
<br />
Disini keterangan Saksi haruslah berhubungan dengan dugaan adanya tindak pidana. Tiap kesaksian harus disertai keterangan tentang bagaimana saksi mengetahui kesaksiannya.<br />
<br />
Pihak anonymous yang tidak diketahui subjek hukumnya, tentu bukanlah termasuk sebagai Saksi. Dengan demikian pihak Pelapor – yang melampirkan bukti berupa print out chatting – maupun Saksi tidak memiliki legal standing, disebabkan tidak ada relevansi dengan yang akan dibuktikan. Relevansi Saksi menunjuk berhubungan pada perihal ada atau tidaknya hubungannya dengan fakta yang akan dibuktikan, dan hubungan tersebut dapat membuat fakta yang bersangkutan menjadi lebih jelas. Lebih lanjut, sebab utama beredarnya konten yang dimaksudkan adalah dari pihak anonymous, yang secara hukum tidak dapat membuat fakta yang bersangkutan menjadi lebih jelas, oleh karenanya wajib ditolak keberadaan Laporan Pelapor tersebut. Beradasarkan fakta-fakta hukum tersebut, maka proses pemenuhan ketentuan Pasal 184 KUHAP oleh penyidik, yakni keterangan Saksi maupun keterangan Ahli tidak dapat diterima sebagai alat bukti yang sah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
5. Pemanfaatan Bukti Secara Tidak Sah<br />
Tindakan penyidik dalam melakukan penyitaan atas HP milik FH pada perkara sebagaimana disangkakan, patut dipertanyakan. Barang bukti pada dugaan yang disangkakan sebelumnya (tindak pidana terhadap keamanan negara/makar), kemudian dijadikan sebagai barang bukti pada dugaan tindak pidana yang lain yakni pornografi, ketika ada laporan dalam rentang waktu yang cukup lama. Laporan tersebut didasarkan pada informasi (anonymous) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Terlebih lagi ada dugaan kuat terjadinya pemanfaatan bukti secara tidak sah (illegal). Ketika aparat penegak hukum menggunakan bukti yang diperoleh dengan cara yang tidak sah (unlawful legal evidence) maka bukti tersebut tidak mempunyai nilai pembuktian, hal ini ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016. Kondisi demikian mengakibatkan tidak sahnya kesaksian dari para Saksi maupun keterangan para Ahli, termasuk alat bukti petujuk.<br />
<br />
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016 telah mengubah status dari informasi elektronik dan dokumen elektronik dalam penegakan hukum pidana yang akibatnya, yaitu seluruh informasi elektronik/dokumen elektronik yang dapat menjadi bukti harus diperoleh berdasarkan prosedur sesuai Pasal 31 ayat (3) UU ITE, di luar itu maka informasi elektronik/dokumen elektronik tidak diperbolehkan sebagai bukti. Dengan demikian, dalam kasus-kasus pidana ke depan, seluruh dokumen elektronik/informasi elektronik dalam penegakan hukum pidana tidak dapat digunakan sebagai bukti/petunjuk jika tidak memenuhi syarat yang di putuskan oleh Mahkamah Konstitusi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<b>C. Konklusi</b><br />
Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat indikasi kuat bahwa penerapan hukum dalam mengungkap kasus yang terjadi tidak memenuhi unsur-unsur tindak pidana, dengan alasan yuridis sebagai berikut:<br />
Pertama, pada pemenuhan unsur tindak pidana pornografi cenderung meniadakan hubungan kausalitas sebagai suatu fakta yang semestinya menjadi dasar penyidikan. Fakta yang terjadi, adanya suatu konten pornografi dalam media sosial (dunia maya). Di sisi lain, pihak yang seharusnya bertanggungjawab dalam hal mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 27 ayat (1) UU ITE belum diketemukan.<br />
<br />
Kedua, mengacu kepada unsur-unsur yang objektif suatu perbuatan pidana yaitu, suatu tindak-tanduk (suatu tindakan), dan adanya suatu akibat tertentu, dan keadaan, maka pada diri FH tidaklah terpenuhi unsur-unsur objektif dimaksud. Adapun unsur-unsur subjektif, yaitu berupa kesalahan (mens rea) sebagai penentu pertanggungjawaban pidana, dengan sendirinya tidak dapat diterapkan. Logika hukumnya, apabila tidak ditemukan adanya unsur perbuatan pidana, maka terhadap hal itu tidaklah mungkin untuk dimintakan pertanggungjawaban pidana. Jika sesuatu kelakuan telah memenuhi unsur perbuatan pidana, maka masih belum tentu atas perbuatan tersebut dimintakan pertanggungjawaban pidana. Disini dipersyaratkan adanya unsur kesalahan dari pembuat baik berupa kesengajaan (dolus/opzet) atau kealpaan (culpa). Untuk adanya suatu kesalahan harus ada keadaan psikis atau batin tertentu, dan harus ada hubungan yang tertentu antara keadaan batin tersebut dengan perbuatan yang dilakukan sehingga menimbulkan suatu celaan, yang pada nantinya akan menentukan dapat atau tidaknya seseorang di pertanggungjawabkan secara pidana.<br />
<br />
Ketiga, penetapan Saksi atas HRS adalah tidak sesuai dengan fakta, karena HRS bukan sebagai orang yang mendengar, melihat dan mengalami secara langsung. Perlu ditekankan di sini bahwa foto HRS tidak ada dalam konten tersebut. Adapun isi chat antara FH dan HRS tidak dapat dijadikan bukti karena tidak didapatkan secara sah (illegal). Peningkatan status HRS dari Saksi kepada Tersangka dengan mengklasifikan ke dalam penyertaan (Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP) adalah tidak tepat.<br />
<br />
Keempat, HRS juga diposisikan sebagai pihak yang harus bertanggungjawab sesuai rumusan Pasal 8 UU Pornografi, tentunya dengan alibi penyidik atas dasar adanya “persetujuan” dari FH untuk menjadi objek yang mengandung muatan pornografi. HRS dikategorikan sebagai orang yang harus bertanggungjawab, karena telah menjadikan FH sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi, sebagaimana rumusan Pasal 9 UU Pornografi, dan dengan itu FH memberikan persetujuannya untuk menampilkan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi. Penetapan HRS ditetapkan sebagai tersangka, dengan menempatkan pada suatu posisi “yang memanfaatkan,” “memiliki,” atau “menyimpan” “konten pornografi” yang dikirimkan oleh FH kepada HRS dan sebagai pihak yang “turut serta” – dalam sangkaan yang diterapkan kepada FH – adalah tidak memenui pemenuhan unsur baik objektif maupun subjektif.<br />
<br />
Kelima, penyebarluasan di dunia maya dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab dan bukti utama yang menjadi dasar penyidikan diduga kuat didapatkan dari perbuatan yang tidak sah (ilegal). Menurut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU.VIII/2010, penggunaan bukti dengan cara yang tidak sah (unlawful legal evidence) maka bukti tersebut tidak mempunyai nilai pembuktian. Terkait dengan adanya penggunaan bukti dengan cara yang tidak sah, maka kedudukan Laporan Polisi, proses pemeriksaan terhadap Pelapor, para Saksi dan termasuk para Ahli adalah tidak sah. Kesemua itu, juga berimbas pada hasil Gelar Perkara yang telah dilakukan oleh Penyidik, dan oleh karenanya harus dinyatakan “batal demi hukum.” Dengan demikian, sepanjang belum diketemukan orang yang menyebarluaskan konten dimaksud, maka penetapan Tersangka kepada FH dan HRS adalah “tidak sah” menurut hukum.<br />
<br />
Terakhir disampaikan bahwa keberlakuan UU ITE, mensyaratkan adanya kerugian bagi kepentingan Indonesia. Hal ini disebutkan pada Pasal 2 UU ITE, yang berbunyi: “Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.” Kata “dan” sebelum frasa “merugikan kepentingan Indonesia”, harus dimaknai satu kesatuan dengan kalimat sebelumnya. Penjelasan Pasal 2 menegaskan bahwa yang dimaksud dengan “merugikan kepentingan Indonesia” adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia. Disini tentunya proses penerapan hukum harus memperhatikan aspek adakah kepentingan Indonesia yang dirugikan. Menjadi pertanyaan, pertama, adakah relevansi antara kepentingan Indonesia – yang dirugikan – dengan penetapan tersangka terhadap FH dan khususnya HRS? Kedua, yang paling pokok, apakah kepentingan Indonesia dimaksud memang harus melakukan pemidanaan kepada HRS?</div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-30489427398909326702017-02-12T21:31:00.001-08:002019-10-23T18:54:50.026-07:00ANALISIS YURIDIS KASUS PENGHINAAN LAMBANG NEGARA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Bahwa penyidikan dugaan kasus “Penghinaan” terhadap Lambang Negara dilakukan Polda Jabar setelah Habib Rizieq dilaporkan Sukmawati Soekarnoputri ke Bareskrim Polri pada Kamis (27/10/2016). Kasus ini kemudian dilimpahkan dari Bareskrim Polri ke Polda Jabar..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahwa Habib Rizieq Syihab dilaporkan dengan Pasal 154a KUHP tentang “penodaan terhadap lambang Negara” dan Pasal 320 KUHP.tentang “Penghinaan”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahwa menurut pasal 154a KUHP yang berbunyi : “Barang siapa menodai Bendera Kebangsaan Republik Indonesia dan Lambang Negara Indonesia, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda setinggi-tingginya tiga ribu rupiah”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pasal 154a KUHP tersebut diatas ditambahkan dengan Lembaran Negara (L.N.) 127 tahun 1958, karena didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana belum ada ketentuan seperti tersebut diatas, maka dengan adanya Peraturan Pemerintah mengenai Bendera Kebangsaan, Lambang Negara Indonesia dan Bendera Kebangsaan Asing, perlu diadakan ketentuan termaksud.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahwa menodai adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghina.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Analisis Yuridusnya :</div>
<a name='more'></a><br />
<ol style="text-align: left;">
<li style="text-align: justify;">Bahwa Pasal 154a KUHP, adalah pasal yang mengatur tentang penodaan terhadap Bendera dan Lambang Negara.</li>
<li style="text-align: justify;">Apa yang dimaksud dengan Lambang Negara tersebut?</li>
<li style="text-align: justify;">Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.Lambang negara Garuda Pancasila diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958. Dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009.</li>
<li style="text-align: justify;">Bahwa bila pasal yang disangkakan kepada Habib Rizieq adalah “Lambang Negara Garuda Pancasila”, maka harus dibedakan antara Lambang Negara Garuda Pancasila dengan Pancasila itu sendiri.</li>
<li style="text-align: justify;">Bahwa Pancasila adalah Ideologi Negara</li>
<li style="text-align: justify;">Apa yang dimaksud dengan ideologi Negara, Istilah Ideologi pertama kali dikemukakan oleh seorang pemikir perancis yang bernama Antonie Destut de Tracy, dalam bukunya berjudul “Les Elements de I’ideologi,ia mengartikan ideologi sebagai ilmu mengenai gagasan atau ide-ide.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
De Tracy juga membedakan idea atau gagasan tersebut menjadi 2 macam, yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a. Ide yang Sehat, adalah ide yang sesuai dengan realitas atau sesuai dengan akal budi manusia.</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Ide yang tidak sehat, adalah ide yang tidak sesuai dengan realitas atau akal budi manusia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut De Tracy, ide yang sehat lah yang harus digunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari agar tercipta keadilan dalam masyarakat. Ideologi harus ada gunanya dalam kehidupan praktis sehari-hari, yaitu memberikan patokan-patokan untuk melakukan perbaikan keadaan masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam arti luas Ideologi Negara adalah pedoman hidup dalam berfikir baikdalamsegi kehidupan pribadi maupun umum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam arti sempit, ideologi adalah pedoman hidup baik dalam berfikir ataupun bertindak dalam bidang tertentu (Sunarso,Hs,1986).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ideologi Negara merupakan consensus nasional (mayoritas) warga Negara tentang nilai-nilai dasar Negara yang ingin di wujudkan melalui kehidupan Negara (Heuken,1998). Ideologi akan mampu bertahan dalam menghadapi perubahan jikamempunyai 3 dimensi yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a. Dimensi realita, yaitu ideology mencerminkan realita kehidupan masyarakat,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
b. Dimensi Idealisme, yaitu kualitas idealism yang terkandung didalam ideologi,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
c. Dimensi Fleksibilitas, yaitu kemampuan ideology untuk mempengaruhi dan menyesuaikan diri terhadap perkembangan zaman.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
7. Bahwa Pancasila sebagai Ideologi Negara adalah merupakan suatu pandangan, nilai,cita-cita danjuga keyakinan yang ingin diwujudkan dalam kehidupan nyata,dimana ideology tersebut mampu membangkitkan kesadaran seluruh rakyat Indonesia dengan kemerdekaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
8. Bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara adalah merupakan landasan kehidupan bernegara, dasar Negara bagi Negara adalah merupakan dasar yang digunakan untuk mengatur penyelenggara Negara, sekaligus merupakan norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
9. Bahwa Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara artinya Pancasila memiliki nilai-nilai yang menjadi pandangan hidup bangsa dan Negara Indonesia, sehingga menjadi jati diri bangsa dan Negara Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
10. Bahwa butir-butir yang terjandung didalam Pancasila yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Kemanusiaan Yang Adildan Beradab</div>
<div style="text-align: justify;">
3. Persatuan Indonesia</div>
<div style="text-align: justify;">
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan perwakilan</div>
<div style="text-align: justify;">
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
11. Bahwa bila dilihat dari uraian tersebut diatas, maka jelas BERBEDA antara Lambang Negara Garuda Pancasila dan Ideologi Negara Pancasila.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
12. Bahwa berita yang selama ini tersebar pada masyarakat umum adalah Habib Rizieq Shihab dituduhkan melakukan tindak pidana penodaan terhadap lambang negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154a KUHP yang berbunyi :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
”Barang siapa menodai bendera Kebangsaan Republik Indonesia dan Lambang Negara Republik Indonesia,dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda setinggi-tingginya tiga ribu rupiah”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan atau Pasal 310 KUHP tentang Penghinaan yang berbunyi : “Barang siapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, diancam hokum karenamenista, dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4.500,-.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan atau Pasal 57a jo Pasal 68 Undang-Undang no 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
13. Bahwa yang menjadi permasalahan tuduhan “Penghinaan” oleh Habib Rizieq Shihab tersebut diatas adalah permasalahan tentang pandangan dari Habib Rizieq tentang lahirnya Pancasila yang menjadi karya ilmiah berupa tesis nya yang dibuat dalam rangka mendapatkan gelar akademik Magister di Universitas Malaya. Tesis Habib Rizieq tersebut berjudul :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Pegaruh Pancasila Terhadap Syariat Islam di Indonesia”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
14. Bahwa menurut Habib Rizieq, di dalam tesis karya ilmiahnya, ada bab tentang sejarah Pancasila.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam bab itu, menurut Rizieq, ia mengkritik usulan Soekarno yang menempatkan Sila Ke Tuhanan di nomor paling terakhir (ke lima).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahwa menurut Habib Rizieq Shihab, dari sejarah proses lahirnya Pancasila, para ulama yang ikut dalam sidang BPUPKI menolak usulan Bung Karno itu, dan melalui perdebatan, akhirnya Bung Karno setuju sila Ke Tuhanan jadi yang pertama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Jadi yang saya kritik rumusan Pancasila yang diajukan Bung Karno. Saya tidak menghina Pancasila, saya tidak menghina Bung Karno, yang saya kritik bukan orang, tapi usulan,” katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di dalam tesis itu pula, Rizieq mengkritik hari lahir Pancasila. Menurutnya, hari lahirnya Pancasila bukanlah 1 Juni 1945 tetapi hari tercapainya konsesus yakni tanggal 22 Juni 1945.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Saya enggak terima Pancasila dinisbahkan tanggal 1 Juni, yang betul itu tanggal 22 Juni 1945. Pada tanggal 1 Juni 1945 itu masih usulan, belum disepakati, baru disepakati pada tanggal 22 Juni 1945 menjadi konsesus nasional dan selanjutnya diperbaiki pada tanggal 18 Agustus 1945,” katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahwa setelah Rizieq lulus cumlaude dari Universitas Malaya, dia mensosialisasikan tesis itu melalui tabligh dan ceramah-ceramah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
15. Bahwa dari ceramah-ceramah tentang Pancasila tersebut maka Habib Rizieq dituduh melakukan “Penghinaan” tehadap Pancasila dan Bung Karno, seperti yang dilaporkan oleh putri Bung Karno, sukmawati soekarno putri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
16. Bahwa untuk menganalisa secara yuridis, apakah betul dugaan “Penghinaan” terhadap Pancasila dan Bung Karno yang dituduhkan pada Habib Rizieq tersebut ?, maka sebaiknya kita melihat dahulu tentang sejarah proses lahirnya Pancasila sebagai dasar Negara dan Ideologi Negara :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a. Bahwa BPUPKI dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945 dan diketuai Dr. Rajiman Widyodiningrat. BPUPKI bertugas menyelidiki dan mempelajari hal-hal penting mengenai masalah tata pemerintahan atau pembentukan Indonesia merdeka. Peresmian dan pelantikan BPUPKI dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 1945.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
b. Bahwa Sidang pertama BPUPKI dilaksanakan pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. Sidang pertama ini membahas usaha-usaha untuk merumuskan dasar Negara bagi Negara Indonesia merdeka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Para peserta sidang pertama BPUPKI diliputi dengan segala kesungguhan dan didorong oleh semangat untuk merdeka mampu menghasilkan usulan-usulan berupa gagasan tentang dasar Negara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gagasan tentang dasar Negara tersebut disampaikan oleh Ir. Soekarno, Mr. Mohammad Yamin, dan Dr. Supomo.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tahukah kalian untuk kepentingan siapa gagasan dan usulan mereka? Tentu saja semuanya untuk kepentingan bangsa dan Negara Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
c. Gagasan Mr. Moh. Yamin yang diusulkan pada tanggal 29 Mei 1945 adalah sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Peri Kebangsaan</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Peri Kemanusiaan</div>
<div style="text-align: justify;">
3. Peri KeTuhanan</div>
<div style="text-align: justify;">
4. Peri Kerakyatan</div>
<div style="text-align: justify;">
5. Kesejahteraan Rakyat</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
d. Gagasan Dr. Supomo yang diusulkan pada tanggal 31 Mei 1945 adalah sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Persatuan</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Kekeluargaan</div>
<div style="text-align: justify;">
3. Mufakat dan Demokrasi</div>
<div style="text-align: justify;">
4. Musyawarah</div>
<div style="text-align: justify;">
5. Keadilan Sosial</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
e. Gagasan Ir. Soekarno yang diusulkan pada tanggal 1 Juni 1945 adalah sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Kebangsaan Indonesia</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan</div>
<div style="text-align: justify;">
3. Mufakat atau Demokrasi</div>
<div style="text-align: justify;">
4. Kesejahteraan Sosial</div>
<div style="text-align: justify;">
5. KeTuhanan Yang Maha Esa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
f. Ir. Soekarno kemudian memberi nama Pancasila atas lima asas yang diusulkannya. Itulah mengapa tanggal 1 Juni 1945 dikenal sebagai hari lahirnya Pancasila. Usulan Ir. Soekarno itu diterima baik oleh BPUPKI dengan beberapa usulan perbaikan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
g. Pada tanggal 22 Juni 1945, BPUPKI membentuk panitia perumus dengan tugas membahas dan merumuskan gagasan dasar Negara Indonesia merdeka sebagaimana tertera di atas. Panitia perumus tersebut dikenal dengan nama Panitia Sembilan. Mengapa disebut pantitia Sembilan? Karena panitia perumus ini beranggotakan Sembilan orang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Panitia Sembilan :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Soekarno (ketua)</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Moh. Hatta (wakil ketua)</div>
<div style="text-align: justify;">
3. H. A. Wahid Hasyim (anggota)</div>
<div style="text-align: justify;">
4. Kahar Muzakir (anggota)</div>
<div style="text-align: justify;">
5. A. A. Maramis (anggota)</div>
<div style="text-align: justify;">
6. Abikusno Tjokrosuyoso (anggota)</div>
<div style="text-align: justify;">
7. Agus Salim (anggota)</div>
<div style="text-align: justify;">
8. Achmad Soebarjo (anggota)</div>
<div style="text-align: justify;">
9. Moh. Yamin (anggota)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
h. Proses Perumusan Pancasila Setelah Pidato Sukarno :</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah Sukarno berpidato mengajukan usul tentang dasar-dasar negara tanggal 1 Juni 1945, sidang BPUPKI pertama berakhir. Hari itu juga ketua BPUPKI menunjuk dan membentuk Panitia Kecil. Tugas Panitia Kecil itu adalah merumuskan kembali pidato Sukarno yang diberi nama Pancasila sebagai dasar negara itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagaimana perjalanan lebih lanjut perumusan Pancasila sebagai dasar negara oleh Panitia Kecil ?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sejarah mencatat peristiwa-peristiwa penting sebagai berikut : Perbedaan Pandangan Antara Golongan Islam dan Paham Kebangsaan, didalam keanggotaan Panitia Kecil, ada dua golongan penting yang berbeda pandangan dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara. Satu golongan menghendaki agar Islam menjadi dasar negara. Sementara itu golongan yang lain menghendaki paham kebangsaan sebagai inti dasar negara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lahirnya Piagam Jakarta dalam sidang BPUPKI kedua tanggal 10 Juli 1945, Sukarno melaporkan bahwa sidang Panitia Sembilan (tanggal 22 Juni 1945) telah berhasil merumuskan Pancasila yang merupakan persetujuan antara pihak Islam dan pihak kebangsaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rumusan Pancasila dari Panitia Sembilan itu dikenal sebagai Piagam Jakarta (Djakarta Charter).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
i. Bahwa rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta adalah sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluk- pemeluknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.</div>
<div style="text-align: justify;">
3. Persatuan Indonesia</div>
<div style="text-align: justify;">
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.</div>
<div style="text-align: justify;">
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
j. Tentang Piagam Jakarta ini Sukarno sebagai ketua Panitia Sembilan mengatakan, bahwa “Ketuhanan dengan menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluk-pemeluknya” merupakan jalan tengah yang diambil akibat perbedaan pendapat antara golongan Islam dan kebangsaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
k. Sebenarnya banyak muncul keberatan terhadap Piagam Jakarta ini, antara lain keberatan yang disampaikan oleh Latuharhary yang didukung oleh Wongsonegoro dan Husein Joyodiningrat dalam sidang panitia perancang UUD tanggal 11 Juli 1945. Keberatan yang sama juga diajukan oleh Ki Bagus Hadikusumo dalam sidang ketua BPUPKI tanggal 14 Juli 1945.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
l. Pengesahan Rumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahwa pada tanggal 18 Agustus ini merupakan perjalanan sejarah paling menentukan bagi rumusan Pancasila. Hari itu akan disyahkan Undang-Undang Dasar untuk negara Indonesia merdeka. Sementara rumusan Pancasila menjadi bagian dari preambul (pembukaan) Undang-Undang Dasar negara tersebut. Namun demikian sehari sebelum tanggal ini ada peristiwa penting.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Peristiwa penting yang dimaksud adalah, pada sore hari setelah kemerdekaan Negara Indonesia diproklamirkan, Moh. Hatta menerima Nisyijima (opsir/pembantu Laksamana Mayda/Angkatan Laut Jepang) yang memberitahukan bahwa ada pesan berkaitan dengan Indonesia merdeka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pesan tersebut, kaitannya berasal dari wakil-wakil Indonesia bagian Timur di bawah penguasaan Angkatan Laut Jepang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Isi pesannya, menyatakan bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik dari daerah-daerah yang dikuasai Angkatan Laut Jepang keberatan dengan rumusan sila pertama (Piagam Jakarta) : .”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagaimana dengan sikap Moh. Hatta saat itu? Ketika itu Hatta menyadari bahwa penolakan terhadap pesan tersebut akan mengakibatkan pecahnya negara Indonesia Merdeka yang baru saja dicapai.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jika hal itu terjadi tidak menutup kemungkinan daerah (Indonesia) luar Jawa akan kembali dikuasai oleh kaum Kolonial Belanda.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oleh karena itu, Hatta mengatakan kepada opsir pembawa pesan tersebut, bahwa pesan penting itu akan disampaikan dalam sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan BPUPKI esok hari (tanggal 18 Agustus 1945).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keesokan harinya, sebelum sidang BPUPKI dimulai, Hatta mengajak Ki Bagus Hadikusumo, Wakhid Hasyim, Kasman Singodimejo, dan Teuku Hasan untuk rapat pendahuluan. Mereka membicarakan pesan penting tentang keberatan terhadap rumusan Pancasila Piagam Jakarta. Hasilnya, mereka sepakat agar Indonesia tidak pecah, maka sila pertama (dalam rumusan Piagam Jakarta) diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan demikian sebagai Konsensus Nasional untuk menyatukan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila di sahkan menjadi dasar Negara sekaligus Ideologi Negara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
17. Bahwa tidak dapat dinafikkan bila melihat dari proses sejarah tentang lahirnya Pancasila tersebut masih merupakan perdebatan serius secara politis maupun akademis sampai saat ini, namun bila kita mengacu pada sejarah terjadinya konsensus nasional pada tanggal 18 Agustus 1945, maka seharusnya secara yuridis keabsahan Pancasila sebagai Dasar dan atau Ideologi Negara bukan pada tanggal 1 Juni 1945 atau 22 Juni 1945, namun pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu dengan dimasukkan juga Pancasila didalam Preambule/Pembukaan UUD 1945.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
18. Bahwa perdebatan politis dan akademis tersebut pada akhirnya dijadikan sebagai sebuah karya ilmiah dalam tesis dari Habib Rizieq Shihab yang berjudul “Pengaruh Pancasila Terhadap Syariat Islam di Indonesia” di Universitas Malaya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
19. Bahwa yang menjadi persoalan sekarang adalah :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a. “Apakah karya ilmiah berupa tesis tentang pandangan atau pemikiran seseorang secara ilmiah yang dituliskannya kedalam karya ilmiah berupa Tesis terhadap sejarah lahirnya Pancasila dan pengaruhnya terhadap syariat Islam dapat dituntut serta dipidana secara hukum ?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
b. “Apakah pandangan dan pemikiran ilmiah secara akademis tentang Dasar Negara dan atau Ideologi Pancasila dapat dituntut secara hukum ?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
c. Apakah ada aturan hukum di Indonesia yang dapat menjerat seseorang tentang pandangan dan pemikirannya secara ilmiah dan akademis tentang Dasar Negara dan atau Ideologi Pancasila ?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
d. Bagaimana dengan karya-karya ilmiah berupa buku-buku tentang ajaran komunisme, Leninmisme, Karl Marxisme, buku-buku tentang PKI / pandangan Komunisme yang ditulis oleh DN. Aidit, juga buku yang berjudul “Aku Bangga Jadi Anak PKI” yang dituliskan oleh seorang keturunan PKI Ribka Tjiptaning ??? maupun buku-buku lainnya tentang komunisme / PKI yang akhir-akhir ini banyak beredar di masyarakat ??? Apakah aparat penegak hukum dalam hal ini Polri maupun Kejaksaan RI tutp mata mengenai buku-buku tersebut ???</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
20. Bahwa menurut Keterangan Kapolda Jawa barat, Habib Rizieq Shihab disangkakan melakukan pelanggaran terhadap pasal 154a KUHP dan 320 KUHP.Bahwa bila Habib Rizieq Shihab disangkakan pelanggaran terhadap pasal 154a KUHP, artinya melakukan pelanggaran pidana “penodaan” terhadap Lambang Negara Garuda Pancasila bukan terhadap Ideologi Negara Pancasila.,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
sedangkan pasal 320 KUHP yang berbunyi : “Barang siapa melakukan perbuatan mengenai orang yang sudah mati jika sekiranya ia masih hidup perbuatan itu bersifat menista dengan surat,dihukum penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4.500,-.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Bahwa didalam aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, saya belum menemukan adanya aturan hukum mengenai “Penodaan” terhadap Dasar Negara dan Ideologi Negara “Pancasila”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Bahwa aturan hukum yang ada baru berupa Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yiatu :</div>
<div style="text-align: justify;">
Pengaturan terkait tindak pidana terhadap ideologi negara dalam R-KUHP terdapat pada Pasal 219, Pasal 220 dan Pasal 221, masing-masing di bawah dua paragraf berbeda, yaitu berupa:</div>
<div style="text-align: justify;">
(1) penyebaran ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, dan</div>
<div style="text-align: justify;">
(2) peniadaan dan pergantian ideologi Pancasila.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahwa aturan hukum yang baru berupa rancangan undang-undang, tidak dapat dipakai dan atau diterapkan sebagai undang-undang sebelum disah kan oleh DPR bersama Presiden dan dimasukkan ke dalam Lembaran Negara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Bahwa dari uraian-uraian tersebut diatas, maka apabila Habib Rizieq Shihab dikatakan melakukan penodaan terhadap Pancasila adalah tidak tepat bila disangkakan dengan pasal 154a KUHP. dan atau Pasal 57a jo Pasal 68 Undang-Undang no 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, karena: “Pancasila bukan lah Lambang Negara, akan tetapi Pancasila adalah Ideologi dan Dasar Negara”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
4. Bahwa apabila Penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Barat, tetap bertahan menggunakan pasal 154a KUHP. Dan atau dan atau Pasal 57a jo Pasal 68 Undang-Undang no 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, maka harus dibuktikan secara yuridis apakah “Penodaan terhadap lambang Negara” sama dengan “Penodaan terhadap Ideologi dan Dasar Negara ?” dan apa dasar hukum “Penodaan terhadap Ideologi Negara?”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
5. Bahwa apabila pasal yang didakwakan tidak sesuai dengan sangkaan perbuatan pidana yang dituduhkan maka patutlah tidak ditindak lanjuti dan atau dihentikan demi hukum, karena azas hukum pidana yang berlaku di Indonesia adalah “azas Legalitas”, artinya “seseorang tidak dapat dipidana bila tidak ada aturan hukum yang mengatur tentang perbuatan pidana tersebut”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Demikian analisis yuridis yang dapat saya sampaikan agar menjadi pencerahan hukum bagi masyarakat luas agar tidak DISESATKAN OLEH OKNUM-OKNUM TERTENTU, dan semoga tulisan ini dapat menjadi pemahaman bersama dalam rangka Penegakan hukum yang taat azas dan yang berkeadilan berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oleh: Nicholay Aprilindo</div>
<div style="text-align: justify;">
(Penulis adalah Aktivis/Pengamat Hukum dan Politik (Alumni PPSA XVII Lemhannas RI-2011).</div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-15549921835742413722017-02-12T21:24:00.005-08:002017-02-12T21:24:57.180-08:00ANALISIS KASUS BASUKI CAHAYA PURNAMA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Oleh DR M Khoirul Huda SH MH<br />
Dekan Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
SriwijayaAktual.com - Kunjungan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok pada tanggal 27 September 2016 ke Kepuluan Seribu dalam rangka sosialisasi program pengembangan perikanan untuk peningkatkan taraf hidup warga berbuntut panjang dengan munculnya video yang dianggap melakukan penistaan terhadap agama Islam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Reaksi umat dan tokoh agama luar biasa sehingga MUI mengeluarkan fatwa bahwa Ahok telah melakukan penistaan agama dan menghina ulama . Akhirnya Ahok sendiri minta maaf kepada umat Islam dan dua organisasi massa Islam di Indonesia Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah yang juga komponen MUI, juga telah menerima permintaan maaf Ahok. MUI juga menghimbau pemerintah untuk tetap menjalankan prosedur hukum terhadap Ahok untuk menjamin rasa keadilan dimasyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">
Akan tetapi reaksi pemerintah dan penegak hukum dirasa lamban maka komponen umat Islam melakukan Aksi Damai Bela Al-Qura'n pada 14/11/2016 (Aksi Damai 411) dengan penggalangan secara viral melalui media sosial dan telah berhasil mengumpulkan jutaan umat Islam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pemerintah sudah memprediksi bahwa Aksi 411 ini akan sangat besar yang diantasipasi oleh pemerintah dengan menyiapkan pengamanan dan pengerahan puluhan ribu anggota kepolisian yang di back up oleh TNI serta Presiden Joko Widodo “menemui” pimpinan Gerindra Prabowo Subianto untuk mendinginkan suasana politik agar demo tidak anarkis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penistaan agama sebagai delik pidana telah diuji di MK dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Pengujian Penistaan agama di MK pada putusan Nomor 140/PUU-VII/2009 dan Nomor 84/PUU-X/2012 terkait pengujian Pasal 156 a Jo. Undang-Undang Nomor 1 /PNPS tahun 1965 pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ahok sebagai calon gubernur dalam Pilgub Jakarta jika menjadi tersangka atau terdakwa, tidak akan kehilangan status sebagai calon gubernur. Pasal 163 UU Nomor 10 tahun 2016 terkait pemilihan gubernur ditegaskan bahwa status tersangka dan terdakwa tidak menghilangkan status seseorang calon gubernur. Sedangkan dalam Pasal 163 ayat (6) dalam status tersangka, seorang gubernur terpilih tetap harus dilantik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam status terdakwa, gubernur terpilih tetap dilantik meskipun kemudian pada saat pelantikan itu juga diberhentikan sementara. Jika keputusan pengadilan menetapkan gubernur terpilih menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka yang bersangkutan tetap dilantik agar dapat langsung diberhentikan (Pasal 163 ayat 8) Pasal 7A perubahan ketiga, “bahwa Presiden dan /Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan / atau Wakil Presiden”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pasal 24 C ayat (2): Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Teladan:</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Masyarakat</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Tokoh agama</div>
<div style="text-align: justify;">
3. Tokoh Politik</div>
<div style="text-align: justify;">
4. Penegak Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
5. Pemerintah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Maraknya demo atas kasus ahok, bahwa kasus ahok harus dibawah ke ranah hukum, bukan wilayah politik. Secara konstitusional presiden juga tak bisa ditekan, apalagi dilengserkan hanya masalah ahok. Karena tidak sesuai dengan konstitusi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Intinya bagaimana masyarakat menyerahkan proses hukum sebagaimana panglima untuk penyelesaian soal konflik-konflik sehingga terhindar dari upaya-upaya penyelesaian secara inkonstitusional. [*]</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sumber, Beritajatim </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-42831667724708754032014-12-04T00:44:00.002-08:002019-10-23T18:57:25.831-07:00ANALISIS PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN NARAPIDANA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;"><u>KASUS</u></span></b> </span><br />
<span style="font-size: small;">Jumat, 1 Juni
2012</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;">
BANDARLAMPUNG –
Jaksa penuntut umum (JPU) Eka Septriana Sari menuntut Paryono dengan pidana
penjara selama 12 tahun. Narapidana (napi) Lapas Kelas I Bandarlampung yang
menjadi pesakitan lantaran diduga membunuh Rudi Suroso, rekan satu selnya, ini
dinilai terbukti melanggar 338 KUHP. ’’Berdasarkan analisis yuridis, semua
unsur pasal 338 KUHP dalam dakwaan primer telah terpenuhi. Sehingga, kami tidak
akan membuktikan lagi unsur dakwaan subsider yang tercantum dalam pasal 353
ayat 3 KUHP dan lebih subsider pasal 351 ayat 3 KUHP,’’ papar JPU dalam sidang
di Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjungkarang kemarin (31/5). JPU menyatakan,
Paryono dinyatakan bersalah dan selama pemeriksaan di persidangan tidak ditemukan
adanya hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana kepada diri
terpidana kasus pencurian dengan kekerasan itu. ’’Hal yang memberatkan
terdakwa adalah perbuatannya mengakibatkan saksi korban meninggal dunia dan
terdakwa sedang menjalani hukuman penjara. Sedangkan hal yang meringankan
adalah terdakwa telah menyesali dan mengakui perbuatannya serta bersikap sopan
dalam persidangan,’’ tutur Eka.Dalam kasus ini, barang bukti berupa lumpang
yang terbuat dari batu</span>
<span style="font-size: small;"><a href="https://www.blogger.com/null" name="more"></a> berwarna hitam dengan diameter 20 cm berbentuk bulat,
satu unit ponsel berwarna hitam merah berikut dua simcard dirampas untuk
dimusnahkan.Dalam sidang perdana beberapa waktu lalu, JPU menjerat Paryono
dengan dakwaan primer melanggar pasal 338 KUHP, subsider pasal 353 ayat 3 KUHP,
lebih subsider pasal 351 ayat 3 KUHP. </span><br />
<a name='more'></a></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;">
Peristiwa itu
terjadi Jumat (2/12/2011). Sekitar pukul 00.15 WIB, Paryono yang hendak tidur
mendengar Rudi Suroso menghubungi seseorang melalui ponsel. Mereka menghuni sel
Blok B-2 kamar nomor sembilan bersama lima
napi lain. Curiga dengan Rudi, Paryono lantas menguping pembicaraan. Dari situ,
Paryono yakin bahwa Rudi menelepon seorang wanita yang tak lain istri Paryono.
Lantaran cemburu, sekitar pukul 02.00 WIB Paryono pergi ke dapur. Ia kemudian
menemukan lumpang berdiameter 20 cm. Alat penumbuk cabai itu kemudian
dipukulkan ke kepala Rudi yang sedang tidur tengkurap. Sementara napi lain,
Ismail dan Abdul Amin, terbangun. Saat itu, mereka melihat Rudi terkapar dan
ditutupi sarung. Karena penasaran, Ismail mendatangi Rudi dan membuka kain
sarung yang menutupi kepalanya. Melihat kondisi Rudi, Ismail kemudian memanggil
petugas lapas. Luka parah di kepalanya menyebabkan Rudi tewas.</span></div>
<span style="font-size: small;"></span><br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;">
<span style="font-size: small;"> <b><span style="line-height: 200%;"> </span></b></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="line-height: 200%;">KESIMPULAN KASUS</span></b></span></div>
<span style="font-size: small;">Paryono yang merupakan Narapidana Lapas Kelas I
Bandarlampung kasus pencurian dan kekerasan, sekarang harus menjalani sidang
dengan kasus yang berbeda di Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjungkarang, terkait
pembunuhan yang dilakukannya terhadap Rudi Suroso yang merupakan rekan satu sel
terdakwa di Lapas kelas I Bandarlampung. Sampai kasus di atas diberitakan,
jalannya pemeriksaan kasus yang bersangkutan di sidang Pengadilan Negeri Kelas
I A Tanjungkarang hingga tanggal 31 Mei 2012 baru sampai pada tahap Tuntutan
Pidana dari Penuntut Umum. Kasus tersebut bermula dari kecemburuan Pelaku
terhadap Korban yang diduga memiliki hubungan dekat dengan Istri Pelaku, hingga
akhirnya pada Tanggal 2 Desember 2011 sekitar pukul 02.00 WIB Pelaku pergi ke
dapur dan menemukan lumpang berdiameter 20 cm, kemudian dengan lumpangan
tersebut Pelaku memukul kepala Korban (Rudi Suroso) yang ketika itu sedang
tidur. Akibat pemukulan tersebut Korban meninggal di tempat kejadian, yang
diketahui oleh rekan satu sel Pelaku dan Korban, yaitu Ismail dan Abdul Amin.
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="line-height: 200%;">ANALISIS KASUS</span></b></span></div>
<span style="font-size: small;">Setelah suatu kasus melewati proses-proses, yang
dimulai dari tahap Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan, Maka akhirnya
sampailah pada proses acara pemeriksaan perkara pidana di sidang Pengadilan.</span><br />
<span style="font-size: small;">Dari 3 bentuk acara pemeriksaan yang ada dalam
Hukum Acara Pidana, kasus “pembunuhan rekan satu sel” dengan tersangka Paryono yang
digelar di Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjungkarang adalah termasuk kedalam
bentuk Pemeriksaan Acara Biasa. Kasus tersebut termasuk kedalam bentuk Pemeriksaan
Acara Biasa karena dari segi pembuktiannya yang tidak mudah dan tidak sederhana
dan dari segi ancaman hukumannya yang tidak sebentar serta berdasarkan atas
pendapat Penuntut Umum bahwa sidang dilakukan dengan Acara Pemeriksaan Biasa. </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: small;"><b>A.<span style="font-family: "times new roman"; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Kewenangan Mengadili dan Penetapan Hari
Sidang </b></span></div>
<span style="font-size: small;">Jalannya pemeriksaan suatu kasus di Pengadilan tentu
sebelumnya tidak lepas dari adanya kewenangan pengadilan untuk mengadili.
Berdasarkan Pasal 152 KUHAP :
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: small;">
(1) Dalam hal pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara
dan berpendapat bahwa perkara itu termasuk wewenangnya, ketua pengadilan
menunjuk Hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan Hakim yang ditunjuk
itu menetapkan hari sidang.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 0.25in; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;">
Pada kasus “pembunuhan rekan satu sel” di atas, Pengadilan Negeri Kelas I
A Tanjungkarang sudah menerima pelimpahan berkas perkara kasus tersebut dari
Penuntut Umum dan telah diperiksa bahwa kasus pembunuhan tersebut merupakan
kewenangan relatif dari Pengadilan
Negeri Kelas I A Tanjungkarang untuk mengadili. Kemudian untuk memimpin
jalannya persidangan kasus pembunuhan Rudi Soroso ada 3 orang Hakim, yang
terdiri atas 1 orang Hakim Ketuaa,dan 2 orang Hakim anggota, serta Hakim
tersebut sudah menetapkan hari pertama digelarnya sidang.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: small;">
(2) Hakim dalam menetapkan hari sidang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) memerintahkan kepada Penuntut Umum supaya memanggil
terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 0.25in; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;">
Pada sidang kasus pembunuhan di atas, Penuntut Umum telah memanggil
Terdakwa dan Saksi dengan cara yang patut atau sudah berdasarkan ketentuan
undang-undang yang berlaku, yaitu pemanggilan dalam bentuk tertulis dengan
jangka waktu maksimal 3 hari sebelum dilangsungkannya persidangan di hari
pertama.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: small;"><b>B.<span style="font-family: "times new roman"; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Prosedur Pemeriksaan di Persidangan</b></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span style="font-size: small;">
Secara keseluruhan selama pemeriksaan di persidangan berjalan, Pasal
153 ayat (2) huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menetapkan bahwa “
Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan
secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh oleh Terdakwa dan
Saksi”. Pada kasus “pembunuhan rekan satu sel” di atas, pemeriksaan selama
persidangan berlangsung sudah dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia
yang bisa dimengerti oleh Paryono (Terdakwa), Ismail dan Abdul amin ( Saksi)
yang merupakan rekan-rekan satu sel dengan Terdakwa dan Korban. <u>Tahap-tahap
jalannya pemeriksaan di persidangan adalah </u>:</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: small;"><b>1.<span style="font-family: "times new roman"; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Pembukaan sidang oleh Hakim ketua</b></span> </div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Pasal 153 ayat (3) KUHAP mengatur bahwa “untuk
keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka
untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Pada sidang kasus pembunuhan terhadap Rudi Suroso yang
dilakukan oleh Terdakwa Paryono di atas, Hakim Ketua sidang telah mengatakan
bahwa “ sidang terbuka untuk umum”, sehingga apa yang diatur dalam Pasal 153
ayat (3) KUHAP di atas sudah dipenuhi, dan secara tidak langsung hal ini sudah
memenuhi salah satu azas dalam hukum acara pidana, yaitu azas pemeriksaan
pengadilan terbuka untuk umum. Selanjutnya Hakim Ketuapun memerintahkan
Terdakwa yang dalam kasus ini adalah Paryono dipanggil untuk memasuki ruang
sidang dengan berpenampilan rapi dan sopan serta dalam keadaan bebas/tanpa
dibelenggu/tanpa diborgol, karena seperti yang tergambar dalam kasus tersebut
bahwa sebelum pemeriksaan di persidangan atas kasus pembunuhan tersebut pelaku
sudah menjalani masa penahanan.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: small;"><b>2.<span style="font-family: "times new roman"; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Pemeriksaan identitas Terdakwa</b></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Pada permulaan sidang kasus “pembunuhan rekan satu sel”
di atas, Hakim ketua sudah melaksanakan salah satu proses awal dimulainya pemeriksaan
dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjungkarang, yaitu
menanyakan kepada terdakwa mengenai nama lengkap, tempat lahir, umur atau
tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan
pekerjaannya, serta hal lain yang bagi Hakim perlu untuk diingatkan terkait
jalannya sidang.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Hal tersebut menunjukkan bahwa Fakta kasus di atas
sudah memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 155 ayat (1) KUHAP.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: small;"><b>3.<span style="font-family: "times new roman"; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Pembacaan surat dakwaan oleh Penuntut Umum</b></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Mengenai pembacaan surat
dakwaan oleh Penuntut Umum di atur di dalam Pasal 155 ayat (2) huruf a KUHAP bahwa
“...Hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan”.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Pada sidang perdana kasus pembunuhan di atas Jaksa
Penuntut Umum yang dalam hal ini adalah Eka Septriana Sari sudah melakukan
pembacaan surat dakwaan, yaitu dengan menjerat Paryono (Terdakwa) dengan <i>dakwaan</i> <i>primer melanggar Pasal 338 KUHP, subsider Pasal 353 ayat (3) KUHP,
lebih subsider Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang menghilangkan nyawa orang lain
yang didahului dengan tindakan penganiayaan.</i></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: small;"><b>4.<span style="font-family: "times new roman"; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Kesempatan Terdakwa atau Penasehat Hukum
untuk mengajukan keberatan (EKSEPSI)</b></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Dalam pemeriksaan perkara pidana di persidangan kepada
Terdakwa atau Penasehat hukumnya diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan,
ialah terkait <i>pengadilan yang tidak
berwenag mengadili perkara tersebut atau dakwaan yang tidak dapat diterima atau
surat dakwaan
harus dibatalkan.</i></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Namun jika dicermati pada kasus “pembunuhan rekan satu
sel” di atas, Terdakwa(Paryono) maupun Penasehat Hukumnya tidak mengajukan
keberatan. Hal ini dapat dilihat atau dibuktikan dari penggalan kalimat yang
ada pada uraian kasus di atas, yaitu “…Terdakwa telah menyesali dan mengakui
perbuatannya…”. Jadi dari kutipan tersebut tersirat bahwa dengan mengakui
perbuatan dan membenarkan pembunuhan yang telah dilakukannya, Terdakwa tidak
ada lagi alasan untuk mengajukan keberatan atau Eksepsi.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: small;"><b>5.<span style="font-family: "times new roman"; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Pemeriksaan Saksi-saksi, Terdakwa, dan
Pembuktian</b></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Pada sidang selanjutnya adalah agenda pemeriksaan
saksi, terdakwa dan pembuktian, hal ini di atur dalam Pasal 159 sampai Pasal
174 KUHAP. Dalam hal sebelum memberikan keterangan, para saksi wajib untuk
mengucapkan sumpah menurut cara agamanya masing-masing, kecuali dalam hal yang
ditentukan Pasal 171 KUHAP. Setelah keterangan saksi di dengarkan, Hakim ketua
sidang akan menanyakan pendapat dari Terdakwa terkait kesaksian yang diberikan.
</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Dalam kasus “pembunuhan rekan satu sel” di atas Jaksa
Penuntut Umum telah menghadirkan para saksi dan keterangan mereka sudah diperdengarkan,
dimana mereka adalah rekan satu sel Korban dan Terdakwa saat menjadi narapidana
di Lapas Kelas I Bandarlampung, yaitu Ismail dan Abdul Amin. Hal yang sama juga
dilakukan terhadap terdakwa( Paryono) untuk dimintai keterangannya yang
disertai dengan memperlihatkan barang-barang bukti di persidangan. Barang bukti
yang diperlihatkan di persidangan kasus
pembunuhan Rudi Suroso oleh Terdakwa Paryono adalah berupa lumping yang terbuat
dari batu berwarna hitam dengan diameter 20cm berbentuk bulat, 1 unit ponsel
berwarna hitam merah beserta 2 simcard yang dirampas terdakwa untuk
dimusnahkan.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Dalam pemeriksaan saksi maupun terdakwa di persidangan
Hakim atau Jaksa Penuntut Umum dan Penasehat Hukum atas izin dari Hakim Ketua
dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Kemudian dalam Pasal 177 ayat (1)
menyebutkan bahwa “Jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia,
hakim ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji
akan menterjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan”.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: small;"><b>6.<span style="font-family: "times new roman"; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Tuntutan Pidana dari Penuntut Umum</b></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Setelah pemeriksaan saksi,terdakwa dan pembuktian
selesai, proses selanjutnya adalah sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 182
ayat (1) huruf a KUHAP, yaitu Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Sidang kasus
“pembunuhan rekan satu sel” yang dilakukan Paryono terhadap Rudi Suroso yang
berlangsung di Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjungkarang pada tanggal 31 Mei
2012 adalah mengagendakan pembacaan tuntutan pidana dari Penuntut Umum. Pada
sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum-Eka Septriana Sari, menuntut Paryono dengan
pidana penjara selama 12 Tahun, Paryono dinyatakan bersalah karena memenuhi
semua unsur Pasal 338 KUHP dan selama pemeriksaan di persidangan tidak
ditemukan adanya hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana terdakwa
yang juga terpidana kasus pencurian dengan kekerasan.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: small;"><b>7.<span style="font-family: "times new roman"; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Pembelaan oleh Terdakwa dan/atau Penuntut
Umum (PLEDOI)</b></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Setelah adanya tuntutan pidana dari Penuntut Umum,
tahap pemeriksaan selanjutnya adalah pengajuan pembelaan dari terdakwa dan atau penasehat hukum, hal ini di atur
dalam Pasal 182 ayat (1) huruf b KUHAP.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Jika kita hanya melihat bacaan pada uraian kasus di
atas, Maka yang tergambar jelas sampai pada sidang yang terakhir dilaksanakan
31 Mei 2012 barulah sampai kepada tuntutan pidana yang diajukan oleh Jaksa
Penuntut Umum, sedangkan tahap pemeriksaan berikutnya baru ada dan dilaksanakan
pada hari persidangan selanjutnya yang ditetaapkan oleh Hakim.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Namun walaupun begitu, Penulis akan tetap mencoba untuk
menganalisa bagaimana gambaran kedepannya kelanjutan proses pemeriksaan di
persidangan terhadap kasus pembunuhan di atas terkait tahap Terdakwa dan atau
Penasehat hukum mengajukan pembelaannya.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Jika mencermati kasus yang sedang disidangkan, yaitu
kasus “pembunuhan rekan satu sel” dan dilihat dari tuntutan JPU 12 tahun
penjara, serta dari pengakuan Terdakwa bahwa “benar ia melakukan pembunuhan”.
Sehingga dalam kasus ini Terdakwa tidak bisa menyangkal lagi, akan tetapi
pembelaan yang dapat diajukan Terdakwa atau Penasehat hukumnya hanyalah bahwa
dalam hukuman pidananya agar Hakim dapat mempertimbangkan bahwa Terdakwa patut
untuk lebih diringankan dari tuntutan JPU selama 12 Tahun, karena di dalam
persidangan Terdakwa menyesali akan kesalahannya, berkelakuan baik dan sopan,
serta tidak memberikan keterangan yang berbelit-belit.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: small;"><b>8.<span style="font-family: "times new roman"; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Jawaban Penuntut Umum terhadap pembelaan
(REPLIK)</b></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Pada kasus di atas, menurut pencermatan Penulis
walaupun Terdakwa menyampaikan pembelaan sebagaimana dijelaskan pada point
sebelumnya, tapi dalam hal ini dimungkinkan Jaksa Penuntut Umum akan tetap pada
pendirian awalnya bahwa Terdakwa dinyatakan bersalah dan dituntut selama 12
Tahun penjara yang didasarkan atas bukti-bukti yang ada.</span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: small;"><b>9.<span style="font-family: "times new roman"; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Jawaban Terdakwa atau Penasehat Hukum
terhadap Replik (DUPLIK)</b></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0.25in;">
<span style="font-size: small;">
Agenda pada persidangan berikutnya sesuai dengan proses/jalannya
pemeriksaan di persidangan adalah mendengarkan jawaban Terdakwa atau Penasehat
hukum terhadap jawaban Penuntut Umum(replik). Pada dasarnya pada kasus
pembunuhan di atas, tentu Terdakwa ataupun Penasehat hukum akan tetap pada apa
yang telah disampaikan dalam agenda sidang sebelumnya , yaitu pada penyampaian
pembelaan Terdakwa dan atau Penasehat hukum. </span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<span style="font-size: small;">
</span>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b>B</b>erdasarkan uraian analisis kasus di
atas, dapat disimpulkan bahwa jalannya pemeriksaan di persidangan pada kasus
“pembunuhan rekan satu sel” yang dilakukan oleh Tersangka ( Paryono) terhadap
Korban (Rudi Suroso) di atas, sudah sesuai dengan prosedur-prosedur yang telah
diatur di dalam Acara Pemeriksaan biasa di persidangan, yaitu sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 152 sampai dengan Pasal 182 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).</span></div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-86060453582987789642014-11-26T06:43:00.000-08:002016-10-29T23:18:09.692-07:00MENYOAL TINDAKAN ALA BAR-BAR MAIN HAKIM SENDIRI <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
</w:WordDocument>
</xml><![endif]--><br />
<div style="text-align: justify;">
Oleh: Refki Saputra</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Kejahatan tidak hanya terjadi karena ada niat pelakunya, tapi juga karen ada
kesempatan”.<br />
Inilah sepenggal kalimat yang diampaikan oleh “bang Napi” dalam salah satu
tayangan berita kriminal yang terkesan sederhana namun selalu mewanti-wanti
kita (baca: penontonya) untuk selalu wasapada dari tindak kejahatan yang ada
disekitar kita. Namun jangan lupakan juga, niat untuk berbuat jahat yang
dilakukan oleh seseorang tidak hanya berasal dari dalam diri mereka, tapi juga
karena didesak oleh suatu hal yang ada di luar diri mereka senadiri. Artinya,
ia melakukan kejahatan karena suatu keterpaksaan bukan karen sikap batinnya yang
memang jahat (mens rea).</div>
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sebagaimana yang diungkapkan oleh para Utilitarianisme
seperti Jheremy Bentham dan Van Jhering, dimana manusia pada prinsipnya akan
melakukan tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan
mengurangi penederitaan (Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi 2001: 64). Jadi manusia dalam
hidup bermasyarakat, selalu ingin selalu berada dalam kondisi tentram dan damai
untuk mewujudkan kebahagian mereka masing-masing. Jika kondisi tersebut terusik
oleh tidakan-tindkan manusia lain, maka akan timbul reaksi terhadap gangguan
tersebut. Celakanya, reaksi yang diberiakan terkadang tidak manusiawi lagi,
bahkan cenderung mengenyampingkan hak-hak asasi manusia.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kondisi inilah yang marak terjadi dalam tidakanan main hakim
sendiri (eihgent richting) yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap pelaku
kejahatan yang tertangkap tangan. Tak memandang intensitas dan kerugian akibat
dari kejahatan yang diperbuat, meskipun hanya sekedar maling jemuran. Perbuatan
yang dianggap jahat dan meresahkan masyarakat, jika kedapatan oleh warga maka
tiada ampun bagi pelakunya, seperti pukulan, terjangan bahkan tak jarang
siksaan sampai matipun akan diterima oleh pelaku.<br />
Seperti halnya pemberitaan seorang pencuri sepatu yang tertangkap tangan, dan
kemudian dihakimi masa sampai babak belur disalah satu televisi swasta kemarin
ini. Setelah pelaku mengalami luka di sekujur wajahnya baru kemudian diserahkan
kekantor polisi setempat, kemudian setelah diamankan, dia mencoba kabur dengan
naik keatas atap. Merasa dirinnya tak akan bisa lolos, sponta ia langsung
menjatuhkan dirinya ke jalan dan langsung tak sadarkan diri, dengan tubuh
bersimbah darah aparat kepolisian langsung membawanya kerumah sakit terdekat.<br />
<br />
<b>Sebab Musabab</b><br />
Melihat peristiwa diatas, sekirannya dapat dikaji mengapa pelaku bisa nekat
melakukan tindakan menjatuhkan diri tersebut. Pertama, dia kemungkinan baru
pertama kali melakukan perbuatan pencurian dan tak siap harus menanggung malu
karena ditanggkap oleh polisi. Biasanaya, jika penjahat yang sudah terbiasa
berbuat kejahatan, ia tau tindakan apa yang hendak diberikan kepadanya jika
mencuri benda-benda yang nilainya tak seberapa. Namun, jika kita bawakan kepada
kasus diatas, pastilah pelaku mengira akan disiksa lebih berat jika sampai
kekepolisian. Kedua, Kejahatan yang ia perbuat bisa jadi karena keterpaksaan
karena himpitan ekonomi, jadi bunuh diri akan lebih baik daripada akan menambah
beban jika ia dipenjara nantinya. Ketiga, kemungkinan kondisi physikis pelaku
yang memang sedang tergoncang, karena merasa dirinya tak berguna lagi di
masyarakat karena mencuri.<br />
Mengapa hal demikian bisa terjadi? Sepasang sepatu bisa menimbulkan kematian
terhadap seseorang. Sebuah pertannyaan yang harus dijawab oleh kita semua,
masyarakat yang demi mengembalikan keseimbangan akibat kekacauan yang
ditimbulkan dari pencurian sepatu. Mengapa dengan gampangnya nyawa orang
melayang di bangsa ini, hanya karena masyarakatnya yang tak mau berfikir
panjang dalam menyelesaikan masalah. Sungguhnya kita kembali kepada zaman
jahilliyah, dimana orang bertindak dengan cara bar-bar tanpa memandang hak
asasi seorang manusia yang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan
memperbaiki kesalahan. Padahal kita mengaku sebagai bangsa yang hidup dalam
bingkai negara hukum yang menjunjung tinggi hukum dan Hak Asasi Manusia
sebagaimana dicantumkan dalam hukum dasar tertinggi kita yakni UUD 1945 (vide
pasal 1 ayat 3 UUD 1945). Namun tidak semua orang menyadari hal itu, dan
tindakan seperti halnya diatas, acap kali terjadi dalam proses penegakkan hukum
pidana di negara kita.<br />
<br />
<b>Menilik Sedikit Kebelakang</b><br />
Beberapa hal ini disinyalir menjadi faktor yang mendasari masyarakat cenderung
berlaku bar-bar dalam menanggulangi kejahatan. Pertama, sumberdaya manusia yang
rendah, karena banyak orang yang tidak mengenyam pendidikan yang sempurna,
akibatnya mempengaruhi pola dalam berhubungan dengan masyarakat yang cenderung
antipati terhadap kejelekan orang. Kedua, ketidaktahuan akan proses penegakan
hukum yang harus mengacu pada Hak Asasi Manusia yang implementasinya sering
juga kita dengan dengar dengan asas “praduga tidak bersalah” (presumtion of
innocence). Ketiga, ketidakberfungsian dari lembaga struktural dalam masyarakat
seperti RT, RW atau pemuka masyarakat setempat yang seharusnya bisa menjadi
pencegah kebrutalan dalam masyarakat.<br />
Negara sebagai organisasi kekuasaan juga sepantasnyalah bertanggung jawab dalam
proses penegakan hukum. Dalam hal ini sebagai pengatur masyarakatnya agar dapat
mencegah perbutan dari main hakim sendiri yang mendorong kepada dekadensi moral
karena pelcehan terhadap Hak Asasi Manusia. Misalnya dalam hal pengaturan,
perlu adanya politik hukum pidana yang dapat mengantisipasi tindakan-tindakan
masyarakat dalam melakukan penegakan hukum seperti regulasi dalam hal
penanganan pelaku kejahatan dengan mencantumkan sanksi yang tegas terhadap
pelaku main hakim sendiri. Kemudian perlu ditingkatkan kegiatan-kegiatan yang
bersifat sosialisasi terhadap Hak Asasi Manusia dalam konteks sebagai pelaku
tindak pidana. Terakhir profesionlisme kinerja aparat yang kemudian harus
ditingkatkan agar kejadian main hakim sendiri ini cepat diminimalisir jika pun
terjadi. Harapan kepada perwujudan masyarakat yang adil dan beradap sebagaimana
yang dicita-citakan dalam ideologi bangsa ini mudah-mudahan dapat terwujud
dengan kerjasama semua pihak baik masyarakat secara umum dan lembaga-lembaga
formil yang terkait. <br />
<br />
*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum<br />
Universitas Andalas Padang</div>
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156">
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if !mso]><img src="//img2.blogblog.com/img/video_object.png" style="background-color: #b2b2b2; " class="BLOGGER-object-element tr_noresize tr_placeholder" id="ieooui" data-original-id="ieooui" />
<style>
st1\:*{behavior:url(#ieooui) }
</style>
<![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style>
<![endif]--><span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-11788176745856939972014-11-26T06:39:00.000-08:002014-11-26T06:39:35.799-08:00PENINGKATAN KEAMANAN, KETERTIBAN, DAN PENANGGULANGAN KRIMINALITAS<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
</w:WordDocument>
</xml><![endif]--><span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV; mso-bidi-font-weight: bold;">A. Pendahuluan </span><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV; mso-bidi-font-weight: bold;">Upaya
penanggulangan gangguan keamanan, ketertiban, dan tindak kriminalitas telah
menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan walaupun masih ditemukan gangguan
keamanan dan hambatan yang dapat mengganggu suasana yang sudah kondusif
tersebut. Upaya pemberantasan perjudian, </span><span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">penanganan pembalakan liar (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">illegal logging</i>) dan pencurian ikan (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">illegal fishing</i>)<i style="mso-bidi-font-style: normal;">, </i>serta
penanganan penyalahgunaan narkoba yang relatif intensif pada akhir-akhir ini
telah menunjukkan hasil yang signifikan. Langkah Pemerintah tersebut akan terus
dilakukan secara konsisten dan seyogyanya didukung penuh oleh seluruh lapisan
masyarakat agar kondisi aman dan tertib dapat semakin diwujudkan. Selain itu,
pemberantasan perjudian yang konsisten juga akan membangkitkan semangat warga
untuk bekerja keras dan tidak terbuai oleh harapan kosong keuntungan berlipat<span style="mso-bidi-font-weight: bold;">. </span></span></div>
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">F<span style="mso-bidi-font-weight: bold;">aktor kompleksitas kepentingan sosial politik, ketidakadilan, kesenjangan
kesejahteraan ekonomi, dan provokasi yang mengeksploitasi perbedaan etnis,
agama dan golongan</span> merupakan faktor-faktor yang melatarbelakangi
terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban terutama k<span style="mso-bidi-font-weight: bold;">onflik berdimensi kekerasan di beberapa daerah. P</span>elaksanaan
pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung di beberapa wilayah yang
tidak disertai dengan kepatuhan terhadap hukum dan kematangan elite politik
masyarakat daerah telah menyebabkan berbagai kerusuhan sosial dan konflik
horizontal. Selain itu, sebagai konsekuensi letak geografis yang strategis pada
persimpangan dua benua dan dua samudra, Indonesia secara langsung dan tidak
langsung juga menjadi lokasi tindak kejahatan transnasional seperti
penyalahgunaan narkoba. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan makin
meningkatnya globalisasi juga menyebabkan kejahatan transnasional semakin
kompleks dan makin tinggi intensitasnya serta dapat dikendalikan dari wilayah
di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). <span style="mso-bidi-font-weight: bold;">Sementara itu, masih rendahnya kepercayaan
masyarakat kepada aparat penegak hukum juga menyebabkan kepatuhan masyarakat
terhadap hukum pada setiap kejadian tindak pidana masih rendah, bahkan
kecenderungan main hakim sendiri masih tinggi.</span></span></div>
<h1 style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 28.35pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-indent: -28.35pt;">
<span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">I.<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Permasalahan yang Dihadapi</span></h1>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">Semakin meningkatnya kekhawatiran
dan keresahan masyarakat terhadap semakin merebaknya tindak kriminal sebagai
akibat penyalahgunaan narkoba merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Pada umumnya pengguna narkoba merupakan golongan pemuda baik yang masih duduk
di bangku sekolah dan perguruan tinggi, sedangkan pengedarnya adalah
orang-orang yang memiliki jaringan yang kuat dengan bandar narkoba. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">Kesigapan aparat keamanan dalam
mendeteksi dan mengatasi gejala awal telah mampu meredam potensi konflik
menjadi tidak muncul ke permukaan. Makin meningkatnya toleransi masyarakat
terhadap keberagaman dan makin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya rasa aman dalam beraktivitas menjadikan upaya adu domba SARA
antarkelompok masyarakat dapat dihindari. Namun,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>hal tersebut perlu terus diamati karena sewaktu-waktu
dapat muncul kembali dengan adanya gesekan-gesekan dari oknum yang tidak
bertanggung jawab.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156">
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style>
<![endif]-->
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">Sampai saat ini, pembangunan
kelautan dan perikanan telah memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi
perekonomian nasional dan peningkatan penerimaan negara. Namun, pelaksanaannya
masih dihadapkan pada berbagai kendala yang harus segera mendapatkan penanganan
tersendiri. Berbagai masalah tersebut, antara lain, masih maraknya praktik
pencurian ikan (<i>illegal fishing)</i>, terjadinya pencemaran laut, lemahnya
penegakan hukum, rendahnya kesadaran bangsa akan arti pentingnya dan nilai
strategis sumber daya kelautan, dan belum optimalnya pengelolaan dan
pemanfaatan pulau-pulau kecil, terutama yang berada di wilayah
terluar/terdepan. Jika tidak mendapat perhatian yang cukup, masalah ini dapat
menjadi salah satu pemicu ketidakstabilan, keamanan, dan rawan gangguan
terhadap faktor-faktor pengaruh negatif dari negara tetangga. Untuk itu,
Pemerintah telah mengambil langkah-langkah penanganan masalah yang intensif mengenai
rancangan instruksi Presiden tentang Pemberantasan dan Pencegahan Penangkapan
Ikan secara Ilegal di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.</span></div>
<span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">Kejahatan</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;"> transnasional di bidang kehutanan terjadi
dengan semakin maraknya pencurian kayu dari hutan Indonesia yang dilakukan oleh
pelaku yang berasal dari negara-negara tetangga atau pelaku yang <span style="letter-spacing: -.1pt;">berperan aktif memfasilitasi perdagangan kayu
hasil pembalakan liar (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">illegal logging</i>).
</span>Hal tersebut terjadi akibat adanya kesenjangan yang besar antara
permintaan dan pasokan kayu legal, yang untuk kebutuhan industri domestik saja
diperkirakan mencapai 35–40 juta meter kubik per tahun. Kesenjangan tersebut
dipenuhi dari pembalakan liar. Industri pengolahan kayu yang bergantung pada
kayu yang ditebang secara ilegal mencapai 65 persen dari pasokan total di tahun
2000. Pembalakan liar ditengarai sebagai ancaman yang paling serius bagi
keberlanjutan fungsi hutan, baik dari aspek ekonomi, ekologis, maupun sosial.
Kerugian hutan Indonesia akibat praktik pembalakan liar diperkirakan mencapai
US$ 5,7 miliar atau sekitar Rp46,74 triliun per tahun, belum termasuk nilai
kerugian dari aspek ekologis seperti musnahnya spesies langka serta
terganggunya daerah aliran sungai yang berimbas pada kehidupan manusia dan
sekitarnya yang berpotensi menimbulkan dampak bencana seperti tanah longsor,
kebakaran hutan, dan kekeringan. Upaya mengatasi masalah pencurian kayu itu
adalah suatu usaha yang sulit mengingat pelakunya memiliki jaringan yang sangat
luas dan sulit tersentuh. </span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156">
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style>
<![endif]--><span lang="IN" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN;">Pemerintah dalam upaya mengatasi
masalah tersebut dari segi yuridis telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor
4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara Ilegal di Kawasan
Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Semangat baru yang<span class="goohl1"><span style="mso-bidi-font-weight: bold;"> dilandasi penegakan hukum yang tegas,
diharapkan akan mampu memutus</span></span> jaringan peredaran kayu ilegal baik
domestik maupun antarnegara.</span>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<h1 style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 28.35pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-indent: -28.35pt;">
<span lang="IN" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN; text-transform: uppercase;">II.<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></span><span lang="IN" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN;">Langkah-Langkah Kebijakan
dan Hasil-Hasil yang Dicapai<span style="text-transform: uppercase;"></span></span></h1>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<span lang="NL" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: NL;">Langkah kebijakan yang akan
ditempuh untuk meningkatkan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan
kriminalitas adalah sebagai berikut.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 27.0pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-layout-grid-align: none; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -27.0pt;">
<span lang="FI" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FI;"><span style="mso-list: Ignore;">1)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="FI" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FI;">penguatan koordinasi dan kerja sama antara kelembagaan
pertahanan dan keamanan;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 27.0pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-layout-grid-align: none; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -27.0pt;">
<span lang="FI" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FI;"><span style="mso-list: Ignore;">2)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FI" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FI;">peningkatan kapasitas dan kinerja lembaga keamanan, yaitu
Polri, TNI, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Intelijen Negara (BIN), Lembaga Sandi
Negara (Lemsaneg), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Badan Koordinasi Kemanan
Laut (Bakorkamla);</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 27.0pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-layout-grid-align: none; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -27.0pt;">
<span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;"><span style="mso-list: Ignore;">3)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">peningkatan kegiatan dan operasi bersama keamanan di
laut; </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 27.0pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-layout-grid-align: none; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -27.0pt;">
<span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;"><span style="mso-list: Ignore;">4)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">peningkatan upaya komprehensif pengurangan pemasokan dan
pengurangan permintaan narkoba; </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 27.0pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-layout-grid-align: none; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -27.0pt;">
<span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;"><span style="mso-list: Ignore;">5)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">peningkatan pengamanan di wilayah perbatasan;<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 27.0pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-layout-grid-align: none; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -27.0pt;">
<span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;"><span style="mso-list: Ignore;">6)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">pembangunan upaya pemolisian masyarakat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">(community policing)</i> dan penguatan peran
aktif masyarakat dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat;</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 27.0pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-layout-grid-align: none; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -27.0pt;">
<span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;"><span style="mso-list: Ignore;">7)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">peningkatan penegakan undang-undang dan peraturan serta
mempercepat proses penindakan pelanggaran hukum.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">Dalam kurun waktu sepuluh bulan
terakhir hasil-hasil penting yang telah berhasil dicapai, antara lain, adalah
sebagai berikut.</span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156">
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if !mso]><img src="//img2.blogblog.com/img/video_object.png" style="background-color: #b2b2b2; " class="BLOGGER-object-element tr_noresize tr_placeholder" id="ieooui" data-original-id="ieooui" />
<style>
st1\:*{behavior:url(#ieooui) }
</style>
<![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style>
<![endif]-->
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 27.0pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;">
<span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;"><span style="mso-list: Ignore;">1)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">Pengembangan jaringan telah dilakukan pada Pos Intelijen
Wilayah pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dan pada Pos
Intelijen Wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota. Selain itu, peningkatan kerja sama
internasional di bidang intelijen yang handal telah dilaksanakan melalui
koordinasi seluruh badan-badan intelijen pusat dan daerah di seluruh wilayah
NKRI serta kerja sama institusi intelijen negara-negara ASEAN dengan pertukaran
informasi intelijen.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 27.0pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;">
<span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;"><span style="mso-list: Ignore;">2)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">Sebagai langkah pemantapan hasil penelitian dan
pengembangan materiel persandian, telah diciptakan prototipe sistem sandi dan
peralatan sandi yang memberikan jaminan keamanan bagi terselenggaranya jaring
komunikasi sandi di seluruh instansi pemerintah. Hal ini didukung dengan
pengadaan alat laboratorium, perekayasaan perangkat lunak persandian,
perekayasaan peralatan sandi, penelitian penguasaan teknologi, dan penelitian
peralatan sandi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 27.0pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;">
<span lang="FR" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FR;"><span style="mso-list: Ignore;">3)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FR" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FR;">Untuk </span><span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">mengatasi</span><span lang="FR" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FR;"> kapasitas pendidikan Polri yang terbatas, telah dibangun
lima Sekolah Polisi Negara (SPN) dalam tahun 2004 yang terletak di Lombok,
Kendari, Bandarlampung, Jambi, dan Palu. Tahun 2005 dibangun satu SPN di
Bengkulu, sehingga saat ini di setiap Polda telah terbentuk SPN kecuali di
Kalimantan Tengah, Yogyakarta dan Kepulauan Riau. Demikian juga halnya dengan
pola pendidikan, telah dilakukan penyesuaian dengan pola 5 bulan pembelajaran
di kelas, 5 bulan magang/pelatihan kerja di lapangan dan 1 bulan pembulatan.
Setiap tahun dilaksanakan dua gelombang pendidikan pembentukan bintara,
sehingga jumlah personel Polri yang pada awal tahun 2002 sebesar 251.564
personnel, pada saat ini telah mencapai jumlah 305.456 personel.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 27.0pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;">
<span lang="FR" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FR;"><span style="mso-list: Ignore;">4)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="FR" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FR;">Selanjutnya, </span><span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">guna</span><span lang="FR" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FR;"> mendukung kendali operasional telah dibangun sistem<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>operasional yang menjadikan jaringan dasing (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">on-line</i>) di seluruh jajaran dengan
Markas Besar. Hal tersebut juga didukung pembangunan manajemen informasi sistem
yang memungkinkan penyampaian data secara waktu nyata (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">real time</i>). Seluruh jaringan dapat dikendalikan dari satu ruangan
kendali pusat krisis (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">crisis centre</i>)
di Markas Besar dan terhubung keseluruh Polda secara dasing (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">on-line</i>), bahkan dapat terhubung dengan
tempat kejadian perkara dengan sistem komunikasi bergerak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 27.0pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;">
<span lang="FR" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FR;"><span style="mso-list: Ignore;">5)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FR" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FR;">Dalam rangka pemulihan keamanan, khususnya dalam
menghadapi konflik yang terjadi di beberapa wilayah, antara lain, NAD, Papua,
Maluku, dan Sulawesi (Poso, Morowali, Mamasa, dan Tentena), telah dilaksanakan
operasi penegakan hukum dan operasi terpadu antara Polri, TNI dan pemerintah
daerah.</span><span lang="FR" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FR;">Sementara itu, dalam menyelesaikan konflik vertikal di
Provinsi NAD, Polri telah menggelar operasi penegakan hukum yang merupakan
bagian dari lima program operasi terpadu. </span><span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;">Berhasilnya penyelenggaraan
Pemilu 2004 di Provinsi NAD merupakan suatu indikator bagi pemulihan keamanan
di wilayah tersebut. Meskipun masih terjadi kerawanan yang bersifat fluktuatif,
secara umum konflik yang terjadi di Poso dan Maluku telah dapat dipulihkan dari
darurat sipil ke tertib sipil yang didukung oleh segenap unsur aparatur negara
dan masyarakat yang telah mampu memelihara dinamika situasi.</span>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 27.0pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;">
<span lang="FR" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FR;"><span style="mso-list: Ignore;">6)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FR" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FR;">Telah </span><span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;">terjalin</span><span lang="FR" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FR;"> kerja sama internasional dalam rangka menjawab tantangan
global dan semua bentuk gangguan keamanan yang tidak lagi mengenal batas negara
(<i style="mso-bidi-font-style: normal;">borderless crime</i>), kerja sama
internasional merupakan jawaban bagi seluruh penegak hukum di dunia untuk bangkit
memerangi kejahatan yang bersifat trans nasional.</span><span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;"> Kerja sama internasional teknis
profesional penanggulangan kejahatan juga telah dilakukan dengan Jerman (GSG),
Jepang (JICA), dan Amerika Serikat (ICITAP, ATA, DEA). Selanjutnya, dalam
rangka memberikan perlindungan bagi warga negara Indonesia yang berada di luar
negeri, maka telah ditempatkan perwira penghubung (LO/SLO) di berbagai negara,
antara lain, Arab Saudi, Malaysia, Thailand, Filipina, Timor Leste, dan
Australia.</span>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 28.35pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -28.35pt;">
<span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;"><span style="mso-list: Ignore;">7)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FR" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FR;">Dalam rangka kerja sama pendidikan, telah dikirim
sebanyak 1.082 personel Polri untuk menempuh pendidikan di mancanegara serta
kerja sama dengan negara-negara donor (<i>partnership</i>) dan kerja sama
operasional, terutama dengan negara-negara yang berbatasan langsung, khususnya
Malaysia, Filipina, Timor Leste, Australia dan Selandia Baru.</span><span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 28.35pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -28.35pt;">
<span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;"><span style="mso-list: Ignore;">8)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FR" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FR;">Dalam</span><span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;"> kurun waktu satu tahun terakhir, kejahatan transnasional
berupa tindak pidana pencucian uang telah ditangani sebanyak 133 kasus, yakni
47 kasus di antaranya telah selesai dilakukan penyidikan dan sebanyak 18 kasus
telah divonis<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">.</b> Kasus-kasus menonjol
pembobolan Bank BNI serta kasus terorisme seperti kasus bom Bali, J.W. Marriot,
Kuningan, rumah Dubes Filipina, Bandara Soekarno Hatta, Gedung DPR-MPR, Ambon,
dan Tentena sudah ditangani secara khusus dan para tersangka yang terlibat
sebagian besar sudah berhasil diajukan ke pengadilan, termasuk pengungkapan
jaringannya<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">.</b> Dalam tahun 2004 telah
terjadi tujuh kasus bom dan saat ini sedang diungkapkan dengan kemajuan yang
menggembirakan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 28.35pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -28.35pt;">
<span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;"><span style="mso-list: Ignore;">9)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FR" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FR;">Kejahatan</span><span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;"> terhadap kekayaan negara, khususnya pembalakan liar pada
tahun 2004 tercatat 896 kasus dengan tersangka 1.885 orang, barang bukti
sebanyak 223.385,51 m3 kayu dan alat yang digunakan berupa 109 kapal, 320 truk,
serta 258 alat berat dan ringan berupa trailer, dan lain lain. Sebanyak 625
kasus telah selesai diproses dan 273 kasus dalam proses penyidikan. Pada tahun
2005 telah digelar operasi hutan lestari dengan jumlah laporan 363 kasus,
tersangka 488 orang, dan kasus yang telah diselesaikan sebanyak 60 kasus.
Tindak pidana korupsi yang ditangani sejak tahun 2002 sebanyak 1.009 kasus dan
dapat diselesaikan sebanyak 400 kasus dengan kerugian negara mencapai
Rp8.576.596.837.278,00 dan yang berhasil dikembalikan sebanyak
Rp161.467.153.655,00.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 28.35pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -28.35pt;">
<span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;"><span style="mso-list: Ignore;">10)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="FR" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: FR;">Penanganan</span><span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;"> kejahatan narkoba terdapat 8.401 kasus yang melibatkan
11.315 tersangka dan sejumlah barang bukti. Sampai dengan 10 bulan terakhir
ini, BNN telah dapat membentuk Satuan Koordinasi Pelaksanaan <span style="mso-bidi-font-weight: bold;">Program Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada tingkat kelurahan di wilayah
Provinsi DKI.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 28.35pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -28.35pt;">
<span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;"><span style="mso-list: Ignore;">11)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;">Dalam rangka perbaikan pelayanan perizinan telah
dilakukan penggantian surat izin dengan model baru sesuai dengan UU No. 31
Tahun 2004 tentang Perikanan, dengan menyederhanakan proses perizinan yang
semula 16 hari kerja menjadi 7 hari kerja, dan membuat proses perizinan menjadi
satu atap, dan penggantian bentuk dan format perizinan usaha penangkapan ikan
sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 06 Tahun 2005. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 28.35pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -28.35pt;">
<span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;"><span style="mso-list: Ignore;">12)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;">Untuk penanganan pemalsuan dokumen izin usaha penangkapan
ikan telah dilakukan pencabutan izin usaha penangkapan kepada 155 kapal
eks-asing berbendera Indonesia yang melakukan pemalsuan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">deletion certificate</i> (penghapusan status bendera kapal dari negara
asal ke Indonesia). </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 28.35pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -28.35pt;">
<span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;"><span style="mso-list: Ignore;">13)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;">Dalam rangka pengembangan program v<i style="mso-bidi-font-style: normal;">essel monitoring system</i> (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">VMS</i>),
telah dilaksanakan pemasangan<span style="mso-bidi-font-style: italic;">
transmiter </span>dengan sasaran kapal perikanan Indonesia dengan ukuran lebih
besar dari 100 gros ton (GT) dan seluruh kapal perikanan asing. </span><span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">Sampai saat ini telah
terpasang sebanyak 1.312 buah<span style="mso-bidi-font-style: italic;">
transmiter </span>dari target sebanyak 1.500 buah. </span><span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 28.35pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -28.35pt;">
<span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;"><span style="mso-list: Ignore;">14)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="IT" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IT;">Di samping itu, Pemerintah juga telah menetapkan
pemberantasan pencurian kayu di hutan negara dan perdagangan kayu ilegal
sebagai salah satu prioritas pembangunan di bidang kehutanan. Adapun hasil yang
telah dicapai, antara lain, adalah pelatihan polisi hutan 130 orang, dan PPNS
56 orang, melaksanaan kegiatan operasi pengamanan hutan: (1) Sandi Wanalaga I
di Kalimantan Barat dengan hasil 25 kasus; (2)<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>operasi pengamanan hutan di TN Betung Kerihun menghasilkan tiga orang
tersangka dengan barang bukti kayu tebangan 3.000 batang kayu; (3) Operasi
Hutan Lestari II di Papua yang menghasilkan 147 orang tersangka dengan barang
bukti 71.408 batang kayu; (4) Operasi Wanabahari untuk menangkap KM Caraka Jaya
Niaga III-23 bermuatan 34 peti kemas kayu tanpa SKSHH serta KMV Iloeva yang
bermuatan 48 peti kemas kayu; dan (5) penangkapan KM berbendera Kroasia di
Irian Jaya Barat dengan dokumen susulan dari Dinas Pertanian, Kehutanan, dan
Lingkungan Hidup, Kabupaten Teluk dengan jumlah kayu sebanyak 7.121,24 m3. </span></div>
<h3 style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 27.0pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-list: l1 level2 lfo1; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 11.0pt;"><span style="mso-list: Ignore;"> </span></span></h3>
<h3 style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 27.0pt; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; mso-list: l1 level2 lfo1; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 11.0pt;"><span style="mso-list: Ignore;">III.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 11.0pt;">Tindak
Lanjut yang Diperlukan</span></h3>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<span lang="IN" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN;">Dalam upaya peningkatan keamanan,
ketertiban dan penyelesaian konflik, tindak lanjut yang diperlukan adalah
pengembangan SDM Kepolisian, pengembangan strategi keamanan, </span><span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">pemeliharaan</span><span lang="IN" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN;"> keamanan dan ketertiban
masyarakat, dan peningkatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, serta
upaya pemantapan keamanan dalam negeri. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<span lang="IN" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN;">Dalam pengembangan SDM
Kepolisian, tindak lanjut yang diperlukan adalah penyusunan kurikulum
pendidikan aplikatif yang diarahkan untuk membentuk anggota Polri yang
profesional, memiliki kemahiran dan sikap terpuji serta memiliki kepatuhan
hukum yang tinggi, melakukan pembinaan karier berdasarkan sistem berkualifikasi
(<i style="mso-bidi-font-style: normal;">merit system), </i>dengan
mempertimbangkan aspek moral dan kemampuan. Dengan demikian, akan terwujud
kultur Polri yang sesuai dengan tuntutan masyarakat demokratis yang mampu
melaksanakan tugas sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat dengan
senantiasa menjunjung tinggi hak asasi manusia.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<span lang="IN" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN;">Dalam<span style="mso-bidi-font-weight: bold;"> rangka pengembangan strategi keamaman, tindak lanjut yang diperlukan
adalah meningkatkan upaya penanggulangan bahaya premanisme </span></span><span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">yang</span><span lang="IN" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold;">
meresahkan masyarakat dan menimbulkan gangguan keamanan, serta p</span><span lang="IN" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN;">encegahan dan penindakan
terhadap penyalahgunaan senjata api, serta meluasnya pemilikan senjata api
tanpa izin. Seiring dengan itu, fungsi bimbingan masyarakat dilaksanakan
(melekat) pada setiap anggota dan semua fungsi Kepolisian di samping tugas
pokok masing-masing.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">Dalam</span><span lang="IN" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN;"> hal pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat, tindak lanjut yang diperlukan adalah pengaturan kekuatan
yang ada di setiap satuan (Polda, Polwil/tabes, Polres/ta, Polsek) yang dua
pertiga kekuatan merupakan kekuatan Polisi berseragam, membuka akses
(memberikan) pelayanan/pelaporan kepada masyarakat seluas-luasnya serta
meningkatkan kecepatan bergerak (tanggapan/aksi), dan pelayanan kepada
masyarakat yang berorientasi kepada kepuasan masyarakat dengan kriteria
kecepatan dan kemudahan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<span lang="IN" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN;">Untuk menindaklanjuti
pemberantasan pencurian ikan di laut, akan terus ditingkatkan pengembangan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">monitoring, controling and surveilance (MCS)</i>
melalui pelaksanaan operasi bersama TNI-AL dan Polri secara intensif dengan
prioritas wilayah di Laut Arafuru dan Laut Cina Selatan. Bersamaan dengan
peningkatan operasi, pada tahun-tahun ke depan akan dilakukan pengembangan v<i style="mso-bidi-font-style: normal;">essel monitoring system</i> (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">VMS</i>) melalui pemasangan <span style="mso-bidi-font-style: italic;">transmiter </span>di kapal-kapal perikanan.
Di samping itu, akan dilakukan penguatan sistem pengawasan berbasis masyarakat
(siswasmas) serta pengenalan radar pantai. </span><span lang="SV" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: SV;">Langkah ini terus akan
ditingkatkan agar pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan dapat
semakin efektif. </span><span style="font-size: 11.0pt;">Koordinasi dan
sinkronisasi juga dilaksanakan dalam upaya pencegahan pencemaran di laut dengan
cara melakukan pengamatan di lapangan, baik langsung maupun tidak langsung,
yang ditindaklanjuti dengan upaya penanganannya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<span lang="IN" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN;">Selain</span><span style="font-size: 11.0pt;"> itu, </span><span lang="IN" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN;">perlu</span><span style="font-size: 11.0pt;"> segera
diselesaikan kesepakatan-kesepakatan dengan negara lain yang berbatasan wilayah
lautnya dengan Indonesia
agar pertahanan dan keamanan wilayah laut dapat terjaga dengan baik. Perhatian
juga harus diberikan bagi pulau-pulau kecil terluar/terdepan yang berada di
wilayah perbatasan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
<span lang="IN" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN;">Dalam</span><span style="font-size: 11.0pt;"> hal pencegahan dan penanggulangan pembalakan
liar,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tindak lanjut yang diperlukan
meliputi upaya (1) m</span><span lang="IN" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN;">elanjutkan operasi preventif, khususnya di Papua dan di wilayah perbatasan
Kalimantan, dengan kegiatan operasi intelijen (menghimpun informasi), operasi
represif (menangkap pihak yang terlibat seperti cukong, pelaku dan oknum
aparat), operasi yustisi (pengaturan penanganan barang bukti), dan penanganan
dampak pasca operasi (pemulihan kondisi industri perkayuan nasional), melalui
pendekatan kemakmuran (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">prosperity
approach)</i>; (2) me</span><span style="font-size: 11.0pt;">nata kembali tenaga
polisi kehutanan serta melengkapi sarana dan prasarana pengamanan; (3)
memperkuat kerja sama antarinstansi, khususnya antara Departemen Kehutanan,
Mabes Polri, Kejaksaan Agung, TNI AL, dan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK); (4) meningkatkan pemberdayaan masyarakat
pascaoperasi represif dengan menciptakan peluang kerja dan berusaha; (5)
menangkap</span><span lang="IN" style="font-size: 11.0pt; mso-ansi-language: IN;">
dan memproses secara hukum pelaku pembalakan liar serta pelanggar hukum di
kawasan hutan Indonesia; (6) merevitalisasi kelembagaan polisi hutan sebagai
bagian dari desentralisasi kewenangan; (7) mempercepat penyelesaian kasus hukum
pelanggaran/kejahatan hutan; (8) melindungi dan mengamankan hutan; (9)
menegakkan undang-undang dan peraturan serta mempercepat proses penindakan
pelanggaran hukum di sektor kehutanan; serta (10) m<span style="layout-grid-mode: line;">eningkatkan dan mengefektifkan kerjasama antar negara dalam mengatasi dan
mencegah perdagangan hasil alam yang dilakukan secara ilegal dan merusak alam.</span></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt;">
</div>
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156">
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style>
<![endif]--><span class="fullpost">
</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-73312718218839119782014-10-12T01:31:00.002-07:002019-10-23T18:56:17.849-07:00ANALISIS KASUS (Pasal 339 KUHP)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
KASUS<br />
Pada tanggal 24 Mei 2008 salah seorang ABG di Blitar menjadi korban
pemerasan. Pelakunya 2 orang dengan mengendarai sepeda motor. Korban
diminta untuk menyerahkan<br />
dompet dan handphone. Oleh karena korban masih mempertahankan handphonenya, pelaku<br />
lantas mengeluarkan sebilah pisau panjang dan memberikan ancaman kepada<br />
korban. Sesaat setelah ancaman itu dilontarkan kepada korban, pelaku menusukkan<br />
pisau tersebut ke bagian perut korban. Akibatnya, korban bersimbah darah dan<br />
akhirnya nyawa korban tidak tertolong. Setelah berhasil menguasai barang, kedua<br />
pelaku melarikan diri.<br />
<a name='more'></a><br />
HAKEKAT HUKUM<br />
Perbuatan pidana secara istilah adalah perbuatan yang dilarang oleh
suatu aturan hukum yang mana disertai sangsi yang berupa pidana
tertentu, ada juga yang mengatakan bahwa perbuatan yang oleh suatu
aturan hukum dilarang dan diancam pidana ditujukan kepada perbuatanya.
Dalam kasus ini, Perbuatan yang dilakukan oleh Pelaku adalah Kejahatan
terhadap Nyawa dan masuk dalam ruang lingkup Pidana Umum.<br />
Sementara itupula dalam peristiwa pidana juga mempunyai beberapa syarat diantaranya:<br />
1. Harus ada perbuatan manusia<br />
2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilakukan dalam ketentuan hukum<br />
3. Harus terbuktiadanya pada orang yang berbuat<br />
4. Perbuatan harus berlawanan dengan hukum<br />
5. Terhadap perbuatan tersebut harus ada ancaman hukumnya didalam UU<br />
Dalam KUHP dapat dijelaskan terdapat dua unsur yaitu unsur subjektif dan
unsur objektif dimana unsur subjektif memiliki pengertian unsur yang
melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri pelaku dan
segala sesuatu yang terkandung didalam lainya, sementara unsur objektif
adalah unsur-unsur yang ada hubungannyadengan keadaan-keadaan mana
tindakan itu dilakukan. Dimana setiap unsur tersebut terdapat beberapa
unsur cabang dari setiap unsur tersebut agar lebih mudah
mengklasifikasikan adapun unsur-unsur subjektif dibagi menjadi sebagai
berikut:<br />
1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan<br />
2. Maksud atau suatu percobaan dimana dimaktubkan seperti halnya dalam pasal 53 ayat 1 KUHP<br />
3. Macam-macam tujuan tindakan<br />
4. Perencanaan<br />
5. Perasaan takut<br />
Sementara unsur objektif adalah sebagai berikut:<br />
1. Sifat melanggar hukum<br />
2. Kualitas keadaan pelaku atau jati diri pelaku<br />
3. Hubungan kausalitas.<br />
Setelah kita memahami dari dua unsur tersebut diatas maka kita
selanjutnya adalh mengetahui bagaimana kita merumuskan suatu tindakan
pidana disini penulis akan memberikan tiga cara dalam perumusan suatu
tindakan pidana yaitu:<br />
1. Dilihat dari tata cara pencantuman unsur-unsur pidananya dibagi menjadi dua bagian:<br />
a. Mencantumkan unsur pokok dengan cara mengkualifikasikan dan ancaman pidana apa yang akan diterapakan.<br />
b. Mencantumkan semua unsur pokok tanpa perlu adanya kualifikasi terlebih dahulu<br />
2. Dilihat dari sudut titik beratnya larangan dibagi menjadi dua yaitu:<br />
a. Dengan cara formil<br />
b. Dengan cara materiil<br />
3. Dilihat dari sudut pembedaan tindak pidana dilihat antara bentuk pokok yang lebih ringan ataupun lebih berat.<br />
Drs Adami Chazawi, SH membedakan tidakan pidana atas dasar-dasar tertentu seperti:<br />
a. menurut sistem KUHP dibedakan anatara kejahatan dan pelanggaran<br />
b. menurut cara merumuskanya dibedakan antara tindak pidana formil dan pidana materiil<br />
c. berdasarkan bentuk kesalahannay antra sengaja maupun tidak sengaja<br />
d. berdasarkan macam perbuatanya anatara tidak pidana aktif dan tidak pidana pasif<br />
e. berdasarkan jangka waktunya dibedakan antara tindak pidana seketika dan jangka panjang<br />
f. berdasarkan sumbernya dibedakan antara tindak pidana umum dan khusus<br />
g. dilihat dari subjek hukumnya dibedakan anatara tindak pidana yang dapat dilakukan siapa saja dan dan orang tertentu<br />
h. berdasarkan ancaman pidana yang akan diterima.<br />
i. Berdasarkan hukum yang dilindungi<br />
j. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan<br />
k. Dari sudut sering tidaknya dilakukan perbuatan tersebut.<br />
ANALISIS<br />
Perbuatan yang dilakukan oleh pelaku semula hanya bertujuan untuk memeras<br />
korban. Sehingga korban menyerahkan dompet dan handphonennya kepada
pelaku.(Hal ini memenuhi unsur Pemerasan yang terdapat dalam Pasal 368
ayat 1 KUHP) Seandainya korban tidak melakukan perlawanan, besar
kemungkinan tidak akan terjadi penusukan terhadap korban. Karena,
setelah barang sudah dikuasai oleh pelaku, korban masih bertahan untuk
mengambil kembali barangnya. Kemudian, pelaku menusukkan pisau ke perut
korban. Penusukan tersebut dilakukan oleh pelaku dalam rangka untuk
mempertahankan (memantapkan) barang yang sudah dikuasai dan untuk
mempermudah bagi pelaku untuk melarikan diri. Pelaku pastilah sudah
mengerti jika ia menusukkan pisau ke bagian perut dapat menimbulkan luka
bahkan berujung kematian. Alasannya :<br />
a. Bahwa ketika pelaku menusukkan pisau ke korban Karena korban
merasakan sakit dan secara spontan tubuhnya akan bergerak/ bereaksi
sehingga dapat menggeser posisi pisau semula sehingga dapat mengenai
organ tubuh yang vital<br />
b. Bahwa di dalam perut ada pembuluh darah aorta abdominal yang
merupakan pembuluh darah besar dan berhubungan langsung dengan organ
jantung.Sehingga jika terjadi luka / goresan pada bagian tersebut
darah akan mengucur banyak dan besar kemungkinan korban akan kehabisan
darah dan berujung kematian.<br />
Berdasar analisis di atas, perbuatan pelaku dapat dimasukkan ke dalam<br />
pasal 339 KUHP. Dikarenakan memenuhi unsure-unsur Pasal 339 KUHP.<br />
Unsur-unsur Pasal 339 KUHP<br />
a. Unsur obyektif<br />
1. Pembunuhan<br />
2. Diikuti, disertai, atau didahului dengan tindak pidana lain (dalam
kasus ini tindak pidana lain yang dimaksud adalah Pemerasan)<br />
b. Unsur Subyektif dilakukan dengan maksud untuk:<br />
1. Mempersiapkan<br />
2. Mempermudah<br />
3. Jika terpergok : untuk melepaskan diri sendiri atau peserta lain dari
perbuatan itu dari hukuman, atau intuk menjamin kepemilikan barang yang
diperoleh dengan melawan hukum<br />
Kejahatan yang dimaksud dalam Pasal 339 KUHP, selain pelaku melakukan pembunuhan tetapi juga. Melakukan perbuatan pidana lain.<br />
2. Turut Serta<br />
Berdasarkan<br />
Pasal 55 KUHP, dipidana sebagai pelaku tindak pidana<br />
1. mereka, yang melakukan perbuatan pidana.<br />
2. mereka, yang menyuruhlakukan perbuatan pidana<br />
3. mereka , yang turut serta melakukan perbuatan pidana.<br />
4. mereka yang membujuk supaya dilakukan perbuatan pidana.<br />
Dalam kasus ini, pelaku yang menusuk korban dapat dikenakan Pasal 55
ayat 1 KUHP, karena Kejahatan tersebut dilakukan lebih dari seorang.
Menurut Schaffmeister, Keijzer, Sutorius. Turut serta melakukan artinya:
bersepakat dengan orang lain membuat rencana<br />
untuk melakukan suatu perbuatan pidana dan secara bersama-sama
melaksanakannya (kerjasama).” jadi, apabila dikaitkan dengan kasus
diatas, perbuatan Pelaku kedua tidak dapat dikenakan Pasal 55 ayat 1
angka 1(Turut serta) KUHP.<br />
Karena perbuatan pembunuhan ini tidak direncanakan terlebih dahulu dan
tidak atas inisiatif pelaku kedua. Sehingga unsur yang terkandung dalam
pasal 55 ayat 1 tentang<br />
turut serta tidak terpenuhi. Dalam hal ini lebih tepatnya di kenakan
pasal 56 tentang pembantuan tindak pidana.sehingga ancamana pidananya
dikurangi 1/3 dari ancaman pidana pokok.<br />
V. KESIMPULAN<br />
Dari analisis diatas, maka dapat ditarik kesimpulan :<br />
1. Perbuatan pelaku untuk menusuk korban hanya bertujuan untuk
memantapkan barang yang sudah dikuasainya serta untuk mempermudah untuk
melarikan diri. Oleh karena memenuhi unsur – unsur pasal 339 KUHP, maka
pelaku dapat dikenakan ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal
339 KUHP<br />
2. Pelaku yang mengendarai sepeda motor tidak dapat dikenakan Pasal 55 KUHP melainkan Pasal 56 KUHP.<br />
3. Harapan untuk setiap para masyakat agar selalu waspada karena
keamanan adalah tergantung dari diri kita sendiri dan kadang kala tindak
kejahatan lahir karena berasal dari diri kita sendiri oleh sebab itu
jangan bagi kita untuk memamerkan apa yang membuat kita dapat di jadikan
mangsa oleh orang lain. Dan yang terpenting bagi masyarakat adalah
jangan takut untuk melaporkan keganjilan-keganjilan yang muncul dalam
lingkungan sekitar kita.<br />
4. Dan harapan saya buat aparatur negara adalah menjaga setiap titik
rawan yang ada disetiap sudut kota dan juga jangan menjadikan motto yang
sudah dibuat hanya sekedar tulisan yang tidak bermakna akan tetapi
aplikasi dari motto itu sendiri yang terpenting.<br />
Daftar Pustaka<br />
1989, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,<br />
Chazawi. Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1 dan 2, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2000<br />
Saifullah, Konsep Dasar Hukum Pidana,Malang: Fakultas Syariah UIN Malang,2004<br />
Sugandhi, KUHPdan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya,1990.<br />
<span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-90071729010345229692014-10-12T01:27:00.001-07:002019-10-23T18:56:52.757-07:00TINDAK PIDANA ABORSI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<b>1. PENDAHULUAN</b><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
Dalam Pasal 28 (a) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Mengisyaratkan bahwa konstitusi negeri ini melindungi hak hidup warga negara, Dengan hak hidup itu negara akan menjaga dan melindungi hak hidup setiap warganya, sehingga negara melalui alat negara penegak hukum akan bertindak apabila ada dan diketahui terjadi penghilangan hak hidup manusia.<br />
<br />
Berbanding lurus dengan hal tersebut, seperti yang dijelaskan dalam Al Qur’an Surat Al Maidah ayat 32:<br />
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.<br />
<a name='more'></a>Selanjutnya mengenai pembunuhan terhadap janin dalam kandungan, Al Qur’an menjelaskan pada surat Al Isra’ ayat 31<br />
<br />
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.<br />
<br />
Di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Indonesia pun dikenal adanya ancaman untuk pelaku tindakan penghilangan hak hidup manusia, dalam hal ini seperti pembunuhan berencana yang dapat diancam hukuman mati, selain itu ada juga penganiayaan yang menyebabkan kematian orang lain, termasuk didalamnya pembunuhan yang dilakukan terhadap bayi yang masih dalam kandungan yang dikenal dengan tindak pidana aborsi.<br />
<br />
Di dalam KUHP, pasal-pasal yang membicarakan tindak pidana aborsi antara lain adalah pasal 299, 346, 347, 348, dan 349, yang berbicara tentang aborsi yang dilakukan oleh seorang wanita, dokter, ahli, atau pihak lain yang tanpa ataupun dengan disengaja menggugurkan kandungan seorang wanita baik melalui persetujuan ataupun tidak dengan persetujuan wanita yang mengandung tersebut.<br />
<br />
Dalam makalah studi kasus ini, penulis berupaya mengungkap tindak pidana aborsi yang berhubungan dengan pasal-pasal dalam KUHP tersebut diatas, dengan tujuan untuk mengetahui apakah tindak pidana tersebut sudah memenuhi syarat sehingga dapat dijatuhkan pidana sesuai dengan ancaman yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut.<br />
<br />
<b>2. POSISI KASUS</b><br />
<br />
Pelaku : dr. Edward Armando (1) dan Heny Kusumawati (2)<br />
Korban : Bayi dalam kandungan pelaku (2)<br />
<br />
Perbuatan : Pelaku (2) mendatangi pelaku (1) agar supaya dilakukan operasi aborsi untuk menggugurkan janin dalam kandungannya yang berusia 2 bulan, selanjutnya pelaku (1) melakukan operasi aborsi tersebut.<br />
<br />
Motif : Pelaku (1) melakukan operasi aborsi setelah mendapat persetujuan dari pelaku (2)<br />
Waktu : Kamis, 2 Februari 2011<br />
Tempat : Tempat Praktek pelaku (1), Jalan Dukuh Kupang Timur X/4, Surabaya<br />
<br />
<b>3. LANDASAN TEORI</b><br />
<br />
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh[1].<br />
<br />
Ketentuan mengenai tindak pidana aborsi dapat dijumpai dalam Bab XIV Buku Kedua KUHP tentang kejahatan terhadap kesusilaan yaitu pada Pasal 299, Bab XIX Buku Kedua KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa yaitu pada Pasal 346-349 KUHP. Adapun rumusan selengkapnya pasal- pasal tersebut[2]:<br />
<br />
Pasal 299 :<br />
Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan memberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika ia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.<br />
<br />
Pasal 346<br />
<br />
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.<br />
<br />
Pasal 347<br />
<br />
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.<br />
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.<br />
<br />
Pasal 348<br />
<br />
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.<br />
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.<br />
<br />
Pasal 349<br />
<br />
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.<br />
<br />
<br />
<br />
Dari pasal-pasal tersebut diatas, dapat dirumuskan bahwa tindak pidana aborsi itu dilarang dalam hukum pidana Indonesia, dan merupakan tindakan yang illegal tanpa kecuali, Hal ini tidak terlepas dari pandangan bahwa anak dalam kandungan merupakan subjek hukum sehingga berhak menerima perlindungan hukum.<br />
<br />
Oleh karena sudah dirumuskan demikian sebagaimana pasal-pasal diatas, maka dalam kasus aborsi, minimal ada dua orang yang terkena ancaman pidana, yakni si wanita sendiri yang hamil serta barangsiapa yang sengaja membantu si perempuan tersebut menggugurkan kandungannya (pasal 346). Seorang perempuan yang hamil dapat terkena ancaman pidana kalau ia sengaja menggugurkan kandungan dengan atau tanpa bantuan orang lain. la juga dapat terkena ancaman pidana kalau ia minta bantuan orang lain dengan cara menyuruh orang itu untuk menggugurkan kandungannya. Khusus untuk orang lain yang disuruh untuk menggugurkan kandungan dan ia benar-benar melakukannya, maka baginya berlaku rumusan Pasal 347 dan 348 KUHP.<br />
<br />
Sebagaimana tercantum dalam pasal 346 dan 348, untuk kasus tindak pidana aborsi tersebut diatas dapat dirumuskan unsur-unsur sebagai berikut :<br />
<br />
Unsur subjektif : 1. Dengan disengaja<br />
2. Dengan menyuruh orang lain<br />
3. Dengan adanya persetujuan<br />
<br />
Unsur Objektif : 1. Menggugurkan atau mematikan<br />
2. Kandungan atau janin<br />
<br />
<br />
<b>4.ANALISIS</b><br />
Sebuah tindak pidana dapat dijatuhi pidana apabila telah memenuhi tiga unsur perbuatan pidana, yaitu;<br />
<br />
(1) perbuatan,<br />
(2) unsur melawan hukum obyektif, dan<br />
(3) unsur melawan hukum subyektif.<br />
<br />
Dalam kasus tersebut diatas, dapat disimpulkan telah memenuhi tiga unsur perbuatan pidana dan dengan hal ini dapat dijatuhi pidana. Unsur-unsur tersebut dapat dijabarkan dalam penjelasan berikut :<br />
Unsur perbuatan terpenuhi dengan adanya tindakan dari pelaku (1) yang melakukan aborsi terhadap kandungan pelaku (2) dengan persetujuan pelaku (2), dalam hal ini pelaku (2) juga melakukan tindak pidana yaitu dengan sengaja menggugurkan kandungannya dengan meminta bantuan pelaku (1)</div>
<div style="text-align: justify;">
Unsur melawan hukum obyektif juga telah terpenuhi. Karena tindakan pelaku (1) dan pelaku (2) telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang tercantum dalam pasal 346 dan 348 KUHP, yaitu “sengaja”, “dengan persetujuan”, dan “menggugurkan kandungan”</div>
<div style="text-align: justify;">
“Sengaja” dibuktikan dalam perbuatan tersebut dengan adanya permintaan dari pelaku (2) kepada pelaku (1) untuk menggugurkan kandungannya sendiri.<br />
“dengan persetujuan” dibuktikan dengan adanya persetujuan antara pelaku (1) dan pelaku (2) untuk menggurkan kandungan pelaku (2)<br />
“menggugurkan kandungan” maksudnya mematikan janin dalam kandungan, yang merupakan delik materiil. Dalam hal ini diperlukan adanya akibat, bukan hanya perbuatan. Dalam kasus ini terdapat tindak pidana aborsi yang mengakibatkan kematian bagi janin dalam kandungan. Maka dengan demikian unsur-unsur tersebut telah terpenuhi.<br />
Unsur ketiga, yaitu unsur melawan hukum subjektif, dalam hal ini, yaitu pertanggungjawaban dan kesalahan. Pertanggungjawaban maksudnya adalah kemampuan para pelaku untuk bertanggungjawab, dan tidak memenuhi pasal 44 KUHP. Dalam kasus ini para pelaku memenuhi unsur pertanggungjawaban tersebut. Kesalahan dalam hal ini adalah kesengajaan dan kelalaian, dan dalam kasus ini para pelaku dinilai melakukan kesengajaan.<br />
<br />
<b>5.PENUTUP</b><br />
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:<br />
Perbuatan dr. Edward Armando dan Heny Kusumawati, yaitu dengan sengaja melakukan tindakan aborsi dengan adanya persetujuan, merupakan suatu perbuatan pidana, karena telah memenuhi tiga unsur perbutan pidana.<br />
Bentuk perbuatan pidananya adalah aborsi atau menggugurkan janin kandungan, karena adanya akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut, yaitu gugurnya janin dalam kandungan tersebut.<br />
Bagi dr. Edward Armando diancam pidana sebagaimana terdapat pada pasal 348 KUHP, karena bertindak sebagai seseorang yang dengan sengaja melakukan tindakan aborsi dengan adanya persetujuan.<br />
Sedangkan bagi Heny Kusumawati dijerat pasal 346 KUHP, karena merupakan wanita yang melakukan tindakan aborsi dengan sengaja dan dengan menyuruh orang lain.</div>
<br />
<span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-75549594651466830552014-10-12T01:19:00.000-07:002019-10-23T18:58:52.356-07:00ANALISIS TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="field field-name-body field-type-text-with-summary field-label-hidden">
<div class="field-items">
<div class="field-item even">
<strong>(Putusan Nomor: 78/Pid.B/2013/PN.Ska)</strong><br />
<br />
<em>Oleh: Mahrus Ali(Alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia)</em><br />
Analisis kasus di bawah ini merupakan kasus perkosaan yang melibatkan
Ranto (bukan nama sebenarnya) dan Kasno (bukan nama sebenarnya)
terhadap saksi korban perkosaan yang merupakan difabel rungu wicara.
Tindakan terjadi pada Selasa, 12 Desember 2013 di daerah Mojosongo,
Surakarta. Dalam tindakan perkosaan tersebut juga terjadi kasus
pencurian terhadap uang yang dimiliki oleh saksi korban perkosaan.
Namun, dalam proses hukumnya terdakwa hanya didakwa pasal tentang
pencurian, kekerasan seksual berupa perkosaan tidak ada dalam tuntutan
kasus.<br />
Berdasarkan posisi kasus tersebut, Jaksa Penuntut Umum kemudian
mendakwa terdakwa dengan dakwaan subsidaritas, yaitu primair melanggar
Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan, dan
subsidair melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP tentang pencurian yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih yang bersekutu.<br />
<a name='more'></a><br />
<strong>Fakta-fakta Hukum Persidangan</strong><br />
Setelah pemeriksaan selesai dilakukan, hakim menyatakan bahwa terdapa
sejumlah fakta-fakta hukum yang terbukti secara sah dan meyakinkan
dilakukan oleh terdakwa Ratno serta terdakwa Kasno sebagai berikut:<br />
<ul>
<li>Selasa, 4 Desember 2012 sekitar jam 04.15 di dalam kompleks
makam cina “MOJO” Jebres Surakarta para terdakwa bersama dengan
teman-temannya yakni saksi Kasno dan telah menyetubuhi saksi korban
secara bergantian;</li>
<li>Persetubuhan yang dilakukan para terdakwa bersama-sama dengan
temannya tidak ada upaya paksa atau kekerasan tetapi atas janji para
terdakwa dan teman-temannya akan memberikan uang kepada saksi korban;</li>
<li>Setelah para terdakwa selesai melakukan persetubuhan dengan saksi
korban, mereka pergi dan kemudian dengan mengendarai sepeda motor para
terdakwa bersama teman-temannya beserta saksi korban mutar ke arah
palur;</li>
<li>Setelah para terdakwa bertemu dengan saksi Dani (bukan nama
sebenarnya) di Plaza Palur mereka kembali ke kuburan Jebres karena para
terdakwa bersama teman-temannya ingin melakukan persetubuhan kembali
terhadap saksi korban;</li>
<li>Selanjutnya setelah saksi Kasno berhasil membujuk saksi korban masuk
ke kompleks pekuburan tersebut dan tiba-tiba saksi Kasno mendorong
saksi korban sampai terjatuh dan saksi Kasno mengambil tas milik saksi
korban;</li>
<li>Setelah para terdakwa dan teman-temannya sampai di lapangan Benowo
Palur berhenti kemudian dompet milik saksi korban tersebut dibuka oleh
saksi Kasno yang ternyata isi dompet tersebut ada uangnya sebesar
153.000;</li>
<li>Uang tersebut diambil oleh saksi Kasno, sedangkan dompet dibuang.
Uang itu kemudian dipergunakan oleh saksi Kasno dan para terdakwa secara
bersama-sama untuk membeli mie dan rokok.<a href="http://www.solider.or.id/2014/01/08/analisis-putusan-tindak-pidana-pencurian-dengan-kekerasan#_ftn1" id="_ftnref1" name="_ftnref1" title="">[1]</a></li>
</ul>
<strong>Pasal yang Terbukti dan Putusan Hakim</strong><br />
Setelah melalui proses pembuktian berdasarkan fakta-fakta yang
terungkap di persidangan, hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian
dengan kekerasan sebagaimana dalam dakwaan primair, yaitu Pasal 365 ayat
(2) ke-2 KUHP, dan menjatuhkan pidana penjara selama 10 (sepuluh)
bulan. Putusan ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang
menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun karena
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
pencurian dengan kekerasan.<br />
<strong>Beberapa Catatan Kritis</strong><br />
Terdapat beberapa catatan penting terkait fakta-fakta hukum
persidangan yang oleh hakim dinyatakan terbukti serta hal yang
memberatkan. <em>Pertama</em>, hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian
dengan kekerasan. Padahal, alat bukti yang dihadirkan hanyalah satu alat
bukti, yakni keterangan saksi. Sekalipun saksi yang dihadirkan
berjumlah 7 (tujuh) orang, tapi itu masih dalam satu jenis alat bukti
berupa keterangan saksi. Bukankah berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHP
‘Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya’? Jika ketentuan ini dihubungkan
dengan alat bukti yang dihadirkan, jelas putusan nomor
78/Pid.B/2013/PN.Ska harus dinyatakan batal demi hukum.<br />
<em>Kedua, </em>keterangan Sujito dan Eko Basah Maryanto, dua orang
polisi yang sedang piket Unit Lantas di Pos Lantas Ringroad Mojosongo
Jebres, Surakarta, menunjukkan bahwa saksi korban tidak hanya diambil
dompet yang berisi uang Rp. 153.000, tapi juga diperkosa. Saat keduanya
sedang berada di Pos Lantas Mojosongo, ia mendapat laporan kalau di
depan ISI II Ringroad Mojosongo Jebres Surakarta ada yang berkelahi.
Atas laporan tersebut, saksi bersama Eko Basah Maryanto kemudian
mendatangi TKP. Saat itu, di TKP ada seorang laki-laki yang
ditarik-tarik oleh saksi korban yang belakangan diketahui tidak bisa
bicara (gagu) sambil menangis. Saat ditanya kenapa menangis, saksi
korban hanya memberi tanda/gerakan tangan yang mengarah ke persetubuhan.
Karena tidak begitu jelas, kedua pelaku tersebut selanjutnya dibawah
oleh saksi ke Polsek Jebres untuk ditindaklanjuti. Setelah sampai di
Polsek itu, kedua orang pelaku diinterogasi, hasilnya saksi korban
diperkosa dua orang tersebut bersama kawan-kawannya.<a href="http://www.solider.or.id/2014/01/08/analisis-putusan-tindak-pidana-pencurian-dengan-kekerasan#_ftn2" id="_ftnref2" name="_ftnref2" title="">[2]</a><br />
Keterangan tersebut sebenarnya dapat dijadikan sebagai dasar oleh
majelis hakim untuk membuktikan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana
perkosaan terhadap saksi korban. Apalagi, ada fakta di proses penyidikan
yang dihilangkan saat olah Tempat Kejadian Perkara bahwa sebelum
disetubuhi, saksi korban dipaksa meminum minuman keras terlebih dahulu.
Hakim tidak berperspektif difabel ketika hal yang memberatkan hanya
berupa ‘perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat’. Fakta bahwa saksi
korban merupakan tunarungu wicara sama sekali tidak dijadikan sebagai
pertimbangan hukum hakim ketika mempertimbangkan hal-hal yang
memberatkan. Mungkin karena itulah, pidana penjara yang dijatuhkan oleh
kepada terdakwa hanya 10 (sepuluh) bulan, apalagi terdakwa sendiri telah
ditahan selama kurang lebih 7 bulan. Artinya, 5 bulan setelah putusan
hakim dijatuhkan, terdakwa akan menghirup udara bebas.<br />
Keberadaan korban yang termasuk ke dalam salah satu kelompok rentan
karena termasuk difabel rungu wicara seharusnya menjadi pertimbangan
yang memberatkan ancaman pidana yang dijatuhkan hakim, sehingga jika
tindak pidana pencurian dengan kekerasan tetap dinyatakan terbukti
sekalipun hanya didukung oleh satu alat bukti, pidana penjara yang
dijatuhkan mestinya lebih berat dari itu.<br />
<br />
<a href="http://www.solider.or.id/2014/01/08/analisis-putusan-tindak-pidana-pencurian-dengan-kekerasan#_ftnref1" id="_ftn1" name="_ftn1" title="">[1]</a> Putusan Nomor: 78/Pid.b/2013/PN.Ska, hlm 19-20<br />
<a href="http://www.solider.or.id/2014/01/08/analisis-putusan-tindak-pidana-pencurian-dengan-kekerasan#_ftnref2" id="_ftn2" name="_ftn2" title="">[2]</a> Putusan hlm 10-12; lihat juga Surat Tuntutan No. Reg.Perkara:PDM-61/SKRTA/Epp.2/04/2013</div>
</div>
</div>
<span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6333320318423610241.post-48936165359480208352014-10-12T01:15:00.003-07:002020-11-04T08:54:55.695-08:00ANALISIS TINDAK PIDANA PENCURIAN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: justify;"><b>Kasus 2 : PENCURIAN</b>
</div>
<b><div style="text-align: justify;"><b>Perampok Jarah Kantor Dinkes Gresik</b>
</div></b><div style="text-align: justify;">Laporan wartawan <strong>Kompas Adi Sucipto</strong>
</div><div style="text-align: justify;">Sabtu, 4 Desember 2010 | 13:44 WIB </div>
<strong><div style="text-align: justify;"><strong>GRESIK, <span class="skimlinks-unlinked">KOMPAS.com</span></strong>
— Kawanan perampok pada Sabtu (4/12/2010) pukul 04.00 beraksi di Kantor
Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik. Dua anggota Satuan Polisi Pamong
Praja yang bertugas diplakban mata dan mulutnya serta diikat tali rafia. </div></strong><div style="text-align: justify;">Pelaku berhasil membawa kabur uang tunai Rp 6,7 juta di laci.
Kasus itu terungkap sekitar pukul 08.00 saat sebagian pegawai akan
beraktivitas di kantor, lalu peristiwa itu dilaporkan ke polisi. </div><div style="text-align: justify;">Awalnya, petugas jaga Sunaryoto dan Rahmat didatangi empat orang
yang membawa celurit dan parang. Keduanya sempat melawan, tetapi tidak
bisa berkutik. Selain kalah banyak, keduanya juga khawatir karena pelaku
juga mengancam dengan senjata tajam. </div><div style="text-align: justify;">Keduanya diringkus pelaku, mulut dan mata diplakban, serta tangan
dan kaki diikat tali rafia. Petugas jaga lainnya, Nawawi, memilih
sembunyi saat perampok beraksi membuka laci dan mengubrak-abrik isinya. </div><div style="text-align: justify;">Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik Sugeng Widodo,
pelaku hanya berhasil menemukan uang tunai Rp 6,7 juta. Kepala
Kepolisian Resor Gresik Ajun Komisaris Besar Jakub Prajogo menyatakan,
polisi masih melakukan pemeriksaan dan penyelidikan. Dari tempat
kejadian perkara, polisi mendapatkan plakban dan tali rafia. </div>
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br /></div>
<b><div style="text-align: justify;"><b>Analisis Kasus 2</b>
</div></b><div style="text-align: justify;">Pada kasus di atas, pelaku berjumlah empat orang telah melakukan
tindak pidana pencurian dengan cara mengambil uang tunai Rp 6,7 juta di
dalam Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik. </div><div style="text-align: justify;">Karena yang melakukan tindak pidana adalah orang Indonesia dan
terjadi di wilayah Indonesia, maka yang berlaku adalah hukum pidana
Indonesia, yang berarti KUHPidana (asas teritorialitas). </div><div style="text-align: justify;">Perbuatan pelaku tergolong kepada delik berkualifikasi, karena
perbuatan tersebut memiliki unsur – unsur yang sama dengan delik dasar
atau delik pokok, tetapi ditambah dengan unsur – unsur lain sehingga
ancaman pidananya lebih berat daripada delik dasar. Dalam kasus ini,
delik dasar adalah pasal 362 KUHP yaitu mengenai pencurian. Tetapi
karena pencurian tersebut disertai dengan ancaman kekerasan pada penjaga
malam, maka pelaku akan diancam dengan pasal 365 KUHP ayat (1) dan (2), </div><div style="text-align: justify;">(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun,
pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiap atau
mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, atau
memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, dan atau untuk
tetap menguasai barang yang dicurinya. </div><div style="text-align: justify;">(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun: </div><div style="text-align: justify;">1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah
atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam
kereta api atau trem yang sedang berjalan; </div><div style="text-align: justify;">2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; </div><div style="text-align: justify;">3. jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan, dengan merusak
atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau
pakaian jabatan palsu; </div><div style="text-align: justify;">4. jika perbuatan mengakibatkan luka – luka berat. </div><div style="text-align: justify;">Dalam Pasal 362 KUHP dikatakan “pengambilan suatu barang, yang
seluruh atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian”. Berikut unsur –
unsur pencurian, </div><div style="text-align: justify;">> Unsur – Unsur Objektif berupa : </div>
<ol>
<li style="text-align: justify;"><b>Unsur perbuatan mengambil (<i>wegnemen</i>).</b> Dari adanya
unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukkan bahwa pencurian
adalah berupa tindak pidana formil. Unsur pokok dari perbuatan mengambil
adalah harus ada perbuatan aktif, ditujukan pada benda dan berpindahnya
kekuasaan benda itu ke dalam kekuasaannya. Berdasarkan hal tersebut,
maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap
suatu benda dengan membawa benda tersebut ke dalam kekuasaannya secara
nyata dan mutlak (Kartanegara, 1:52 atau Lamintang, 1979:79-80). Unsur
berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah merupakan
syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga merupakan
syarat untuk menjadi selesainya suatu pencurian secara sempurna.
Sebagai ternyata dari Arrest Hoge Raad (HR) tanggal 12 Nopember 1894
yang menyatakan bahwa “perbuatan mengambil telah selesai, jika benda
berada pada pelaku, sekalipun ia kemudian melepaskannya karena
diketahui”.
</li>
<li style="text-align: justify;"><b>Unsur benda.</b> Pada mulanya benda – benda yang menjadi objek pencurian ini sesuai dengan keterangan dalam <i>Memorie van Toelichting</i> (MvT) mengenai pembentukan pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda – benda bergerak (<i>roerend goed</i>).
Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan bergerak ini
sesuai dengan unsur perbuatan mengambil. Benda yang kekuasaannya dapat
dipindahkan secara mutlak dan nyata adalah terhadap benda yang bergerak
dan berwujud saja. Benda bergerak adalah setiap benda yang menurut
sifatnya dapat berpindah sendiri atau dapat dipindahkan (pasal 509
KUHPerdata).
</li>
<li style="text-align: justify;"><b>Unsur sebagian maupun seluruhnya milik orang lain.</b> Benda
tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain , cukup sebagian saja,
sedangkan yang sebagian milik petindak itu sendiri. </li>
</ol><div style="text-align: justify;">> Unsur – Unsur Subjektif berupa : </div>
<ol>
<li style="text-align: justify;"><b>Maksud untuk memiliki.</b> Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni pertama unsur maksud (kesengajaan sebagai maksud atau <em>opzet als oogmerk),</em><i> </i>berupa
unsur kesalahan dalam pencurian, dan kedua unsur memiliki. Dua unsur
itu dapat dibedakan dan tidak terpisahkan. Maksud dari perbuatan
mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk memilikinya.
Apabila dihubung kan dengan unsur maksud, berarti sebelum melakukan
perbuatan mengambil dalam diri petindak sudah terkandung suatu kehendak
(sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai miliknya.
</li>
<li style="text-align: justify;"><b>Melawan hukum.</b> Maksud memiliki dengan melawan hukum atau
maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum
bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui,
sudah sadar memiliki benda orang lain (dengan cara yang demikian) itu
adalah bertentangan dengan hukum. Unsur maksud adalah merupakan bagian
dari kesengajaan. Sedangkan apa yang dimaksud dengan melawan hukum <em>(wederrechtelijk)</em><i> </i>undang-undang
tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Pada dasarnya melawan hukum
adalah sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan tertentu.
dalam doktrin dikenal ada dua macam melawan hukum, yaitu pertama
melawan hukum formil, dan kedua melawan hukum materiil. Melawan hukum
formil adalah bertentangan dengan hukum tertulis, artinya sifat
tercelanya atau terlarangnya suatu perbuatan itu terletak atau oleh
sebab dari hukum tertulis. Sedangkan melawan hukum materiil, ialah
bertentangan dengan azas-azas hukum masyarakat.</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Kaitan dengan kasus: </div><div style="text-align: justify;">Sesuai dengan asas legalitas kasus ini jelas melanggar
aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam KUHP, tepatnya tentang
pencurian pasal 362: “Barangsiapa mengambil sesuatu, yang seluruh atau
sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana paling lama lima
tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah” Dari sisi
sifat melawan hukumnya tercantum secara eksplisit dalam bunyi pasal yang
bersangkutan. </div><div style="text-align: justify;">Atas kasus diatas pengadilan yang berwenang mengadili adalah
Pengadilan Negeri Gresik karena kasus perampokan tersebut dilakukan di
Gresik. </div><div style="text-align: justify;">Dari sifat melawan hukumnya perbuatan yang dilakukan pelaku,
terlihat bahwa para pelaku perampokan pada saat melakukan aksinya telah
mampu bertanggung jawab, karena dengan sadar mengancam penjaga kantor
menggunakan senjata tajam lalu mengikat mereka, kemudian mengambil uang
yang ada di dalam kantor. Ini memenuhi unsur pada pasal 365 ayat 1,
yaitu pencurian yang disertai dengan ancaman kekerasan. </div><div style="text-align: justify;">Dilihat dari sisi umur, para pelaku disimpulkan telah berumur
lebih dari 16 tahun, karena telah memiliki kematangan dalam tindakan
mereka. yang artinya KUHP berlaku atas para pelaku secara utuh dan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku didalamnya, karena para pelaku
telah dewasa dan cakap hukum. </div><div style="text-align: justify;">Jarak antara perbuatan yang dilakukan dengan para pelaku
tertangkap bila seandainya belum mencapai 30 tahun maka perbuatan yang
dilakukan belum dianggap sebagai perbuatan yang daluarsa, sehingga masih
bisa diadili. </div><div style="text-align: justify;">Perbuatan yang dilakukan para pelaku dari kasus diatas terbukti
bahwa perbuatan tersebut tertangkap tangan. Artinya perbuatan tersebut
jelas diketahui oleh orang lain, mengingat aksi yang dilakukan diketahui
oleh kedua petugas jaga yang merupakan anggota Satuan Polisi Pamong
Praja. Dalam keadaan seperti itu mereka masih saja mengambil dan membawa
uang Rp 6,7 juta yang ada di kantor dengan maksud untuk dimiliki.
Perbuatan ini jelas melanggar ketentuan yang terdapat dalam KUHP. </div><div style="text-align: justify;">Kesalahan yang diperbuat merupakan kesalahan yang disengaja,
yaitu kesalahan yang dengan sengaja (doleus delicti), dalam keadaan
sadar, diketahui bahwa perbuatan yang dilakukan tersebut dilarang hukum.
Para pelaku dengan sadar mencuri disertai ancaman kekerasan pada kedua
petugas jaga. </div><div style="text-align: justify;">Pertanggungjawaban atas perbuatan yang telah dilakukan pelaku
dilihat dari kemampuannya terlebih dahulu. Sesuai dengan fakta diatas
maka kedua pelaku dianggap sudah mampu bertanggungjawab atas
perbuatannya. Para pelaku jelas mengetahui dan menyadari bahwa perbuatan
yang mereka lakukan telah melanggar hukum. Hal ini terlihat setelah
mereka berhasil mengambil uang dari kantor, mereka lalu melarikan diri.
Hal ini mereka lakukan karena mereka takut dan sadar jika tertangkap
akan diadili massa atau oleh pihak yang berwajib (polisi). Selain itu
mereka mengetahui bahwa perbuatan mereka telah melanggar nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat. </div><div style="text-align: justify;">Hukum pidana Indonesia dalam hal pertanggungan jawab menganut
sistem fiktif, artinya menurut hukum Indonesia, setiap pelaku perbuatan
pidana pada dasarnya selalu dianggap sebagai orang yang mampu
bertanggungjawab atas perbuatannya. Pengecualian dari system fiktif
tersebut terdapat pada pasal 44 KUHP, dengan kata lain dianggap tidak
mampu bertanggung jawab, yaitu apabila : 1) Jiwa pelaku mengalami cacat
mental sejak pertumbuhannya, 2) Jiwa pelaku mengalami gangguan
kenormalan yang disebabkan oleh penyakit, sehingga akalnya kurang
berfungsi membedakan yang baik dan yang buruk, seperti orang gila atau
epilepsy. </div><div style="text-align: justify;">Jika melihat kasus diatas lagi, para pelaku tidak termasuk dalam
pengecualian yang dimaksud dalam pasal 44 KUHP diatas. Para pelaku tidak
mengalami gangguan psikis, tidak mengalami cacat mental sejak
pertubuhannya dan juga tidak mengalami gangguan jiwa seperti gila,
epilepsy dan lain sebagainya. </div><div style="text-align: justify;">Unsur kesalahan yang ada dalam perbuatan pelaku dalam kasus
diatas jelas mencakup tiga unsur yang ada dalam landasan teori, yaitu
pertanggungjawaban, adanya hubungan batin perbuatan dengan pelaku
perbuatan dan tidak adanya alasan penghapusan pidana. Perbuatan yang
dilakukan telah dianggap merugikan orang lain, sehingga patut untuk
dipidana karena perbuatan merugikan orang lain tersebut. Salah satu
teori pemidanaan yang dikenal adalah teori pembalasan yaitu kejahatan
itu menimbulkan ketidakadilan, maka harus dibalas dengan ketidakadilan
pula (Immanuel Kant). </div><div style="text-align: justify;">Seperti yang telah disebutkan di atas, keempat pelaku dapat
dijerat dengan pasal 365 KUHP. Semua unsur, mulai dari pencurian,
ancaman kekerasan, jumlah pelaku lebih dari seorang, dilakukan di malam
hari ke pekarangan tertutup yang ada rumahnya, memasukinya menggunakan
kejahatan dengan merusak, maka ancaman pidana yang dapat dikenakan
kepada mereka adalah dipenjara paling lama dua belas tahun. </div><div style="text-align: justify;">Pencurian tergolong kepada delik – delik yang sama seperti
pemerasan, yang membedakan hanyalah pencurian bukan termasuk golongan
delik aduan, melainkan merupakan golongan delik biasa (gewone delict),
yaitu delik yang tidak membutuhkan adanya pengaduan untuk menuntutnya.
Dalam kasus ini ketika terjadi perampokan memang diperlukan adanya
laporan dari masyarakat, tapi bukan pengaduan. Seandainya tanpa ada
laporan tapi polisi mengetahui ada pencurian, maka tetap bisa dilakukan
penuntutan. </div>
<b><div style="text-align: justify;"><b>Kesimpulan</b>
</div></b><div style="text-align: justify;">Kesimpulannya, baik kasus pemerasan maupun kasus pencurian sama –
sama tergolong delik formil, karena kedua delik ini terjadi karena
adanya pelanggaran pada larangan yang dimuat dalam undang – undang (KUHP
pasal 368 dan 365). Pada kasus pemerasan, pelaku dapat dituntut
maksimal hukuman penjara sembilan tahun, sementara pada kasus pencurian
dengan ancaman kekerasan, keempat pelaku dapat dijerat pasal 368 KUHP
dengan hukuman penjara maksimal dua belas tahun. Para pelaku di kedua
kasus di atas dianggap cakap hukum, sadar akan perbuatannya yang melawan
hukum dan bertanggungjawab penuh terhadap perbuatannya, sehingga tidak
ada alasan penghapusan pidana. Hukuman yang tepat diberikan pada mereka,
selain merujuk kepada pasal – pasal dalam KUHP, akan disesuaikan juga
dengan keyakinan hakim dan jurisprudensi pada kasus – kasus yang sama. </div><div style="text-align: justify;">DAFTAR PUSTAKA </div>
<ul>
<li style="text-align: justify;">Kitab Undang – Undang Hukum Pidana
</li>
<li style="text-align: justify;">Sofjan Sastrawidjaja, S.H., <i>Hukum Pidana : Asas Hukum Pidana Sampai Dengan Alasan Peniadaan Pidana</i>. 1995. Bandung : Armico.
</li>
<li style="text-align: justify;">Situs Resmi Liputan 6 SCTV
</li>
<li style="text-align: justify;">Situs Resmi Kompas
</li>
<li style="text-align: justify;"><u>hukumislam-uii.blogspot.com</u>
</li>
<li style="text-align: justify;"><u>excellentlawyer.blogspot.com</u></li>
</ul>
<span class="fullpost">
</span></div>
Unknownnoreply@blogger.com0