5/1/12

Peran Sikap terhadap Teller dan ATM dalam Memediasi Model Kepuasan Nasabah (Studi Kasus pada Bank Jateng)

1.1.  Latar Belakang
Globalisasi merupakan persaingan skala dunia yang efektif dan menuntut dipenuhinya atau dilampauinya standar global, dalam hal ini kualitas, lingkungan, tingkat jasa keamanan, perhatian dan perlindungan atas properti intelektual dan dimensi-dimensi kerja lainnya. Dalam memasuki era globalisasi tingkat persaingan bisnis semakin tinggi, terutama tingkat persaingan mendapatkan konsumen atau nasabah karena banyak perusahaan-perusahaan bergerak di satu bidang industri yang sama dengan mengunggulkan kualitas produk dan jasa pelayanannya masing-masing.

Kepuasan konsumen merupakan salah satu faktor kunci bagi keberhasilan bank sebagai perusahan jasa dan tidak dapat dipungkiri dalam dunia bisnis saat ini, karena tidak ada yang lebih penting lagi bagi sebuah bank kecuali menempatkan masalah kepuasan dan loyalitas terhadap nasabah melalui pelayanan sebagai salah satu komitmen bisnisnya. Kepuasan dapat diindentifikasikan sebagai respon yang timbul dari pengalaman khusus konsumen dalam melakukan pembelian (Kotler, 1997).
Loyalitas nasabah dapat bermanfaat bagi perusahaan, karena selain memperkecil biaya promosi, pihak bank juga akan mendapat kepercayaan dari nasabah untuk mengelola investasinya. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan itu berkualitas sehingga keyakinan pelanggan terhadap jasa atau produknya sudah merekat erat pada diri pelanggan. Istilah loyalitas sudah sering kita dengar, seperti emosi dan kepuasan, loyalitas merupakan konsep lain yang nampak mudah dibicarakan dalam konteks sehari-hari.
Pentingnya perusahaan mengetahui dan memahami perilaku konsumen dalam melakukan pembelian untuk tercapainya kepuasan konsumen dan mendapatkan keuntungan merupakan perihal yang utama. Perilaku seseorang akan mencerminkan sikapnya terhadap suatu obyek. Jika seseorang mempunyai sikap yang positif terhadap suatu obyek dia akan berperilaku mendukung obyek tersebut tetapi jika sikap negatif maka dia akan selalu mencoba menghalangi atau mengabaikan terjadinya obyek tersebut. Sikap konsumen dapat diukur melalui pernyataan-pernyataan yang diberikan pada obyek tertentu.
Tujuan kegiatan pemasaran adalah mempengaruhi pembeli untuk bersedia membeli barang dan jasa perusahaan (disamping barang lain) pada saat mereka membutuhkan. Hal ini sangat penting bagi manajer pemasaran untuk memahami “mengapa dan bagaimana” tingkah laku konsumen tersebut demikian, sehingga perusahaan dapat mengembangkan, menentukan, mempromosikan, dan mendistribusikan produk jasanya secara lebih baik. Basu Swastha dan Irawan (2002) mengatakan dengan mempelajari perilaku, manajer akan mengetahui kesempatan baru yang berasal dari belum terpenuhinya keinginan dan kemudian mengidentifikasikannya untuk mengadakan segmentasi pasar.
Baik atau buruknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa memenuhi harapan konsumen secara konsisten. Penelitian  mengenai kepuasan nasabah menunjukkan hubungan antara harapan nasabah, kinerja penyedia, dan kesenjangan diantara keduanya yang menjadi indikator tinggi rendahnya kepuasan nasabah (Parasuraman, Zeitthaml, dan Berry, 1994). Model kesenjangan harapan dan kenyataan ini oleh Parasuraman, et al tersebut digunakan untuk mengukur kepuasan nasabah yang bertitik tolak pada kemampuan nasabah untuk memberikannya penilaiannya terhadap harapan dan kinerja yang diterimanya. Kondisi kesenjangan yang positif menunjukkan kepuasan yang meningkat. Kesenjangan dalam pengukuran kepuasan nasabah banyak digunakan walaupun ada kelemahan untuk aplikasi pada berbagai bentuk jasa (Lassar et al, 2000). Meskipun model kesenjangan untuk mengukur kepuasan nasabah bertitik tolak pada kemampuan nasabah untuk memberikan penilaiannya terhadap harapan dan kinerja yang diterimanya, namun untuk jasa yang profesional, nasabah akan mengalami kesulitan untuk memformulasikaan dan sebaiknya digunakan model penilaian bagaimana proses penyampaian jasa dan model ini tetap menilai penyedia jasa sebagai titik sentral (Bitner, 1990 dalam Lassar, 2000).
Sebagai ukuran penting terhadap kinerja organisasi, kualitas pelayanan tetap menjadi bagian depan dalam literatur pemasaran secara umum maupun literatur pemasaran jasa secara khusus (Jensen dan Markland, 1996 dalam Lassar (2000)). Topik terus berkembang dan menimbulkan banyak perdebatan dalam literatur pemasaran mengenai perbedaan dan asosiasi antara kualitas pelayanan dan kepuasan nasabah. Banyak penelitian dilakukan dalam beberapa lokasi.
Para praktisi maupun akademisi mencoba untuk secara akurat mengukur pelayanan untuk secara lebih baik memahami pengaruh dan konsekuensinya dan selanjutnya dapat mendapatkan metode untuk mengembangkan kepuasan untuk mencapai keuntungan kompetitif dan membangun loyalitas (Palmer dan Cole, 1995, Zahorik dan Rust, 1992 dalam Lassar (2000)).
Meskipun arah pengaruh hubunganantara kepuasan dan loyalitas mudah dipahami untuk suatu perusahaan jasa, pertanyaanya adalah apakah hubungan ini bergantung pada kondisi dan atau situasi tertentu atau tidak. Penelitian Mittal dan Lassar (1998) dalam Lassar dkk (2000) menggunakan perspektif teknis/fungsional untuk membandingkan konsep loyalitas nasabah dan kepuasan, mendapatkan bahwa pada jasa dengan kontak yang tinggi (kontak langsung nasabah dengan penyedia jasa relatif tinggi) secara positif mempengaruhi kepuasan, namun kualitas teknis tidak berpengaruh terhadap loyalitas nasabah.
Loyalitas nasabah merupakan penentu utama dari kinerja finansial dari perusahaan (Jones dan Sasser, 1995 dalam McDougall, 2000), Beberapa penelitian membuktikan bahwa beberapa perusahaan mengalami peningkatan laba mereka pada saat loyalitas nasabah mereka meningkat (Richheld dan Sasser, 1990 dalam McDougall, 2000). Perusahaan jasa akan memfokuskan pada pencapaian kepuasan nasabah dan loyalitas dengan memberikan nilai yang tinggi, sebuah sumber daari keuntungan kompetitif.
Ketatnya persaingan dalam bisnis perbankan pada saat ini membuat pihak bank berlomba-lomba untuk menarik konsumen melalui berbagai jenis layanannya, fasilitas yang diberikan, iming-iming hadiah dan suku bunga yang bersaing yang dituntut untuk semakin meningkatkan pelayanannya kepada nasabah. Persaingan antar bank tersebut tentunya akan lebih menguntungkan nasabah karena terdapat berbagai jenis jasa perbankan yang ditawarkan.

Telah banyak perusahaan perbankan telah menekankan satu diferensiasi sebagai sebuah strategi kompetitif (Ennew, 1990 dalam Moutinho dan Smith (2000)). Banyak diantaranya menekankan upaya untuk mereduksi biaya : rasio pendapatan yang umumnya diberlakukan dalam industri jasa. Strategi kompetitif  yang dipasangkan dengan pengembangan teknologi baru saat ini telah menekankan sebagai peran strategis baru dari teknologi sebagai sebuah sumber diferensiasi dan reduksi biaya (McFarlan dan McKenney, 1983 dalam Moutinho dan Smith (2000)).
Perkembangan teknologi baru yang digunakan dalam industri perbankan adalah automatic teller machine (ATM), dimana keberadaannya telah merevolusi banyak jasa finansial. Teknologi telah memungkinkan menjadi pengambil keputusan kearah mereorganisasi distribusi secara radikal, dengan mengkombinasikan jaringan ATM, pemrosesan terpusat dan lain-lainnya yang menghasilkan outlet cabang yang lebih sedikit dan mereduksi jumlah teller manusia yang dipekerjakan. Namun meskipun secara potensial dapat mereduksi biaya, pengaruh jangka panjang dari ATM dan teknologi lainnya akan tergangung pada sikap dan perilaku nasabah yang menyertainya (Moutinho dan Smith, 2000). Keinginan untuk menggunakan jasa berbasis teknologi, atau untuk mencari penyedia alternatif, merupakan masalah utama dari pembuat keputusan.  Pada akhir dekade dimana penyedia jasa keuangan telah menekankan peran penting dari kualitas jasa dan kepuasan konsumen dalam pencapaian tujuan perusahaan, suatu pemahaman mengenai pengaruh sistem berbasis teknologi terhadap persepsi dan perilaku konsumen akan menjadi hal yang penting.

Penelitian ini menjelaskan dan menguji suatu model mengenai hubungan antara satu elemen dari kualitas jasa yaitu convenience/akses (atau kemudahan perbankan) sebagaimana dalam beberapa kuesioner mengenai kualitas pelayanan yang dikembangkan sebelumnya, yaitu skala BSQ (Bank Service Quality) yang diperkenalkan oleh Bahia dan Nantel (2000) kepuasan nasabah dan loyaitas nasabah. Dampak dari sikap nasabah terhadap dimensi kualitas jasa akses yang melibatkan teller dan ATM dalam hubungan ini juga akan diuji. Penelitian dilakukan di Bank Jateng Cabang Semarang.
Asumsi dan latar belakang yang mendasari penelitian ini adalah bahwa dari maraknya persaingan perbankan yang ada di Semarang, Bank Jateng merupakan bagian dari persaingan tersebut. Bank Jateng pada awalnya benama Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (BPD Jateng). Penggantian nama menjadi Bank jateng dimaksudkan untuk memberikan citra profesionalisme bank kedearahan.
Persaingan yang semakin ketat dimana semakin banyak pilihan bank yang terlihat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan nasabah menyebabkan Bank Jateng juga harus menempatkan orientasi pada kepuasan nasabah sebagai tujuan utama. Hal ini tercermin dari makin banyaknya perusahaan jasa perbankan menyertakan komitmennya terhadap kepuasan nasabah dalam pernyataan misinya, iklan maupun public relation release. Dewasa ini semakin diyakini bahwa kunci utama untuk memenangkan persaingan adalah memberikan nilai atau kepuasan kepada nasabah melalui penyampaian produk dan jasa yang berkualitas serta pelayanan yang memuaskan.
Sebagaimana fasilitas yang dikembangkan oleh bank-bank nasional lainnya, Bank Jateng pada sejak tahun 2006 telah juga menggunakan ATM (Automatic Teller Machine) sebagai sebuah fasilitas pencatat transaksinya. Keberadaan ATM tersebut dimaksudkan untuk mempercepat dan memfasilitasi ativitas perbankan yang semakin memerlukan kecepatan. Hal ini pada akhirnya dapat dimanfatkan oleh pihak bank untuk mempertahankan loyalitas nasabahnya. Namun demikian sebagai bank yang sebelumnya cenderung merpakan bank lokal, maka penerapan teknologi perbankan oleh Bank Jateng sedikit terlambat. Salah satu bentuk kekurangan yang dimiliki oleh Bank Jateng adalah fasilits ATM yang dinilai masih kurang dan/atau belum berfungsi secara optimal. Salah satu catatan penting yang menjadi dasar pemasalahan yang akan dimunculkan dalam penelitin ini adalah,masih cukup banyaknya komplain dari nasabah terhadap keberadaan dan pemanfaatan fasilitas  ATM Bank Jateng. Sebuah hasil survey singkat pada bulan Januari 2008 terhadap 20 nasabah mendapatkan bahwa lebih dari 90% responden menyatakan keluhannya tentang kebeadaan ATM Bank Jateng. Dari jumlah responden yang sama, 52,5% juga memberikan komplain akan kekurangcepatan teller dalam melayani nasabah.
Berhasil tidaknya suatu perusahaan juga tergantung pada kemampuan manajemen untuk menjembatani kesenjangan-kesenjangan yang terjadi dengan nasabah pemberi jasa. Meskipun faktor yang sulit dikendalikan seperti krisis ekonomi dapat menjadi penyebab penurunan tingkat transaksi dan jumlah nasabah, namun tidak menutup kemungkinan bahwa ketidakpuasan nasabah merupakan salah satu faktor pendukung turunnya tingkat transaksi dan jumlah nasabahnya.  Penelitian  mengenai kepuasan nasabah sebelumnya menunjukkan hubungan antara kualitas pelayanan, persepsi terhadap nilai yang dirasakan, kepuasan dan loyalitas nasabah (Nguyen dan LeBlanc, 1998).
Beradasarkan uraian di atas maka judul yang dipilih dalam penyusunan ini adalah “Peran Sikap terhadap Teller dan ATM dalam Memediasi Model Kepuasan Nasabah (Studi Kasus pada Bank Jateng)

1.2.  Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini maka perumusan masalah dalam penelitian ini diperinci sebagai berikut :
1.        Apakah persepsi mengenai faktor kemudahan perbankan berpengaruh terhadap sikap terhadap teller?
2.        Apakah persepsi mengenai faktor kemudahan perbankan berpengaruh terhadap sikap terhadap ATM?
3.        Apakah persepsi mengenai faktor kemudahan perbankan berpengaruh terhadap kepuasan nasabah?
4.        Apakah sikap terhadap teller berpengaruh terhadap kepuasan nasabah?
5.        Apakah sikap terhadap ATM berpengaruh terhadap kepuasan nasabah?
6.        Apakah kepuasan nasabah berpengaruh terhadap loyalitas nasabah

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN ILMU FORENSIK DALAM HUKUM PIDANA

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada pros...