10/12/14

ANALISIS TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN

(Putusan Nomor: 78/Pid.B/2013/PN.Ska)

Oleh: Mahrus Ali(Alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia)
Analisis kasus di bawah ini merupakan kasus perkosaan yang melibatkan Ranto (bukan nama sebenarnya) dan Kasno (bukan nama sebenarnya) terhadap saksi korban perkosaan yang merupakan difabel rungu wicara. Tindakan terjadi pada Selasa, 12 Desember 2013 di daerah Mojosongo, Surakarta. Dalam tindakan perkosaan tersebut juga terjadi kasus pencurian terhadap uang yang dimiliki oleh saksi korban perkosaan. Namun, dalam proses hukumnya terdakwa hanya didakwa pasal tentang pencurian, kekerasan seksual berupa perkosaan tidak ada dalam tuntutan kasus.
Berdasarkan posisi kasus tersebut, Jaksa Penuntut Umum kemudian mendakwa terdakwa dengan dakwaan subsidaritas, yaitu primair melanggar Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan, dan subsidair melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP tentang pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang bersekutu.

Fakta-fakta Hukum Persidangan
Setelah pemeriksaan selesai dilakukan, hakim menyatakan bahwa terdapa sejumlah fakta-fakta hukum yang terbukti secara sah dan meyakinkan dilakukan oleh terdakwa Ratno serta terdakwa Kasno sebagai berikut:
  • Selasa, 4 Desember 2012 sekitar jam 04.15 di dalam kompleks makam cina “MOJO” Jebres Surakarta para terdakwa bersama dengan teman-temannya yakni saksi Kasno dan telah menyetubuhi saksi korban secara bergantian;
  • Persetubuhan yang dilakukan para terdakwa bersama-sama dengan temannya tidak ada upaya paksa atau kekerasan tetapi atas janji para terdakwa dan teman-temannya akan memberikan uang kepada saksi korban;
  • Setelah para terdakwa selesai melakukan persetubuhan dengan saksi korban, mereka pergi dan kemudian dengan mengendarai sepeda motor para terdakwa bersama teman-temannya beserta saksi korban mutar ke arah palur;
  • Setelah para terdakwa bertemu dengan saksi Dani (bukan nama sebenarnya) di Plaza Palur mereka kembali ke kuburan Jebres karena para terdakwa bersama teman-temannya ingin melakukan persetubuhan kembali terhadap saksi korban;
  • Selanjutnya setelah saksi Kasno berhasil membujuk saksi korban masuk ke kompleks pekuburan tersebut dan tiba-tiba saksi Kasno mendorong saksi korban sampai terjatuh dan saksi Kasno mengambil tas milik saksi korban;
  • Setelah para terdakwa dan teman-temannya sampai di lapangan Benowo Palur berhenti kemudian dompet milik saksi korban tersebut dibuka oleh saksi Kasno yang ternyata isi dompet tersebut ada uangnya sebesar 153.000;
  • Uang tersebut diambil oleh saksi Kasno, sedangkan dompet dibuang. Uang itu kemudian dipergunakan oleh saksi Kasno dan para terdakwa secara bersama-sama untuk membeli mie dan rokok.[1]
Pasal yang Terbukti dan Putusan Hakim
Setelah melalui proses pembuktian berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan sebagaimana dalam dakwaan primair, yaitu Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUHP, dan menjatuhkan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan. Putusan ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan.
Beberapa Catatan Kritis
Terdapat beberapa catatan penting terkait fakta-fakta hukum persidangan yang oleh hakim dinyatakan terbukti serta hal yang memberatkan. Pertama, hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Padahal, alat bukti yang dihadirkan hanyalah satu alat bukti, yakni keterangan saksi. Sekalipun saksi yang dihadirkan berjumlah 7 (tujuh) orang, tapi itu masih dalam satu jenis alat bukti berupa keterangan saksi. Bukankah berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHP ‘Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya’? Jika ketentuan ini dihubungkan dengan alat bukti yang dihadirkan, jelas putusan nomor 78/Pid.B/2013/PN.Ska harus dinyatakan batal demi hukum.
Kedua, keterangan Sujito dan Eko Basah Maryanto, dua orang polisi yang sedang piket Unit Lantas di Pos Lantas Ringroad Mojosongo Jebres, Surakarta, menunjukkan bahwa saksi korban tidak hanya diambil dompet yang berisi uang Rp. 153.000, tapi juga diperkosa. Saat keduanya sedang berada di Pos Lantas Mojosongo, ia mendapat laporan kalau di depan ISI II Ringroad Mojosongo Jebres Surakarta ada yang berkelahi. Atas laporan tersebut, saksi bersama Eko Basah Maryanto kemudian mendatangi TKP. Saat itu, di TKP ada seorang laki-laki yang ditarik-tarik oleh saksi korban yang belakangan diketahui tidak bisa bicara (gagu) sambil menangis. Saat ditanya kenapa menangis, saksi korban hanya memberi tanda/gerakan tangan yang mengarah ke persetubuhan. Karena tidak begitu jelas, kedua pelaku tersebut selanjutnya dibawah oleh saksi ke Polsek Jebres untuk ditindaklanjuti. Setelah sampai di Polsek itu, kedua orang pelaku diinterogasi, hasilnya saksi korban diperkosa dua orang tersebut bersama kawan-kawannya.[2]
Keterangan tersebut sebenarnya dapat dijadikan sebagai dasar oleh majelis hakim untuk membuktikan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana perkosaan terhadap saksi korban. Apalagi, ada fakta di proses penyidikan yang dihilangkan saat olah Tempat Kejadian Perkara bahwa sebelum disetubuhi, saksi korban dipaksa meminum minuman keras terlebih dahulu. Hakim tidak berperspektif difabel ketika hal yang memberatkan hanya berupa ‘perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat’. Fakta bahwa saksi korban merupakan tunarungu wicara sama sekali tidak dijadikan sebagai pertimbangan hukum hakim ketika mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan. Mungkin karena itulah, pidana penjara yang dijatuhkan oleh kepada terdakwa hanya 10 (sepuluh) bulan, apalagi terdakwa sendiri telah ditahan selama kurang lebih 7 bulan. Artinya, 5 bulan setelah putusan hakim dijatuhkan, terdakwa akan menghirup udara bebas.
Keberadaan korban yang termasuk ke dalam salah satu kelompok rentan karena termasuk difabel rungu wicara seharusnya menjadi pertimbangan yang memberatkan ancaman pidana yang dijatuhkan hakim, sehingga jika tindak pidana pencurian dengan kekerasan tetap dinyatakan terbukti sekalipun hanya didukung oleh satu alat bukti, pidana penjara yang dijatuhkan mestinya lebih berat dari itu.

[1] Putusan  Nomor: 78/Pid.b/2013/PN.Ska, hlm 19-20
[2] Putusan hlm 10-12; lihat juga Surat Tuntutan No. Reg.Perkara:PDM-61/SKRTA/Epp.2/04/2013

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN ILMU FORENSIK DALAM HUKUM PIDANA

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada pros...