1.1. Latar Belakang
Globalisasi merupakan persaingan skala
dunia yang efektif dan menuntut dipenuhinya atau dilampauinya standar global,
dalam hal ini kualitas, lingkungan, tingkat jasa keamanan, perhatian dan
perlindungan atas properti intelektual dan dimensi-dimensi kerja lainnya. Dalam
memasuki era globalisasi tingkat persaingan bisnis semakin tinggi, terutama
tingkat persaingan mendapatkan konsumen atau nasabah karena banyak
perusahaan-perusahaan bergerak di satu bidang industri yang sama dengan
mengunggulkan kualitas produk dan jasa pelayanannya masing-masing.
Kepuasan konsumen merupakan salah satu
faktor kunci bagi keberhasilan bank sebagai perusahan jasa dan tidak dapat
dipungkiri dalam dunia bisnis saat ini, karena tidak ada yang lebih penting
lagi bagi sebuah bank kecuali menempatkan masalah kepuasan dan loyalitas
terhadap nasabah melalui pelayanan sebagai salah satu komitmen bisnisnya.
Kepuasan dapat diindentifikasikan sebagai respon yang timbul dari pengalaman
khusus konsumen dalam melakukan pembelian (Kotler, 1997).
Loyalitas nasabah dapat bermanfaat bagi
perusahaan, karena selain memperkecil biaya promosi, pihak bank juga akan
mendapat kepercayaan dari nasabah untuk mengelola investasinya. Hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan itu berkualitas sehingga keyakinan pelanggan
terhadap jasa atau produknya sudah merekat erat pada diri pelanggan. Istilah
loyalitas sudah sering kita dengar, seperti emosi dan kepuasan, loyalitas
merupakan konsep lain yang nampak mudah dibicarakan dalam konteks sehari-hari.
Pentingnya perusahaan mengetahui dan memahami perilaku konsumen dalam
melakukan pembelian untuk tercapainya kepuasan konsumen dan mendapatkan
keuntungan merupakan perihal yang utama. Perilaku seseorang akan mencerminkan
sikapnya terhadap suatu obyek. Jika seseorang mempunyai sikap yang positif
terhadap suatu obyek dia akan berperilaku mendukung obyek tersebut tetapi jika
sikap negatif maka dia akan selalu mencoba menghalangi atau mengabaikan
terjadinya obyek tersebut. Sikap konsumen dapat diukur melalui
pernyataan-pernyataan yang diberikan pada obyek tertentu.
Tujuan kegiatan pemasaran
adalah mempengaruhi pembeli untuk bersedia membeli barang dan jasa perusahaan
(disamping barang lain) pada saat mereka membutuhkan. Hal ini sangat penting
bagi manajer pemasaran untuk memahami “mengapa dan bagaimana” tingkah laku
konsumen tersebut demikian, sehingga perusahaan dapat mengembangkan,
menentukan, mempromosikan, dan mendistribusikan produk jasanya secara lebih
baik. Basu Swastha dan Irawan (2002) mengatakan dengan mempelajari perilaku,
manajer akan mengetahui kesempatan baru yang berasal dari belum terpenuhinya
keinginan dan kemudian mengidentifikasikannya untuk mengadakan segmentasi
pasar.
Baik atau buruknya kualitas
jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa memenuhi harapan konsumen secara
konsisten. Penelitian mengenai kepuasan
nasabah menunjukkan hubungan antara harapan nasabah, kinerja penyedia, dan
kesenjangan diantara keduanya yang menjadi indikator tinggi rendahnya kepuasan
nasabah (Parasuraman, Zeitthaml, dan Berry, 1994). Model kesenjangan harapan
dan kenyataan ini oleh Parasuraman, et al tersebut digunakan untuk mengukur
kepuasan nasabah yang bertitik tolak pada kemampuan nasabah untuk memberikannya
penilaiannya terhadap harapan dan kinerja yang diterimanya. Kondisi kesenjangan
yang positif menunjukkan kepuasan yang meningkat. Kesenjangan dalam pengukuran
kepuasan nasabah banyak digunakan walaupun ada kelemahan untuk aplikasi pada
berbagai bentuk jasa (Lassar et al, 2000). Meskipun model kesenjangan untuk
mengukur kepuasan nasabah bertitik tolak pada kemampuan nasabah untuk
memberikan penilaiannya terhadap harapan dan kinerja yang diterimanya, namun
untuk jasa yang profesional, nasabah akan mengalami kesulitan untuk
memformulasikaan dan sebaiknya digunakan model penilaian bagaimana proses
penyampaian jasa dan model ini tetap menilai penyedia jasa sebagai titik
sentral (Bitner, 1990 dalam Lassar, 2000).
Sebagai ukuran penting
terhadap kinerja organisasi, kualitas pelayanan tetap menjadi bagian depan
dalam literatur pemasaran secara umum maupun literatur pemasaran jasa secara
khusus (Jensen dan Markland, 1996 dalam Lassar (2000)). Topik terus berkembang
dan menimbulkan banyak perdebatan dalam literatur pemasaran mengenai perbedaan
dan asosiasi antara kualitas pelayanan dan kepuasan nasabah. Banyak penelitian
dilakukan dalam beberapa lokasi.
Para praktisi maupun akademisi
mencoba untuk secara akurat mengukur pelayanan untuk secara lebih baik memahami
pengaruh dan konsekuensinya dan selanjutnya dapat mendapatkan metode untuk
mengembangkan kepuasan untuk mencapai keuntungan kompetitif dan membangun
loyalitas (Palmer dan Cole, 1995, Zahorik dan Rust, 1992 dalam Lassar (2000)).
Meskipun arah pengaruh
hubunganantara kepuasan dan loyalitas mudah dipahami untuk suatu perusahaan
jasa, pertanyaanya adalah apakah hubungan ini bergantung pada kondisi dan atau
situasi tertentu atau tidak. Penelitian Mittal dan Lassar (1998) dalam Lassar
dkk (2000) menggunakan perspektif teknis/fungsional untuk membandingkan konsep
loyalitas nasabah dan kepuasan, mendapatkan bahwa pada jasa dengan kontak yang
tinggi (kontak langsung nasabah dengan penyedia jasa relatif tinggi) secara
positif mempengaruhi kepuasan, namun kualitas teknis tidak berpengaruh terhadap
loyalitas nasabah.
Loyalitas nasabah merupakan
penentu utama dari kinerja finansial dari perusahaan (Jones dan Sasser, 1995
dalam McDougall, 2000), Beberapa penelitian membuktikan bahwa beberapa
perusahaan mengalami peningkatan laba mereka pada saat loyalitas nasabah mereka
meningkat (Richheld dan Sasser, 1990 dalam McDougall, 2000). Perusahaan jasa
akan memfokuskan pada pencapaian kepuasan nasabah dan loyalitas dengan
memberikan nilai yang tinggi, sebuah sumber daari keuntungan kompetitif.
Ketatnya persaingan dalam
bisnis perbankan pada saat ini membuat pihak bank berlomba-lomba untuk menarik
konsumen melalui berbagai jenis layanannya, fasilitas yang diberikan,
iming-iming hadiah dan suku bunga yang bersaing yang dituntut untuk semakin
meningkatkan pelayanannya kepada nasabah. Persaingan antar bank tersebut
tentunya akan lebih menguntungkan nasabah karena terdapat berbagai jenis jasa
perbankan yang ditawarkan.
Telah banyak perusahaan
perbankan telah menekankan satu diferensiasi sebagai sebuah strategi kompetitif
(Ennew, 1990 dalam Moutinho dan Smith (2000)). Banyak diantaranya menekankan
upaya untuk mereduksi biaya : rasio pendapatan yang umumnya diberlakukan dalam
industri jasa. Strategi kompetitif yang
dipasangkan dengan pengembangan teknologi baru saat ini telah menekankan
sebagai peran strategis baru dari teknologi sebagai sebuah sumber diferensiasi
dan reduksi biaya (McFarlan dan McKenney, 1983 dalam Moutinho dan Smith
(2000)).
Perkembangan teknologi baru
yang digunakan dalam industri perbankan adalah automatic teller machine
(ATM), dimana keberadaannya telah merevolusi banyak jasa finansial.
Teknologi telah memungkinkan menjadi pengambil keputusan kearah mereorganisasi
distribusi secara radikal, dengan mengkombinasikan jaringan ATM, pemrosesan
terpusat dan lain-lainnya yang menghasilkan outlet cabang yang lebih sedikit
dan mereduksi jumlah teller manusia yang dipekerjakan. Namun meskipun
secara potensial dapat mereduksi biaya, pengaruh jangka panjang dari ATM dan
teknologi lainnya akan tergangung pada sikap dan perilaku nasabah yang
menyertainya (Moutinho dan Smith, 2000). Keinginan untuk menggunakan jasa
berbasis teknologi, atau untuk mencari penyedia alternatif, merupakan masalah
utama dari pembuat keputusan. Pada akhir
dekade dimana penyedia jasa keuangan telah menekankan peran penting dari
kualitas jasa dan kepuasan konsumen dalam pencapaian tujuan perusahaan, suatu
pemahaman mengenai pengaruh sistem berbasis teknologi terhadap persepsi dan
perilaku konsumen akan menjadi hal yang penting.
Penelitian ini menjelaskan dan
menguji suatu model mengenai hubungan antara satu elemen dari kualitas jasa
yaitu convenience/akses (atau kemudahan perbankan) sebagaimana dalam beberapa
kuesioner mengenai kualitas pelayanan yang dikembangkan sebelumnya, yaitu skala
BSQ (Bank Service Quality) yang diperkenalkan oleh Bahia dan Nantel
(2000) kepuasan nasabah dan loyaitas nasabah. Dampak dari sikap nasabah
terhadap dimensi kualitas jasa akses yang melibatkan teller dan ATM dalam
hubungan ini juga akan diuji. Penelitian dilakukan di Bank Jateng Cabang
Semarang.
Asumsi dan latar belakang yang
mendasari penelitian ini adalah bahwa dari maraknya persaingan perbankan yang
ada di Semarang, Bank Jateng merupakan bagian dari persaingan tersebut. Bank
Jateng pada awalnya benama Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (BPD Jateng).
Penggantian nama menjadi Bank jateng dimaksudkan untuk memberikan citra profesionalisme
bank kedearahan.
Persaingan yang semakin ketat dimana
semakin banyak pilihan bank yang terlihat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan
nasabah menyebabkan Bank Jateng juga harus menempatkan orientasi pada kepuasan
nasabah sebagai tujuan utama. Hal ini tercermin dari makin banyaknya perusahaan
jasa perbankan menyertakan komitmennya terhadap kepuasan nasabah dalam
pernyataan misinya, iklan maupun public
relation release. Dewasa ini semakin diyakini bahwa kunci utama untuk
memenangkan persaingan adalah memberikan nilai atau kepuasan kepada nasabah
melalui penyampaian produk dan jasa yang berkualitas serta pelayanan yang
memuaskan.
Sebagaimana fasilitas yang
dikembangkan oleh bank-bank nasional lainnya, Bank Jateng pada sejak tahun 2006
telah juga menggunakan ATM (Automatic Teller Machine) sebagai sebuah
fasilitas pencatat transaksinya. Keberadaan ATM tersebut dimaksudkan untuk
mempercepat dan memfasilitasi ativitas perbankan yang semakin memerlukan
kecepatan. Hal ini pada akhirnya dapat dimanfatkan oleh pihak bank untuk
mempertahankan loyalitas nasabahnya. Namun demikian sebagai bank yang
sebelumnya cenderung merpakan bank lokal, maka penerapan teknologi perbankan
oleh Bank Jateng sedikit terlambat. Salah satu bentuk kekurangan yang dimiliki
oleh Bank Jateng adalah fasilits ATM yang dinilai masih kurang dan/atau belum
berfungsi secara optimal. Salah satu catatan penting yang menjadi dasar
pemasalahan yang akan dimunculkan dalam penelitin ini adalah,masih cukup
banyaknya komplain dari nasabah terhadap keberadaan dan pemanfaatan
fasilitas ATM Bank Jateng. Sebuah hasil
survey singkat pada bulan Januari 2008 terhadap 20 nasabah mendapatkan bahwa
lebih dari 90% responden menyatakan keluhannya tentang kebeadaan ATM Bank
Jateng. Dari jumlah responden yang sama, 52,5% juga memberikan komplain akan
kekurangcepatan teller dalam melayani nasabah.
Berhasil tidaknya suatu
perusahaan juga tergantung pada kemampuan manajemen untuk menjembatani
kesenjangan-kesenjangan yang terjadi dengan nasabah pemberi jasa. Meskipun
faktor yang sulit dikendalikan seperti krisis ekonomi dapat menjadi penyebab
penurunan tingkat transaksi dan jumlah nasabah, namun tidak menutup kemungkinan
bahwa ketidakpuasan nasabah merupakan salah satu faktor pendukung turunnya
tingkat transaksi dan jumlah nasabahnya.
Penelitian mengenai kepuasan
nasabah sebelumnya menunjukkan hubungan antara kualitas pelayanan, persepsi
terhadap nilai yang dirasakan, kepuasan dan loyalitas nasabah (Nguyen dan
LeBlanc, 1998).
Beradasarkan uraian di atas
maka judul yang dipilih dalam penyusunan ini adalah “Peran Sikap terhadap Teller dan ATM dalam Memediasi Model Kepuasan
Nasabah (Studi Kasus pada Bank Jateng)”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dalam
penelitian ini maka perumusan masalah dalam penelitian ini diperinci sebagai
berikut :
1.
Apakah
persepsi mengenai faktor kemudahan perbankan berpengaruh terhadap sikap
terhadap teller?
2.
Apakah
persepsi mengenai faktor kemudahan perbankan berpengaruh terhadap sikap
terhadap ATM?
3.
Apakah
persepsi mengenai faktor kemudahan perbankan berpengaruh terhadap kepuasan
nasabah?
4.
Apakah
sikap terhadap teller berpengaruh terhadap kepuasan nasabah?
5.
Apakah
sikap terhadap ATM berpengaruh terhadap kepuasan nasabah?
6.
Apakah
kepuasan nasabah berpengaruh terhadap loyalitas nasabah
No comments:
Post a Comment