Kekuatan alat bukti atau juga
disebut sebagai efektivitas alat bukti terhadap suatu kasus sangat tergantung
dari beberapa faktor. Sebut saja faktor itu adalah psiko-sosial (kode etika,
kualitas sikap penegak hukum, dan hubungan dengan warga masyarakat) dan
partisipasi masyarakat. Salah satu fungsi hukum, baik sebagai kaidah maupun
sebagai sikap tindak atau perilaku teratur adalah membimbing perilaku manusia,
sehingga hal itu juga menjadi salah satu ruang lingkup studi terhadap hukum
secara ilmiah.
Suatu sikap tindak atau perilaku
hukum dianggap efektif, apabila sikap dan perilaku pihak lain menuju kesatu
tujuan yang dikehendaki artinya apabila pihak lain itu mematuhi hukum. Tetapi
kenyataannya tidak jarang orang tidak mengacu atau bahkan melanggar dengan
terang-terangan, yang berarti orsng itu tidak taat .hukum.
Diformulasikan oleh Undang-undang
nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) adanya 5 (lima) alat bukti yang sah. Dibandingkan
dengan hukum acara pidana terdahulu yaitu HIR (Stb. 1941 Nomor 44), ketentuan
mengenai alat-alat bukti yang diatur oleh KUHAP ini mempunyai perbedaan yang
prinsip dengan HIR.
Susunan .alat-alat bukti dalam HIR
dilukiskan dalam pasal 295 HIR. Alat bukti sah menurut ketentuan Pasal 295 HIR.
(Martimah Prodjohamirdjojo, 2001 : 106-107) adalah :
(1) Ketentuan
saksi (kesaksian)
(2) Surat-surat
(3) Pengakuan,
dan
(4) Tanda-tanda
atau penunjukan.
Alat-alat bukti yang sah menurut
pasal 184 ayat (1) KUHAP, (Kansil dan Christine ST., 2002 : 13), adalah :
(1) Keterangan
saksi
(2) Keterangan
ahli
(3) Surat-surat
(4) Petunjuk
(5) Keterangan
terdakwa
Ada hal-hal yang telah diketahui oleh
umum (notoir feit), hal ini tidak boleh dibuktikan (Pasal 184 ayat 2) contoh :
matahari terbit di ufuk timur, dan tenggelam di bagian barat, besi yang ditempa
itu panas, air limbah mengalir dari atas kebawah.
Bila dibandingkan dengan alat-alat
bukti yang tercantum dalam HIR (Pasal 295 HIR), maka alat-alat bukti yang
disusun oleh KUHAP lebih banyak jumlahnya dan susunan yang berlainan. Yaitu
dengan ditambah alat bukti “keterangan ahli” dan susunan atau urutannya tidak
sama. Dan “Pengakuan terdakwa” dalam HIR diganti istilahnya dengan “keterangan
terdakwa” pada KUHAP.
1.
Keterangan
Saksi
Pasal 1 butir 27 KUHAP, Kansil dan Christine ST., 2002 :13) ditentukan :
“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti perkara pidana yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri,
ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari
pengetahuannya itu”.
Mengenai siapa yang disebut sebagai saksi, Pasal 1 butir 26 KUHAP, (Kansil dan
Christine S. T., 2002 : 13), ditentukan :
“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.
Pasal 1 butir 26 tersebut diatas hanya menyebutkan tentang orang yang dapat
memberikan keterangan. Menyimak klausula ini, tentu ditafsirkan ada orang-orang
tertentu yang tidak dapat memberikan keterangan sebagai saksi. Memang dalam
KUHAP sendiri telah ditentukan mengenai pengecualian-pengecualian untuk menjadi
saksi. Pengecualian-pengecualian yang dimaksud antara lain diatur dalam pasal
168, 170 dan 171 KUHAP.
Pengecualian menjadi saksi termasuk dalam Pasal 168 KUHAP, (Kansil dan
Christine ST., 2002 : 81 ), ditentukan :
a.
Keluarga
sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat
ketiga dari terdakwa atau bersama-sama sebagai terdakwa.
b. Saudara dari
terdakwa atau bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak,
juga karena yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara
terdakwa sampai derajat ketiga.
c.
Suami atau
istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
Selanjutnya pengecualian yang atertuang dalam Pasal 170 KUHAP, (Kansil dan
Christine S.T., 2002 : 81), ditentukan :
a.
mereka yang
karena pekerjaannya, harkat martabat atau pekerjaannya diwajibkan menyimpan
rahasia, dapat diminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan
sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
b. Hakim
menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.
Pengecualian berikut adalah tertuang didalam Pasal 171 KUHAP, yang mengatur
pengecualian keterangan tampa sumpah yang diberikan oleh anak dibawah umur lima
belas tahun dan orang sakit ingatan. Ditentukan oleh Pasal tersebut, bahwa yang
boleh diperiksa untuk memberi keterangan tampa sumpah, yakni :
a.
Anak yang
.umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin.
b. Orang sakit
ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya kembali.
Dalam hal kewajiban saksi mengucapkan sumpah atau janji, KUHAP masih mengikuti
peraturan lama (HIR), dimana ditentukan bahwa pengucapan sumpah merupakan suatu
keharusan bagi seorang saksi sebagai alat bukti.
Dalam Pasal 160 ayat (3) odan ayat (4) KUHAP, ditentukan :
(3). Sebelum memberi
keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agama
masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya tidak
lain daripada yang sebenarnya.
(4). Jika Pengadilan menganggap
perlu, seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau
ahli itu selesai memberikan keterangan.
Konsekwensi logis odari suatu kewajiban adalah adanya sanksi. Sanksi bagi saksi
atau ahli yang menolak mengucapkan sumpah atau janji tampa alasan yang jelas
adalah pengenaan sandera.
Pasal 161 KUHAP, ditentukan :
1) Dalam hal
saksi atau ahli tampa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan
terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan ;surat penetapan hakim ketua
sidang dapat dikenakan sandera di tempat rumah tahanan Negara paling lama
14 (empat belas) hari.
2) Dalam hal
tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi atau ahli tetap
tidak mau disumpah atau mengucapkan janji, maka, keterangan yang telah
diberikan merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.
Mengenai kekuatan pembuktian dari keterangan saksi atau ahli yang tidak
disumpah atau mengucapkan janji, maka tidak dapat dianggap sebagai alat bukti
yang sah, tetapi hanyalah merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan
hakim.
Diterangkan lebih lanjut oleh Pasal 185 ayat (7) KUHAP, ditentukan :
“Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai dengan yang lain,
tidak merupkan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan
keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat
bukti sah yang lain”.
2.
Keterangan
ahli
Pasal 1 butir 28 KUHAP, (Kansil dan Christine S.T., 2002 : 13), ditentukan :
“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang seorang yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”.
Selanjutnya Wirdjono Prodjodikoro, 1967 (Bambang Waluyo, 1992 : 21), ditentukan
:
“Keterangan seorang ahli ialah mengenai suatu penilaian mengenai hal-hal yang
sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal-hal itu”.
Selanjutnya Pasal 186 KUHAP, (Kansil dan Christine S.T,. 2002 : 88), ditentukan
:
“keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang Pengadilan”.
Keterangan ahli ini dapat juga diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik
atau penuntut umum yang dituangkan dalam bentuk laporan dan dibuat dengan
mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.
Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut
umum, maka pemeriksaan sidang, diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat
dalam berita acara pemeriksaan.
Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji
dihadapan hakim. (R. Soesilo, 1985 : 11).
Berpijak pada Pasal 179 ayat (1) KUHAP dapat dikategorikan bahwa ada dua
.kelompok ahli yaitu, ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan ahli-ahli
lainnya. (Bambang Waluyo, 1992 :20).
3.
Alat Bukti
Surat
Surat merupakan
alat bukti yang menduduki urutan ketiga dari alat-alat bukti lain sebagaimana
tersebut kdalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Pasal 187 KUHAP, (Kansil dan Christine S.T 2002 : 89), menyatakan bahwa
surat dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :
a.
Berita Acara
dan surat-surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat tentang keterangan tentang
kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialami sendiri, disertai
dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
b. Surat yang
dibuat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yahng menjadi
tanggung jawabnya dan yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu hal atau
sesuatu keadaan;
c.
Surat
keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya;
d. Surat lain
yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian
yang lain;
4.
Alat Bukti
Petunjuk
Alat bukti
petunjuk diatur dalam Pasal 188 ayat (1) KUHP, menyatakan :
a.
Petunjuk
perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena ;persesuaiannya, baik antara satu
dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa
telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
b. Petunjuk
sebagaimana diatur ayat 1 hanya dapat diperoleh dari :
1. Keterangan
saksi
2. Surat
3. Keterangan
terdakwa
c.
Penilaian
atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu
dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan
dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.
Pemegang peran dalam penentuan alat bukti petunjuk berdasarkan pada penilaian
oleh hakim.
5.
Keterangan
Terdakwa
Pengertian keterangan terdakwa diatur dalam Pasal 189 jayat (1) KUHAP :
“Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang
perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri”.
Berpijak pada ketentuan Pasal diatas, pada prinsipnya keterangan terdakwa
adalah apa yang dinyatakan atau diberikan terdakwa di sidang Pengadilan.
Meskipun demikian ketentuan itu tidak mutlak, oleh karena keterangan terdakwa
yang diberikan diluar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di
persidangan Pengadilan.
Mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian keterangan terdakwa, adalah bahwa
keterangan terdakwa tidak dapat dipergunakan untuk membuktikan kesalahan orang
lain, keculai disertai alat-alat bukti lain. Hal ini mengingat terdakwa dalam
memberikan keterangan tidak atau tampa mengucapkan sumpah atau janji.
Disamping keterangan terdakwa itu bukan sebagai pengakuan terdakwa serta
berdasar pada Pasal 183 KUHAP maka keterangan terdakwa tidak dapat untuk
membuktikan terdakwa bersalah, kecuali disertai alat bukti yang sah.
No comments:
Post a Comment