7/13/09

Tindak Pidana Pencucian Uang

BAB I
PENDAHULUAN


1. Latar belakang penelitian.
A. Pengertian.
Menurut Pasal 1 ayat (1) UU no 25 th 2003, Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayar, menghibahkan, dan membawa keluar negeri atas harta yang patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Hukum pidana ekonomi adalah hukum pidana khusus.Yang dimaksud dengan tindak pidana dibidang ekonomi adalah suatu perbuatan yang melanggar ketentuan dalam peraturan hukum dibidang ekonomi, ketentuan mana tersebar dalam berbagai peraturan. Adapun menurut peraturan tindak pidana ekonomi dapat ditemukan pada pada UU darurat no. 7 th 1955 dalam arti sempitnya. Sedangkan dalam arti luasnya, tindak pidana dibidang ekonomi meliputi sbb;
a. UU no 10 th 1998 tentang perbankan.
b. UU no 7 th 1987 tentang hak cipta.
c. UU no 20 th 2001 tentang tindak pidana korupsi.
d. UU no 25 th 2003 tentang tindak pidana pencucian uang
Perubahan dari pada UU no 15 th 2002.
Menurut Pasal 2 UU no 25 th 2003 yang dikatakan pencucian uang adalah usaha untuk memutihkan asal usul uang dari hasil kejahatan seperti :
a. Korupsi………………………………e.Perdagangan wanita dan budak;
b. Penyuapan;………………………. ..f.Perdagangan senjata gelap;
c. Penyelundupan barang;……………g. Penculikan;
d. Penyelundupan tenaga kerja.;.. …..h. Terorisme;
i. Penyelundupan Imigran;……………m. Pencurian;
j. Perbankan;…………………………… n. Pengelapan;
k. Narkotika;……………………………… o. penipuan;
l. Psikotropika dan lain-lain.

Untuk menjadikan agar undang-undang ini menjadi efektif maka dibentuklah Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Menurut Pasal 26 UU no 25 tahun 2003 Adapun tugas PPATK antara lain;
a. Mendeteksi, mengumpulkan, menyimpan, menganalisi informasi yang diparoleh PPATK bedasarkan undang-undang yang berlaku.
-Pelapor bisa orang-perorang, kelompok dan instansi.
b. Merekomendasikan pada penegak hukum.
-Menurut pasal 26 g UU nomor 25 tahun 2003 PPATK wajib melaporkan hasil analisis pada kepolisian dan kejaksaan.
-Menurut pasal 26 h UU nomor 25 tahun 2003 PPATK wajib memberikan laporan pada Presiden setiap, DPR, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan setiap 6 bulan sekali.

B. Terdapat tahap-tahap dalam Money laundring, diantaranya sebagai berikut;
a. Menempatkan uang dibank. (placeman)
Seseorang menyimpan uangnya dibank dari hasil kejahatannya agar aman, Sebab amat berbahaya jika uang tersebut disimpan dirumah atau disimpan ditempat yang tidak jelas.

b. Dipindah-pindah atau dilapis-lapis. (levering).
Uang tersebut dipindah-pindah dari bank satu ke bank yang lain lalu dipisah-pisah menjadi jumlah kecil. Seumpama seseorang dari hasil kejahatannya memperoleh uang Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar) lalu dipecah-pecah menjadi Rp 2.00.000.000,00 (dua ratus juta) pada lima bank Yang berbeda.
c. Menyatukan uang. (integration).
Uang uang yang dipisahkan tadi dikumpulkan kembali dan jadilah uang tersebut seolah-olah menjadi halal.

C. Problem yang dihadapi.
Sebagaimana kita ketahui Hukum dibuat untuk mengatur hubungan manusia.“Hukum adalah alat untuk mengubah dan memperbaiki keadaan mesyarakat.” terdapat perbedaan antara tindak pidana Pencucian uang dengan tindak pidana dalam KUHP, diantaranya dalam KUHP Hanya terdapat hukuman maximal. Sedangkan dalam UU no 25 tahun 2003 terdapat hukuman maximal dan minimal. Berdasarkan Pasal 6 UU no 25 tahun 2003 dan Pasal 9 UU no 25 tahun 2003 . Sudah seharusnya hukum dapat mencegah dan memperbaiki masyarakat, Akan tetapi jika diteliti lebih lanjut, terdapat beberapa pasal yang masih dapat memberi peluang seseorang atau suatu kelompok untuk dapat melakukan money laundering tanpa terjerat atau lolos begitu saja dari jangkauan UU no 25 tahun 2003 itu sendiri. Diantaranya adalah menurut Pasal 13 ayat 1 UU no 25 tahun 2003 ; penyedia jasa keuangan (bank) wajib menyampaikan laporan kepada PPATK untuk hal-hal sebagai berikut;
a. Transaksi keuangan mencurigakan.
b. Transaksi yang dilakukan secara tunai dalam jumlah komulatif sebasar Rp 500.000.000,00 atau lebih atau mata uang asing yang nilainya sama atau lebih dari itu.
Sementara jika ada trasaksi keuangan yang dibawah nilai uang Rp 5.00.000.000,00 (limaratus juta rupiah) Hendaknya “hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang berjumlah Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih, yang diperoleh langsung ataupun tidak langsung dari suatu kejahatan. Bukankah ini dapat mempersempit jangkauan hukum itu sendiri. Seumpama apabila terjadi sebuah kasus dimana terdapat tansaksi kejahatan yang bernilai dibawah Rp 500.000.000,00 tidak dapat dijangkau oleh hukum karena harus bernilai Rp 500.000.000,00.

Contoh kasus jika seseorang melakukan seseorang melakukan penjualan narkoba senilai Rp 400.000.000,00 atau dibawah Rp 5.00.000.000,00 lalu kemudian memasukannya ke Bank dalam deposito pribadinya, maka pihak Bank tidak akan menaruh kecurigaan terhadap orang tesebut, sebab menurut syarat untuk dicurigai uang tersebut dimungkinkan dari kejahatan harus yang nilai Rp 500.000.000,00 baru dapat dicurigai sebagai hasil dari suatu kejahatan sebagaimana yang disebutkan diatas.

Padahal menurut Pasal 1 ayat (7) kolom a UU no 25 tahun 2003, yang dimaksud dengan transaksi mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profil dan karakteristik.
Logikanya jika seseorang menabung dibank senilai Rp 4.50.000.000,00 dan ia tidak bisa memberi keterangan dengan jelas darimana uang tersebut ia dapat maka saat ditanyai bahwa ia adalah seorang pengangguran atau pada profesinya tidak memadai untuk sampai memiliki uang sebesar itu maka patut dicurigai bahwa ia mungkin telah mendapatkan uang tersebut dari proses yang tidak halal atau tidak sah dari kejahatan yang tertera pada Pasal 2 UU no 25 tahun 2003. Ini merupakan penyimpangan antara Pasal 2 UU no 25 tahun 2003 dengan Pasal 13 ayat 1 UU no 25 tahun 2003 yang menyebabkan merubah pengertian dan definisi Money laundering itu sendiri dan dapat berkibat aturan tersebut jadi tidak tegas dan lemah.

Tujuan dibuatnya undang-undang tindak pidana pencucian uang adalah untuk dapat mendeteksi dan menangkap pelaku kejahatan pada saat orang tersebut menyimpan uangnya di Bank untuk menutupi jejak kejahatannya. Pada awalnya istilah money laundry dikenal pada tahun 1930 di Amerika Serikat oleh seorang Mafia yang bernama Alcophone. Dia adalah seorang yang pertama kali melakukan pencucian uang. Pada saat itu Alcophone membeli banyak perusahaan pencucian pakaian (laundery) untuk mencuci uangnya. Kemudian pihak kepolisian Amerika Serikat menangkap Alcophone bukan dengan tuduhan penjualan narkotika, pembunuhan, perjudian, atau kejahatan lainnya, tetapi karena Alcophone tidak melaporkan bahwa dia memiliki uang sebanyak itu pada pihak kepolisian.



Perlu di ketahui pula bahwa Indonesia menganut kebijakan rezim devisa bebas. Kalau kita mendepositokan uang dibank, kita tidak akan ditanyai tentang asal usul uang. Memang uang kotor dapat dikenakan tindakan penyitaan oleh penyidik tetapi bila ada hubungan dengan kasus tertentu, atau misalnya tindak pidana korupsi yang dapat ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Akan tetapi bukan karena Money laundering atau ilegal income. Maka sangat dimungkinkan terjadinya bentuk-bentuk investasi semu dari luar negeri yang tujuannya untuk memfasilitasi pencucian uang haram. “Hukum pidana adalah sebagai hukum yang bersifat publik, hukum publik harus memiliki ketegasan sebab mengatur tingkah laku manusia dan pada pelaksanaannya diambil-alih pertanggung jawabannya oleh Negara tidak lagi oleh pribadi.” “pembentukan norma hukum publik berbeda dengan hukum privat karena struktur norma hukum publik berada diatas hukum privat, sedangkan apabila dilihat dari struktur lembaga maka otoritas publik terletak diatas hukum privat.”

Menurut pembahasan diatas dapat simpulkan bahwa, penerapan undang-undang tindak pidana pencucian uang adalah termasuk hal yang amat vital dalam penegakan hukum dan perkembangan hukum di Indonesia. Untuk itu diharapkan agar undang-undang tindak pidana pencucian uang dapat memiliki daya jangkau yang lebih luas bukan hanya pembentukan undang-undang itu dan juga bukan hanya dapat memberi tindakan Represif saja tetapi dapat juga memberikan tindakan Preventif atau pencegahan tindak pidana tersebut dan segala jenis tindak pidana yang tertera pada Pasal 2 UU no 25 th 2003. sesuai dengan teori Relatif dan absolut pada konsep pemidanaan.

2. Identifikasi masalah.

Di negara yang sudah maju dalam tatanan hukumnya seperti Amerika Serikat sudah memiliki peraturan pengawasan yang efektif tehadap pencucian uang. Dimana penyidik dapat menyita uang hasil kejahatan atau Black Money yang berasal dari ilegal incom jika pemilik tidak dapat menjelaskan darimana asal usul uang. Oleh karena itu banyak gembong narkotika yang melakukan pencucian uang haramnya di bank-bank yang ada di luar negri. Uang tersebut kemudian ditransfer kembali ke Amerika Serikat seolah-olah hasil dari suatu Infestasi di luar negeri. Jadi jelas persoalan money laundering adalah persoalan internasional, dan bukan hanya masalah nasional saja. Lalu persoalannya:

1. Mengapa pada UU Tindak pidana pencucian uang nomor 25 tahun 2003 harus dicantumkan Rp 5.00.000.000,00.(Limaratus juta Rupiah) sebagai suatu syarat yang kenyataannya dapat mempersempit jangkauan hukum itu sendiri?
2. Apakah UU no 25 th 2003 yang menggantikan UU yang sebelumnya dapat lebih baik dari pada yaitu UU no 15 th 2002 ? misalnya dalam pasal 2 UU no 15 th 2002 disebutkan yang merupakan tindak Pidana pencucian uang adalah harus senilai Rp 500.000.000,00. tetapi setelah diubah pada Pasal 2, UU no 25 th 2003 menjadi tidak ada nilai nominalnya, akan tetapi pada pasal 13 disebutkan lagi nilai nominalnya yaitu Rp 500.000.000,00. ini artinya sama sekali tidak ada perubahan dari UU yang sebelumnya padahal tujuan dari pada pengubahan adalah agar undang-undang tindak pidana pencucian uang dapat memenuhi standar internasional dibidang penegakan hukum money laundry?
3. Apakah apakah Bank sebagai sumber informasi PPATK sebagai badan yang berwenang menangani masalah tindak pidana pencucian uang dapat berperan efektif walaupun ada pembatasan dari undang-undang?


3.Tujuan penelitian dan kegunaan penelitian.

Apabila bertitik tolak dari berbagai permasalahan diatas dapat disebutkan bahwa “penelitian adalah sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan sekaligus untuk mencari kebenaran.” Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk ;

a. Meneliti apakah tindak pidana pencucian uang dapat diatasi dengan pembentukan UU no 25 th 2003 jika dilihat dari struktur secara dogmatik.
b. Untuk menguji apakah uu.no 25 th 2003 kira-kira dapat berjalan efektif atau tidak jika dilihat dari dari struktur normatifnya atau domatikanya dan untuk menguji apakah UU no 25 th 2003. dapat memenuhi perkembangan tindak pidana pencucian uang dengan standar internasional ?
c. Meneliti apakah asas-asas hukum yang terdapat pada UU no 25 th 2003 sesuai dengan asas-asas yang terdapat di asas-asas hukum pidana sebab tindak pidana ekonomi adalah perkembangan dari hukum pidana yang dapat mempengaruhi kinerja PPATK dan bank sebagai sumber informasi PPATK.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dari sifat teoritis dan praktis. Dari segi teoritis diharapkan dapat menghasilkan karya ilmiah yang dapat dipergunakan untuk perbaikan sekaligus kritik terhadap pengembangan hukum pidana dibidang ekonomi khususnya money laundering. Dari segi praktis, penelitian diharapkan dapat menghasilkan karya ilmiah yang dapat dipakai sebagai masukan bagi DPR untuk mengubah dan menyempurnakan UU nomor 25 th 2003.

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN ILMU FORENSIK DALAM HUKUM PIDANA

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada pros...