4/26/12

FAKTOR PENDORONG DAN DAMPAK PERKAWINAN USIA MUDA TERHADAP POLA ASUH KELUARGA (Studi Kasus Putusan Nomor 1203 / Pdt.G / 2010/PA.TNG)

A. Latar Belakang
Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini dimaksudkan, bahwa perkawinan itu hendaknya berlangsung seumur hidup dan tidak boleh berakhir begitu saja. Pembentukan keluarga yang bahagia dan kekal itu, haruslah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial biologis, psikologis maupun secara sosial.Seseorang dengan melangsungkan sebuah perkawinan maka dengan sendirinya semua kebutuhan biologisnya bisa terpenuhi. Ia akan bisa menyalurkan kebutuhan seksnya dengan pasangan hidupnya. Sementara itu secara mental atau rohani mereka yang telah menikah lebih bisa mengendalikan emosinya dan mengendalikan nafsu seksnya.

Kematangan emosi merupaka aspek yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan perkawinan. Keberhasilan rumah tangga sangat banyak di tentukan oleh kematangan emosi, baik suami maupun istri. Dengan dilangsungkannya perkawinan maka status sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat diakui sebagai pasangan suami-istri, dan sah secara hukum.
Perkawinan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak memandang pada profesi, agama, suku bangsa, miskin atau kaya, tinggal di desa atau di kota. Namun tidak sedikit manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik fisik maupun mental akan mencari pasangannya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Dalam kehidupan manusia, perkawinan bukanlah bersifat sementara tetapi untuk seumur hidup. Sayangnya tidak semua orang tidak bisa memahami hakekat dan tujuan dari perkawinan yang seutuhnya yaitu mendapatkan kebahagiaan yang sejati dalam berumah-tangga.
Batas usia dalam melangsungkan perkawinan adalah penting atau dapat dikatakan sangat penting. Hal ini disebabkan karena di dalam perkawinan menghendaki kematangan psikologis.
Usia perkawinan yang terlalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri.
Pernikahan yang sukses sering ditandai dengan kesiapan memikul tanggung-jawab. Begitu memutuskan untuk menikah, mereka siap menanggung segala beban yang timbul akibat adanya pernikahan, baik yang menyangkut pemberian nafkah, pendidikan anak, maupun yang berkait dengan perlindungan, pendidikan, serta pergaulan yang baik.
Tujuan dari perkawinan yang lain adalah memperoleh keturunan yang baik. Dengan perkawinan pada usia yang terlalu muda mustahil akan memperoleh keturunan yang berkualitas. Kedewasaan ibu juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena ibu yang telah dewasa secara psikologis akan akan lebih terkendali emosi maupun tindakannya, bila dibandingkan dengan para ibu muda.
Selain mempengaruhi aspek fisik, umur ibu juga mempengaruhi aspek psikologi anak, ibu usia remaja sebenarnya belum siap untuk menjadi ibu dalam arti keterampilan mengasuh anaknya. Ibu muda ini lebih menonjolkan sifat keremajaannya daripada sifat keibuannya.
Remaja sebagai anak yang ada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju usia dewasa pada masa peralihan ini biasanya terjadi percepatan pertumbuhan dalam segi fisik maupun psikis. Baik ditinjau dari bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak mereka bukan lagi anak-anak. Mereka juga belum dikatakan manusia dewasa yang memiliki kematangan pikiran.
Sifat-sifat keremajaan ini (seperti emosi yang tidak stabil, belum mempunyai kemampuan yang matang untuk menyelesaikan konflik-konflik yang dihadapi, serta belum mempunyai pemikiran yang matang tentang masa depan yang baik), akan sangat mempengaruhi perkembangan psikososial anak dalam hal ini kemampuan konflikpun, usia itu berpengaruh.
Perkawinan usia muda juga membawa pengaruh yang tidak baik bagi anak-anak mereka. Biasanya anak-anak kurang kecerdasannya. Sebagaimana dikemukakan oleh Ancok yaitu:
Anak-anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu remaja mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang lebih dewasa. Rendahnya angka kecerdasan anak-anak tersebut karena si ibu belum memberi stimulasi mental pada anak-anak mereka. Hal ini disebabkan karena ibu-ibu yang masih remaja belum mempunyai kesiapan untuk menjadi ibu.
Perkembangan bahasa si anak sangat tergantung pada cara si ibu berbicara pada anaknya. Aspek kecerdasan non bahasa berkembang bila si ibu dapat memberikan permainan atau stimulan mental yang baik. Ibu remaja biasanya kurang mampu memberikan stimulan mental itu.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kedewasaan ibu baik secara fisik maupun mental sangat penting, karena hal itu akan berpengaruh terhadap perkembangan anak kelak dikemudian hari. Oleh sebab itulah maka sangat penting untuk memperhatikan umur pada anak yang akan menikah.
Meskipun batas umur perkawinan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Namun dalam prakteknya masih banyak kita jumpai perkawinan pada usia muda atau di bawah umur. Padahal perkawinan yang sukses pasti membutuhkan kedewasaan tanggung jawab secara fisik maupun mental, untuk bisa mewujudkan harapan yang ideal dalam kehidupan berumah tangga.
Peranan orang tua sangat besar artinya bagi perkembangan psikologis anak-anaknya, orang tua dengan anak akan mempengaruhi kepribadian anaknya dimasa dewasanya. Anak yang masih dalam proses perkembangan tersebut mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok terutama kebutuhan rasa aman, sayang dan kebutuhan rasa harga diri. Apabila kebutuhan-kabutuhan tersebut tidak terpenuhi akan mengakibatkan goncangan pada perkembangan anak. Masih banyak orang tua yang belum menyadari pentingnya keterlibatan mereka secara langsung dalam mengasuh anak. Tak jarang akibatnya merugikan perkembangan fisik dan mental anaknya sendiri.
Pada umumnya wanita yang telah melangsungkan perkawinan di usia muda di Desa Sentul Kecamatan Balaraja Kabupaten Tangerang tidak semua memiliki tingkat kedewasaan/kematangan yang ideal yang sesuai dengan pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974.
Mengingat keluarga adalah tempat pertama bagi tumbuh kembangnya anak sejak lahir hingga dewasa maka pola asuh anak dalam keluarga perlu disebarluaskan pada setiap keluarga.
Kepada pasangan usia muda tersebut seharusnya diberikan pembekalan yang memadai tentang norma-norma berkeluarga, adat istiadat, perilaku dan budaya malu serta rasa hormat, pemahaman agama.
Masih banyak orang tua yang belum menyadari pentingnya keterlibatan mereka secara langsung dalam mengasuh anak. Tak jarang akibatnya merugikan perkembangan fisik dan mental anaknya sendiri.
Kenyataan ini terjadi di Desa Sentul Kecamatan Balaraja Kabupaten Tangerang. Di desa ini sebagian masyarakat melangsungkan perkawinan di usia muda sehingga tujuan dari perkawinan itu sendiri kurang disadari, yaitu untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Antara dusun satu dengan dusun yang lainnya jaraknya berjauhan dan melewati perhutanan sehingga untuk mencapai daerah yang satu dengan daerah yang lainnya harus menggunakan kendaraan. Desa Sentul Kecamatan Balaraja Kabupaten Tangerang terbagi menjadi 14 RT yang dikelompokkan menjadi 3 RW. Mata pencaharian pada umumnya beragam, tetapi yang lebih dominan adalah sebagai pedagang. Adapun yang lainnya bermata pencaharian sebagai PNS, pedagang, tukang ojek dan kerja di pabrik hanyalah sebagian.

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN ILMU FORENSIK DALAM HUKUM PIDANA

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada pros...