A. Latar Belakang
Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan
pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang
diinginkannya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga/rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini
dimaksudkan, bahwa perkawinan itu hendaknya berlangsung seumur hidup dan tidak
boleh berakhir begitu saja. Pembentukan keluarga yang bahagia dan kekal itu,
haruslah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perkawinan
bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan
seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial biologis,
psikologis maupun secara sosial.Seseorang
dengan melangsungkan sebuah perkawinan maka dengan sendirinya semua kebutuhan
biologisnya bisa terpenuhi. Ia akan bisa menyalurkan kebutuhan seksnya dengan
pasangan hidupnya. Sementara itu secara mental atau rohani mereka yang telah
menikah lebih bisa mengendalikan emosinya dan mengendalikan nafsu seksnya.
Kematangan
emosi merupaka aspek yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan perkawinan.
Keberhasilan rumah tangga sangat banyak di tentukan oleh kematangan emosi, baik
suami maupun istri. Dengan dilangsungkannya perkawinan maka status sosialnya
dalam kehidupan bermasyarakat diakui sebagai pasangan suami-istri, dan sah
secara hukum.
Perkawinan
pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak memandang pada profesi,
agama, suku bangsa, miskin atau kaya, tinggal di desa atau di kota. Namun tidak
sedikit manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik fisik maupun mental akan
mencari pasangannya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Dalam kehidupan
manusia, perkawinan bukanlah bersifat sementara tetapi untuk seumur hidup. Sayangnya
tidak semua orang tidak bisa memahami hakekat dan tujuan dari perkawinan yang
seutuhnya yaitu mendapatkan kebahagiaan yang sejati dalam berumah-tangga.
Batas
usia dalam melangsungkan perkawinan adalah penting atau dapat dikatakan sangat
penting. Hal ini disebabkan karena di dalam perkawinan menghendaki kematangan
psikologis.
Usia
perkawinan yang terlalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian
karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah
tangga bagi suami istri.
Pernikahan
yang sukses sering ditandai dengan kesiapan memikul tanggung-jawab. Begitu
memutuskan untuk menikah, mereka siap menanggung segala beban yang timbul
akibat adanya pernikahan, baik yang menyangkut pemberian nafkah, pendidikan
anak, maupun yang berkait dengan perlindungan, pendidikan, serta pergaulan yang
baik.
Tujuan
dari perkawinan yang lain adalah memperoleh keturunan yang baik. Dengan
perkawinan pada usia yang terlalu muda mustahil akan memperoleh keturunan yang
berkualitas. Kedewasaan ibu juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak,
karena ibu yang telah dewasa secara psikologis akan akan lebih terkendali emosi
maupun tindakannya, bila dibandingkan dengan para ibu muda.
Selain
mempengaruhi aspek fisik, umur ibu juga mempengaruhi aspek psikologi anak, ibu
usia remaja sebenarnya belum siap untuk menjadi ibu dalam arti keterampilan
mengasuh anaknya. Ibu muda ini lebih menonjolkan sifat keremajaannya daripada
sifat keibuannya.
Remaja
sebagai anak yang ada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju usia
dewasa pada masa peralihan ini biasanya terjadi percepatan pertumbuhan dalam
segi fisik maupun psikis. Baik ditinjau dari bentuk badan, sikap, cara berpikir
dan bertindak mereka bukan lagi anak-anak. Mereka juga belum dikatakan manusia
dewasa yang memiliki kematangan pikiran.
Sifat-sifat
keremajaan ini (seperti emosi yang tidak stabil, belum mempunyai kemampuan yang
matang untuk menyelesaikan konflik-konflik yang dihadapi, serta belum mempunyai
pemikiran yang matang tentang masa depan yang baik), akan sangat mempengaruhi
perkembangan psikososial anak dalam hal ini kemampuan konflikpun, usia itu
berpengaruh.
Perkawinan
usia muda juga membawa pengaruh yang tidak baik bagi anak-anak mereka. Biasanya
anak-anak kurang kecerdasannya. Sebagaimana dikemukakan oleh Ancok yaitu:
Anak-anak
yang dilahirkan oleh ibu-ibu remaja mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang lebih
dewasa. Rendahnya angka kecerdasan anak-anak tersebut karena si ibu belum
memberi stimulasi mental pada anak-anak mereka. Hal ini disebabkan karena
ibu-ibu yang masih remaja belum mempunyai kesiapan untuk menjadi ibu.
Perkembangan
bahasa si anak sangat tergantung pada cara si ibu berbicara pada anaknya. Aspek
kecerdasan non bahasa berkembang bila si ibu dapat memberikan permainan atau
stimulan mental yang baik. Ibu remaja biasanya kurang mampu memberikan stimulan
mental itu.
Dari
keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kedewasaan ibu baik secara fisik maupun
mental sangat penting, karena hal itu akan berpengaruh terhadap perkembangan
anak kelak dikemudian hari. Oleh sebab itulah maka sangat penting untuk
memperhatikan umur pada anak yang akan menikah.
Meskipun
batas umur perkawinan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974, yaitu perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Namun
dalam prakteknya masih banyak kita jumpai perkawinan pada usia muda atau di
bawah umur. Padahal perkawinan yang sukses pasti membutuhkan kedewasaan
tanggung jawab secara fisik maupun mental, untuk bisa mewujudkan harapan yang
ideal dalam kehidupan berumah tangga.
Peranan
orang tua sangat besar artinya bagi perkembangan psikologis anak-anaknya, orang
tua dengan anak akan mempengaruhi kepribadian anaknya dimasa dewasanya. Anak yang masih dalam proses perkembangan
tersebut mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok terutama kebutuhan rasa aman,
sayang dan kebutuhan rasa harga diri. Apabila kebutuhan-kabutuhan tersebut
tidak terpenuhi akan mengakibatkan goncangan pada perkembangan anak. Masih
banyak orang tua yang belum menyadari pentingnya keterlibatan mereka secara
langsung dalam mengasuh anak. Tak jarang akibatnya merugikan perkembangan fisik
dan mental anaknya sendiri.
Pada
umumnya wanita yang telah melangsungkan perkawinan di usia muda di Desa Sentul Kecamatan
Balaraja Kabupaten Tangerang tidak semua memiliki tingkat kedewasaan/kematangan
yang ideal yang sesuai dengan pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974.
Mengingat
keluarga adalah tempat pertama bagi tumbuh kembangnya anak sejak lahir hingga
dewasa maka pola asuh anak dalam keluarga perlu disebarluaskan pada setiap
keluarga.
Kepada pasangan
usia muda tersebut seharusnya diberikan pembekalan yang memadai tentang
norma-norma berkeluarga, adat istiadat, perilaku dan budaya malu serta rasa
hormat, pemahaman agama.
Masih banyak orang
tua yang belum menyadari pentingnya keterlibatan mereka secara langsung dalam
mengasuh anak. Tak jarang akibatnya merugikan perkembangan fisik dan mental anaknya
sendiri.
Kenyataan
ini terjadi di Desa Sentul Kecamatan Balaraja Kabupaten Tangerang. Di desa ini
sebagian masyarakat melangsungkan perkawinan di usia muda sehingga tujuan dari
perkawinan itu sendiri kurang disadari, yaitu untuk membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Antara
dusun satu dengan dusun yang lainnya jaraknya berjauhan dan melewati perhutanan
sehingga untuk mencapai daerah yang satu dengan daerah yang lainnya harus
menggunakan kendaraan. Desa Sentul Kecamatan Balaraja Kabupaten Tangerang
terbagi menjadi 14 RT yang dikelompokkan menjadi 3 RW. Mata pencaharian pada umumnya beragam, tetapi
yang lebih dominan adalah sebagai pedagang. Adapun yang lainnya bermata
pencaharian sebagai PNS, pedagang, tukang ojek dan kerja di pabrik hanyalah
sebagian.
No comments:
Post a Comment