10/12/14

ANALISIS KASUS (Pasal 339 KUHP)

KASUS
Pada tanggal 24 Mei 2008 salah seorang ABG di Blitar menjadi korban pemerasan. Pelakunya 2 orang dengan mengendarai sepeda motor. Korban diminta untuk menyerahkan
dompet dan handphone. Oleh karena korban masih mempertahankan handphonenya, pelaku
lantas mengeluarkan sebilah pisau panjang dan memberikan ancaman kepada
korban. Sesaat setelah ancaman itu dilontarkan kepada korban, pelaku menusukkan
pisau tersebut ke bagian perut korban. Akibatnya, korban bersimbah darah dan
akhirnya nyawa korban tidak tertolong. Setelah berhasil menguasai barang, kedua
pelaku melarikan diri.

HAKEKAT HUKUM
Perbuatan pidana secara istilah adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang mana disertai sangsi yang berupa pidana tertentu, ada juga yang mengatakan bahwa perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana ditujukan kepada perbuatanya. Dalam kasus ini, Perbuatan yang dilakukan oleh Pelaku adalah Kejahatan terhadap Nyawa dan masuk dalam ruang lingkup Pidana Umum.
Sementara itupula dalam peristiwa pidana juga mempunyai beberapa syarat diantaranya:
1. Harus ada perbuatan manusia
2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilakukan dalam ketentuan hukum
3. Harus terbuktiadanya pada orang yang berbuat
4. Perbuatan harus berlawanan dengan hukum
5. Terhadap perbuatan tersebut harus ada ancaman hukumnya didalam UU
Dalam KUHP dapat dijelaskan terdapat dua unsur yaitu unsur subjektif dan unsur objektif dimana unsur subjektif memiliki pengertian unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri pelaku dan segala sesuatu yang terkandung didalam lainya, sementara unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannyadengan keadaan-keadaan mana tindakan itu dilakukan. Dimana setiap unsur tersebut terdapat beberapa unsur cabang dari setiap unsur tersebut agar lebih mudah mengklasifikasikan adapun unsur-unsur subjektif dibagi menjadi sebagai berikut:
1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan
2. Maksud atau suatu percobaan dimana dimaktubkan seperti halnya dalam pasal 53 ayat 1 KUHP
3. Macam-macam tujuan tindakan
4. Perencanaan
5. Perasaan takut
Sementara unsur objektif adalah sebagai berikut:
1. Sifat melanggar hukum
2. Kualitas keadaan pelaku atau jati diri pelaku
3. Hubungan kausalitas.
Setelah kita memahami dari dua unsur tersebut diatas maka kita selanjutnya adalh mengetahui bagaimana kita merumuskan suatu tindakan pidana disini penulis akan memberikan tiga cara dalam perumusan suatu tindakan pidana yaitu:
1. Dilihat dari tata cara pencantuman unsur-unsur pidananya dibagi menjadi dua bagian:
a. Mencantumkan unsur pokok dengan cara mengkualifikasikan dan ancaman pidana apa yang akan diterapakan.
b. Mencantumkan semua unsur pokok tanpa perlu adanya kualifikasi terlebih dahulu
2. Dilihat dari sudut titik beratnya larangan dibagi menjadi dua yaitu:
a. Dengan cara formil
b. Dengan cara materiil
3. Dilihat dari sudut pembedaan tindak pidana dilihat antara bentuk pokok yang lebih ringan ataupun lebih berat.
Drs Adami Chazawi, SH membedakan tidakan pidana atas dasar-dasar tertentu seperti:
a. menurut sistem KUHP dibedakan anatara kejahatan dan pelanggaran
b. menurut cara merumuskanya dibedakan antara tindak pidana formil dan pidana materiil
c. berdasarkan bentuk kesalahannay antra sengaja maupun tidak sengaja
d. berdasarkan macam perbuatanya anatara tidak pidana aktif dan tidak pidana pasif
e. berdasarkan jangka waktunya dibedakan antara tindak pidana seketika dan jangka panjang
f. berdasarkan sumbernya dibedakan antara tindak pidana umum dan khusus
g. dilihat dari subjek hukumnya dibedakan anatara tindak pidana yang dapat dilakukan siapa saja dan dan orang tertentu
h. berdasarkan ancaman pidana yang akan diterima.
i. Berdasarkan hukum yang dilindungi
j. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan
k. Dari sudut sering tidaknya dilakukan perbuatan tersebut.
ANALISIS
Perbuatan yang dilakukan oleh pelaku semula hanya bertujuan untuk memeras
korban. Sehingga korban menyerahkan dompet dan handphonennya kepada pelaku.(Hal ini memenuhi unsur Pemerasan yang terdapat dalam Pasal 368 ayat 1 KUHP) Seandainya korban tidak melakukan perlawanan, besar kemungkinan tidak akan terjadi penusukan terhadap korban. Karena, setelah barang sudah dikuasai oleh pelaku, korban masih bertahan untuk mengambil kembali barangnya. Kemudian, pelaku menusukkan pisau ke perut korban. Penusukan tersebut dilakukan oleh pelaku dalam rangka untuk mempertahankan (memantapkan) barang yang sudah dikuasai dan untuk mempermudah bagi pelaku untuk melarikan diri. Pelaku pastilah sudah mengerti jika ia menusukkan pisau ke bagian perut dapat menimbulkan luka bahkan berujung kematian. Alasannya :
a. Bahwa ketika pelaku menusukkan pisau ke korban Karena korban merasakan sakit dan secara spontan tubuhnya akan bergerak/ bereaksi sehingga dapat menggeser posisi pisau semula sehingga dapat mengenai organ tubuh yang vital
b. Bahwa di dalam perut ada pembuluh darah aorta abdominal yang merupakan pembuluh darah besar dan berhubungan langsung dengan organ jantung.Sehingga jika terjadi luka / goresan pada bagian tersebut darah akan mengucur banyak dan besar kemungkinan korban akan kehabisan darah dan berujung kematian.
Berdasar analisis di atas, perbuatan pelaku dapat dimasukkan ke dalam
pasal 339 KUHP. Dikarenakan memenuhi unsure-unsur Pasal 339 KUHP.
Unsur-unsur Pasal 339 KUHP
a. Unsur obyektif
1. Pembunuhan
2. Diikuti, disertai, atau didahului dengan tindak pidana lain (dalam kasus ini tindak pidana lain yang dimaksud adalah Pemerasan)
b. Unsur Subyektif dilakukan dengan maksud untuk:
1. Mempersiapkan
2. Mempermudah
3. Jika terpergok : untuk melepaskan diri sendiri atau peserta lain dari perbuatan itu dari hukuman, atau intuk menjamin kepemilikan barang yang diperoleh dengan melawan hukum
Kejahatan yang dimaksud dalam Pasal 339 KUHP, selain pelaku melakukan pembunuhan tetapi juga. Melakukan perbuatan pidana lain.
2. Turut Serta
Berdasarkan
Pasal 55 KUHP, dipidana sebagai pelaku tindak pidana
1. mereka, yang melakukan perbuatan pidana.
2. mereka, yang menyuruhlakukan perbuatan pidana
3. mereka , yang turut serta melakukan perbuatan pidana.
4. mereka yang membujuk supaya dilakukan perbuatan pidana.
Dalam kasus ini, pelaku yang menusuk korban dapat dikenakan Pasal 55 ayat 1 KUHP, karena Kejahatan tersebut dilakukan lebih dari seorang. Menurut Schaffmeister, Keijzer, Sutorius. Turut serta melakukan artinya: bersepakat dengan orang lain membuat rencana
untuk melakukan suatu perbuatan pidana dan secara bersama-sama melaksanakannya (kerjasama).” jadi, apabila dikaitkan dengan kasus diatas, perbuatan Pelaku kedua tidak dapat dikenakan Pasal 55 ayat 1 angka 1(Turut serta) KUHP.
Karena perbuatan pembunuhan ini tidak direncanakan terlebih dahulu dan tidak atas inisiatif pelaku kedua. Sehingga unsur yang terkandung dalam pasal 55 ayat 1 tentang
turut serta tidak terpenuhi. Dalam hal ini lebih tepatnya di kenakan pasal 56 tentang pembantuan tindak pidana.sehingga ancamana pidananya dikurangi 1/3 dari ancaman pidana pokok.
V. KESIMPULAN
Dari analisis diatas, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Perbuatan pelaku untuk menusuk korban hanya bertujuan untuk memantapkan barang yang sudah dikuasainya serta untuk mempermudah untuk melarikan diri. Oleh karena memenuhi unsur – unsur pasal 339 KUHP, maka pelaku dapat dikenakan ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 339 KUHP
2. Pelaku yang mengendarai sepeda motor tidak dapat dikenakan Pasal 55 KUHP melainkan Pasal 56 KUHP.
3. Harapan untuk setiap para masyakat agar selalu waspada karena keamanan adalah tergantung dari diri kita sendiri dan kadang kala tindak kejahatan lahir karena berasal dari diri kita sendiri oleh sebab itu jangan bagi kita untuk memamerkan apa yang membuat kita dapat di jadikan mangsa oleh orang lain. Dan yang terpenting bagi masyarakat adalah jangan takut untuk melaporkan keganjilan-keganjilan yang muncul dalam lingkungan sekitar kita.
4. Dan harapan saya buat aparatur negara adalah menjaga setiap titik rawan yang ada disetiap sudut kota dan juga jangan menjadikan motto yang sudah dibuat hanya sekedar tulisan yang tidak bermakna akan tetapi aplikasi dari motto itu sendiri yang terpenting.
Daftar Pustaka
1989, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
Chazawi. Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1 dan 2, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2000
Saifullah, Konsep Dasar Hukum Pidana,Malang: Fakultas Syariah UIN Malang,2004
Sugandhi, KUHPdan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya,1990.

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN ILMU FORENSIK DALAM HUKUM PIDANA

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada pros...